Tak terasa telah tiba dipenghujung Pendidikan Guru Penggerak, selama 6 (enam) bulan mengikuti pendidikan ini. Begitu banyak inventarisasi ilmu yang ditambahkan sebagai pengembangan kompetensi diri sebagai pendidik dan sebagai pemimpin pembelajaran. Sangat bangga sekali telah menyelesaikan pendidikan ini dengan berbgai ilmu yang didapat disetiap modulnya. Karakteristik dan kekhasan ilmu pada setiap modul merupakan asupan energi dalam menjalankan perubahan untuk pendidikan dan pengajaran yang selaras dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh Ki Hadjar Dewantara. Dimana sejatinya pendidikan adalah pendidikan yang memenuhi kebutuhan murid untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan.
Pada modul 3.3 ini jurnal refleksi dwi mingguan yang akan saya sampaikan menggunakan model refleksi Connection, challenge, concept, change (4C). Model ini dikembangkan oleh Ritchhart, Church dan Morrison (2011). Model ini cocok untuk digunakan dalam merefleksikan materi pembelajaran. Ada beberapa pertanyaan kunci yang menjadi panduan dalam membuat refleksi model ini, yaitu:
1) Connection: Apa keterkaitan materi yang didapat dengan peran Anda sebagai Calon Guru Penggerak?
2) Challenge: Adakah ide, materi atau pendapat dari narasumber yang berbeda dari praktik yang Anda jalankan selama ini?
3) Concept: Ceritakan konsep-konsep utama yang Anda pelajari dan menurut Anda penting untuk terus dibawa selama menjadi Calon Guru Penggerak atau bahkan setelah menjadi Guru Penggerak?
4) Change: Apa perubahan dalam diri Anda yang ingin Anda lakukan setelah mendapatkan materi pada hari ini?
Merefleksi pada pembelajaran pada modul-modul sebelumnya, modul ini merupakan pengimplementasian terhadap modul sebelumnya, di modul 1 mempelajari mengenai paradigma dan visi guru penggerak, bila kita kaitkan dengan modul 3.3 ini, disini kita mengimplementasikan paradigma dan visi yang telah kita rancang untuk mengembangkan dan mengelola program yang berdampak positif pada murid sesuai dengan visi yang telah kita susun. Begitupun modul 2 mengenai praktik pembelajaran yang berpihak pada murid, dikaitkan dengan materi modul 3.3 ini memang sangat selaras sekali, program yang kita kelola atau kita kembangkan merupakan program yang bermuara pada kebutuhan murid. Kita selaku guru penggerak memiliki peran yang teramat penting untuk mendobrak perubahan, kemampuan kita berperan sebagai guru yang berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, inovatif dan reflektif dapat menyegerakan dan mengelola program yang berdampak positif pada murid.
Pada materi ini juga dibahas mengenai kepemimpinan murid. Kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita adalah:
- Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
- Mengurangi kontrol kita terhadap mereka
Albert Bandura dalam artikelnya, Toward a Psychology of Human Agency (2006) mengatakan, bahwa menjadi seorang agent (seseorang yang memiliki agency) berarti orang tersebut secara sengaja mempengaruhi fungsi dan keadaan hidup dirinya. Bandura juga mengatakan bahwa ada empat sifat inti dari human agency, yang dalam modul ini kita singkat dengan akronim IVAR untuk memudahkan mengingat, yaitu:
- I - Intensi = Kesengajaan (intentionality). Seseorang yang memiliki agency bukan hanya memiliki sekedar niat, tetapi di dalam niat mereka sudah termasuk rencana tindakan dan strategi untuk mewujudkannya.
- 2. V - Visi = Pemikiran ke depan (forethought). Pemikiran ke depan di sini bukan hanya sekedar rencana yang mengarahkan masa depan.
- 3. A - Aksi = Kereaktifan-diri (self-reactiveness). Seseorang yang memiliki agency, bukan hanya seorang perencana dan pemikir ke depan. Mereka juga seorang pengendali diri (self-regulator).
- 4. R - Refleksi = Kereflektifan-diri (self-reflectiveness). Seseorang yang memiliki agency akan memiliki kesadaran yang baik akan fungsi dirinya.
Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak secara aktif, dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menunjukkan agency dalam pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara alamiah mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Ketika pada saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency), maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka. Sedangkan di dalam profil pelajar pancasila telah tertuang visi dan harapan yang diharapkan untuk tujuan pendidikan di Indonesia, kepemimpinan murid merupakan suatu pengembangan profil yang positif bagi murid dan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam profil pelajar pancasila.