Jika di lihat dari globe (bola yang menggambarkan peta Bumi), posisi Amerika Serikat persis di belakang Indonesia, sehingga keduanya memiliki perbedaan waktu sekitar 12 jam. Di sana siang, di sini malam, begitu juga sebaliknya...
Begitulah tantangan komunikasi jarak jauh dengan perbedaan waktu tersebut pernah saya alami selama dua tahun lamanya ketika studi S2 di University of Florida tahun 2015-2017, di saat yang bersamaan istri saya juga sedang menempuh pendidikan di jenjang yang sama di Institut Pertanian Bogor, karena beasiswa saya saat itu belum mencakup tunjangan untuk keluarga, but life must go on...
Setidaknya ada 5 (lima) alasan saya saat itu memutuskan untuk memberanikan diri berangkat studi sendirian ke Negeri Paman Sam:
(i) Pengetahuan dan teknologi yang mutakhir.
Dipikiran saya saat itu simpel, yaitu perusahaan-perusahaan raksasa kelas dunia seperti Microsoft, Apple, Intel, Amazon serta sosial media yang saya mainkan sehari-hari untuk berjejaring atau silaturahmi hampir semua rasanya kok dikuasai oleh Mas Mark Zuckerberg (misalnya, Facebook, Messenger, Instagram, WhatsApp) yang bermarkas di Amerika Serikat.
(ii) Kualitas pendidikan yang tidak diragukan.
Sederhananya, melihat daftar Times Higher Education--QS World University Rankings, salah satu pemeringkat kampus-kampus dunia berdasarkan kriteria tertentu, menempatkan setengahnya dari 10 kampus terbaik dunia ada di Amerika Serikat (periode 2021), seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT), Stanford University, Harvard University, California Institute of Technology (Caltech), University of Chicago. Belum lagi kampus yang dinobatkan sebagai Ivy League.Â
Untuk saya, tidak perlu muluk-muluk, yang penting bisa studi di sana dengan pembimbing akademik yang sesuai dengan bidang saya tentunya di Kehutanan.Â
Alhamdulillah dapat seorang distinguished professor (h-indeks 81) yang sangat pas dengan bidang saya saat ini di pengelolaan hutan lestari, khususnya reduced-impact logging.
(iii) Kesempatan yang sangat luas untuk penelitian, pengajaran dan karir.
Kuncinya adalah niat, semua peluang terbuka sangat lebar, tidak terkecuali seorang minoritas seperti saya saat di sana (Muslim Asia).Â
Saya beruntung dapat kesempatan magang di Dinas Kehutanan Florida (Florida Forest Service) ketika menjadi mahasiswa S2 di sana, serta mendapatkan beberapa grant untuk konferensi secara gratis (misalnya, Society of American Foresters, Sustainable Forest Initiative, Tropical Coservation and Development).Â
Bahkan dana penelitian yang sangat besar di Amerika Serikat yaitu National Science Foundation (NSF) bisa kita akses. But, time constraint somehow always a reason...
(iv) Jaringan kolega multikultural.
Bayangkan teman kuliah dari berbagai negara dapat kita jumpai di kampus, setidaknya itu yang saya alami di kota Gainesville, Florida, yang mayoritas mahasiswa internasionalnya berasal dari Amerika Latin, namun juga tidak sedikit yang berasal dari Eropa, Afrika, dan Asia (dominasinya teman-teman dari Cina dan India).Â
Tentu saja, selain bertukar pikiran secara akademis, kita juga bisa belajar kebudayaan mereka (biasanya melalui makanan). Teman satu lab saya berasal dari Brazil, Argentina, Guyana.
(v) Last but not least, Travelling, yeay!
