Namun meskipun begitu pusara ini juga tak serta merta tetap sukses mempertahankan sepak bola sebagai agama tidak resmi umat manusia, kita lihat bagaimana rakyat Brazil yang lebih butuh pendidikan daripada tontonan di halam mereka menjadikan kita sadar bahwa kehidupan rakyat Brazil yang tertindas! karena di negara penggila bola saja Piala Dunia bisa ditolak! Aliran uang yang menggiurkan nampaknya membuat rakyat Brazil sudah berpikir bahwa kita memang mencintai sepak bola tetapi apa bedanya sepak bola dengan tempat kami bekerja di pabrik-pabrik? Tidak ada beda selain sebuah tempat uang dibuat dan mengasingkan kami dan sejarah kami, ya uang memang telah membuat sepak bola bak berada di depan buah simalakam dimana disatu sisi mendatangkan sejuta lembar uang bergambar pahlawan nasional tapi di sisi lain pusara uang itu mendatangkan penggusuran, penindasan, pengekangan hak kaum pekerja dan menjauhkan manusia dari marwah sepak bola sebagai olahraga rakyat dan sarana pembebasan umat juga sarana mengekspresikan penindasan kami.
Memang sepak bola bukan lagi hal sesuci seperti dulu, sudah kotor dan dipenuhi segala intrik uang berkedok universalitas, disaat FIFA mendepolitisasi demokrasi, ideologi di sepak bola lantas kenapa FIFA mendukung jutaan sponsor besar yang masuk tanpa berpikir dua kali? Bukannya di dunia ini tidak ada yang bebas nilai?
Sumber :
Muhadi Mulyono : Antonio Gramci Kritik terhadap Pembangunan Dunia Ketiga
Max Horkheimer : Critical Theory
Pangeran Siahaan : The Big Oang Theory
Pandit Football Indonesia : Brazillan Footbal and Their Enemy
Wade, Stephen. "FIFA returns $100M to Brazil; World Cup cost $15 billion". USA TODAY. Associated Press. Retrieved 20 Jan 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H