Anak laki-laki saya suka memberi makan kambing peliharaaan Pak Embah. Sementara suami bernostalgia ngarit--mencari rumput pakan kambing.
Dukanya apa ya?Â
Oya, kalau lagi tidak punya cukup uang sementara kami harus mudik. Itu saya alami ketika di awal-awal pernikahan dulu. Kami mudik nyaris tidak membawa apa-apa. Sedihnya, ada seorang kerabat yang bertanya, "Mana oleh-olehnya?"
Make menjawab," Itu belimbing di kardus. manis- manis."Â
Saat itu menjelang lebaran. Kantor suami sedang ada masalah sehingga THR tertahan. Tidak mungkin bagi kami untuk membeli oleh-oleh. Ketika sedang duduk di teras, kami melihat pohon belimbing berbuah lebat.Â
Akhirnya lebaran tahun itu kami mudik membawa sekardus belimbing. Sedih saya kalau mengingat itu.Â
Ada hal lain yang membuat saya sedih. Pernah ada kerabat yang mengomentari badan saya yang kurus.Â
"Awake kok entek ngene. Ojo sedeh-sedeh." ("Badannya kok kurus begini. Jangan sedih-sedih).Â
Kalau sekarang mungkin gak bakalan ada yang komen begitu sebab badan saya semakin melebar. Hahaha...Â
Jadi, di desa ukuran kebahagiaan seseorang adalah berat badan. Semakin gemuk semakin makmur.Â
Itu sebagian suka duka saya waktu mudik. Sebenarnya mau menulis banyak namun saya agak mengalami kesulitan menulis menggunakan HP. Typo terus.Â