Dari televisi yang saya tahu ketika masih kecil, banyak sekali tempat-tempat terkenal di Amerika Serikat, dan itu merupakan motivasi terkuat saya untuk studi di sana.Â
Dari 50 negara bagian di sana, 2/5-nya sudah saya kunjungi, paling tidak ke tempat-tempat yang di anggap sebagai ikon wisata di sana seperti patung Liberty, US Capitol, Hollywood Walk of Fame, Las Vegas, jembatan Golden Gate di San Francisco, pantai Miami, dan lainnya.
Saya tidak sendirian sebagai mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat, setidaknya sekitar 9000 mahasiswa dari negara kita menempuh pendidikan dari 4700 kampus dengan berbagai macam program yang tersedia di Amerika Serikat dengan berbagai model pembiayaan.
Saya mencatat secara singkat setidaknya ada 6 (enam) peluang pembiayaan untuk studi di sana:
(i) beasiswa pemerintah Indonesia (misalnya, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan-LPDP, Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Luar Negeri-BPPLN);
(ii) beasiswa pemerintah Amerika Serikat (misalnya, Fulbright, USAID, Hubert H. Humphrey);
(iii) perusahaan swasta tempat kita bekerja atau bekerjasama;
(iv) badan atau LSM internasional (misalnya, Bank Dunia, International Union of Forest Research Organizations);
(v) kampus itu sendiri (melalui skema graduate atau research assistant) di mana kita harus bekerja beberapa jam dalam seminggu; (vi) atau opsi terakhir yaitu pembiayaan secara pribadi atau meminjam di bank dengan bunga sangat rendah yang harus dibayarkan kembali selesainya kita studi.
Untuk kasus saya, beruntung bisa mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Amerika Serikat melalui USAID PRESTASI untuk studi master saya, dan juga dari pemerintah Indonesia melalui LPDP BUDI-LN untuk studi doktoral dengan kampus dan pembimbing akademik yang sama di University of Florida.
Memang cukup banyak dokumen yang perlu kita siapkan untuk mendaftar kampus di Amerika Serikat, selain dokumen curriculum vitae terbaru (atau resume), kemampuan bahasa inggris (TOEFL/IELTS/TOEIC), motivation letter atau personal statement mengapa kita ingin studi di sana, Letter of Acceptance dari kampus (jika ada dapat digunakan untuk mendaftar beasiswa), surat rekomendasi dari atasan di tempat kita bekerja atau dari dosen di kampus, serta hasil tes Graduate Record Examinations (GRE) yang biasa saya sebut Tes Potensi Akademik versi bahasa inggris (susahnya bukan main, dan cukup sekali saja saya mencoba).
Memang informasi yang saya sampaikan di atas hanya sebagian kecil saja mengenai seluk beluk studi di Amerika Serikat, untuk lebih detailnya, banyak sekali sumber referensi gratis lainnya dan bisa diakses melalui internet seperti Study In USA Panduan Lengkap Kuliah Di Amerika Serikat, Buku Panduan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat, Kuliah di Amerika Serikat, Studi Mandiri di Amerika Serikat Kumpulan Kisah Sukses Memperolah Beasiswa dari Perguruan Tinggi di Amerika Serikat, dan masih banyak sumber lainnya. Silakan untuk dibaca-baca dan pelajari.
Hal terpenting menurut saya untuk menggapai mimpi studi di Amerika Serikat, selain usaha secara maksimal adalah berdoa, terutama bagi yang masih memiliki orang tua, rajin-rajinlah memuliakan mereka dan meminta doa darinya, juga disiplin dan tidak kalah penting adalah menikmati setiap langkah dan proses yang kita lalui.
Sebelum memutuskan untuk studi S2 di Amerika Serikat, pada saat itu padahal saya sudah diterima di salah satu kampus di Belanda (Wageningen University) serta telah mengikuti pelatihan Bahasa Belanda dari beasiswa pemerintah Belanda selama 3 bulan di kantor Kedutaan mereka di Jakarta, namun ternyata Tuhan berkehendak lain untuk memberikan saya kesempatan belajar di negeri Paman Sam tersebut hingga hari ini.
Selamat mencoba...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H