"It's a big disappointment, because we thought that we'd done everything necessary to play this final and finally win it, naturally there are a few regrets." ucap Buffon saat melihat para pemain El Real merayakan gelar juara.
Kompetisi tim-tim Eropa musim 2016/2017 telah resmi berakhir dengan final UCL edisi ke-62 minggu dini hari kemarin dimenangkan oleh tim kebanggaan ibukota Spanyol, Real Madrid. Final kemarin semakin mengukuhkan Real Madrid sebagai tim tersukses di kompetisi Eropa dengan 12 gelar UCL dan sebagai tim dengan sebutan back-to-back champion setelah terakhir kali AC Milan pada musim 1988/1989 dan 1989/1990. Dan pada final kemarin pula Gianluigi Buffon kembali menjadi pemain yang tertunduk lesu karena sekali lagi ia gagal menambah koleksi medali juara dan kembali akrab dengan kata "hampir" untuk urusan di UCL ini.
Tidak jarang para atlet di berbagai macam olahraga memiliki memiliki virus "hampir" juara pada karir profesionalnya walaupun virus tersebut tidak mengurangi greatness level dari atlet tersebut. Lionel Messi contohnya. Siapa yang tidak kagum dengan pemain Barcelona ini, berbagai macam gelar baik di klub maupun individu telah berhasil digondol si bocah ajaib asal Argentina ini banyak pula orang menjulukinya dengan sebutan alien ataupun inhuman ataupun julukan tidak wajar lainnya.
Bagaimana di level timnas Argentina? Ya Messi masih harus bersabar, namanya masih harus dibanding-bandingkan dengan Diego Maradona dikarenakan La Pulga masih nirgelar di level timnas. Tiga kali final beruntun pada World Cup 2014 dan Copa America 2015 dan 2016 diselesaikan dengan "hampir" menjadi juara melalui cara yang dramatis. Bahkan pada final terakhir Messi sampai harus mengatakan pensiun dari timnas sebelum merevisi perkataannya dan kembali ke skuat La Albiceleste.
Beberapa atlet bahkan ada yang sampai pensiun harus memendam mimpi mengangkat gelar yang di idam-idamkan. Steven Gerrard adalah salah satunya, banyak pecinta bola mengingat Steve G dengan aksi heroiknya pada final UCL 2005 di Istanbul dan tidak sedikit pula yang mengingat dia karena insiden terpleset saat melawan Chelsea yang membuat Liverpool harus kembali berpuasa menjadi juara BPL yang pada saat itu sebenarnya The Reds "hampir" saja menjadi juara BPL. Diakui oleh Gerrard bahkan momen slip saat lawan Chelsea masih menghantui legenda liverpool ini seperti saat diwawancarai oleh The Guardian di tahun 2015.
"The slip happened at a bad time, it was cruel for me personally". "There’s not a day that doesn’t go by that I don’t think about what if that didn’t happen. Would things have been different? Would it have turned out different? Maybe it might of, I don’t know."
Ada juga beberapa atlet yang sebenarnya jauh dari virus "hampir" tetapi karirnya harus ditutup dengan tindakan atau hal-hal yang membuat perfection dari seorang  atlet sedikit tercoreng atau bahkan malah dilupakan. Contohnya adalah Lance Amstrong, juara tujuh kali beruntun Tour de France ini harus tercoreng karena terbukti menggunakan doping saat kejuaraan Tour de France tahun 1999. Imbasnya semua gelar yang didapat mulai tahun 1998 oleh sang pembalap sepeda ini harus dicabut yang juga termasuk tujuh gelar beruntun Tour de France.Â
Contoh lain adalah Zinedine Zidane, siapa yang tidak kagum pada pemain berkepala plontos ini bahkan Saya sangat yakin pesepakbola sekarang banyak yang menunjuk Zizou sebagai pemain idolanya. Tetapi di ujung karirnya Zizou harus sedikit tercoreng karena insiden tandukan kepala ke badan Marco Materazzi yang membuatnya di kartu merah saat final World Cup 2006.Â
Pembicaraan mengenai insiden tersebut ramai di berbagai media massa olahraga saat itu, Beruntung bagi sang maestro karena karir kepelatihannya berbanding lurus dengan karir saat masih menjadi pemain. Prestasi demi prestasi berhasil diraih Zizou dan yang paling teranyar adalah kemenangan Real Madrid di final UCL kemarin sehingga membuat Zidane dikenal sebagai pelatih muda yang sangat berbakat.
Kata "hampir" yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kurang sedikit atau nyaris ini memang sering membuat kesempurnaan dari achievement seorang atlet jadi terlihat kurang. Kalau diibaratkan untuk mendapatkan nilai A di sebuah mata kuliah sebenarnya mahasiswa cukup mendapatkan nilai minimal 80 yang berarti mahasiswa tersebut excellent tetapi tidak perfect. Atlet juga manusia yang tidak mungkin sempurna tetapi mau bagaimanapun seorang atlet yang hebat akan selalu dikenal dan terus dikenang karena pencapaiannya dan pencapaian yang besar pasti didapat dari level kerja keras yang mungkin diluar batas orang normal.
Hernadi Faturachman
ReferensiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H