Diakhir Modul 2 ini tepatnya diakhir pembelajaran modul 2.3 yang membahas tentang Coaching untuk Supervisi Akademik ini, saya akan menuangkan pemikiran dan refleksi saya pada jurnal dwi mingguan. Pada jurnal kali ini saya akan mencoba menerapkan refleksi dengan Model Refleksi DEAL yang merupakan singkatan dari kata  Description, Examination and Articulation of Learning. Model ini dikembangkan oleh Ash dan Clayton (2009). Untuk membuat refleksi model ini, kita dapat mengikuti penjabaran dari pertanyaan panduan berikut:
- Description: Deskripsikan pengalaman yang dialami dengan menceritakan unsur 5W1H (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana);
 - Examination: Analisis pengalaman tersebut dengan membandingkannya terhadap tujuan/rencana yang telah dibuat sebelumnya;
- Articulation of Learning: Jelaskan hal yang dipelajari dan rencana untuk perbaikan di masa mendatang.
Modul 2.3 telah kami pelajari setiap langkah demi langkah penjabaran materi sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan. Bagian Mulai dari Diri kami diajak untuk merefleksikan apa yang telah kami lakukan selama melakukan kegiatn supervisi disekolah kami.Â
Menelaah kembali bagian-bagian apa yang kami rasakan saya melakukan supervisi, saat kami diobservasi oleh kepala sekolah, pengawas atau guru lain.Â
Menuangkan pemikiran kami mengenai bagaimana supervisi yang ideal menurut kami sendiri. Hal ini untuk membangun pengetahuan awal mengenai pemahaman kami tentang supervisi. Bagaimana harapan-harapan yang akan kami capai setelah mempelajari materi ini.
Selanjutnya kami memasuki bagian Eksplorasi Konsep, disini kami memasuki bagian inti materi, kami belajar secara mandiri dan secara berdiskusi virtual bersama teman-teman Calon Guru Penggerak lainnya. Kami mencoba untuk mengeksplorasi pemahaman dengan mengikuti setiap materi yang disajikan, dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pemantik, menuangkan catatan-catatan terkait apa yang telah kami pahami dari materi yang telah kami pelajari.
Saya mulai memahami apa makna dan defenisi dari coaching. Membedakan pemahaman tentang coaching, mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Saya mulai dapat membedakan peranan dan tujuan dari coaching, mentoring, konseling, fasilitasi dan training tersebut.
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya.Â
Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai"...bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif."Â
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.Â
Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran.Â
Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.
Agar dapat membantu rekan sejawat kita untuk mengembangkan kompetensi diri mereka, kita perlu memiliki paradigma berpikir coaching terlebih dahulu. Paradigma tersebut adalah:
- Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan
- Bersikap terbuka dan ingin tahu
- Memiliki kesadaran diri yang kuat
- Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Selain itu kita juga harus berpedoman pada prinsip coaching yaitu Kemitraan, Proses Kreatif dan Memaksimalkan Potensi. Kemitraan ini diwujudkan dengan cara kita membangun kesetaraan dengan orang yang akan kita kembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara keduanya.Â
Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan atau lebih berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati pada saat rekan sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda, lebih junior, dan atau memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita.Â
Proses kreatif maksudnya, ketika kita melakukan kegiatan coaching kita melakukan percakapan dua arah, memicu proses berfikir coachee dan memetakan serta menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru. Prinsip coaching yang ketiga adalah memaksimalkan potensi.Â
Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya.Â
Selain itu juga, percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan. Dalam melakukan kegiatan coaching kita berpedoman pada alur percakapan TIRTA, yang merupakan singkatan dari Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi dan Tanggung Jawab.
Pada kegiatan Ruang Kolaborasi sesi 1, kami berlatih untuk mempraktikkan dan mempelajari bagaimana menjadi coach dan coachee yang tepat. Melakukan kegiatan coaching bersama teman-teman Calon Guru Penggerak lainnya. Dengan melakukan latihan kegiatan coaching kami dapat lebih memahami bagaimana seharusnya yang kita lakukan sebagai coach untuk menyelesaikan permasalahan yang diutarakan oleh coachee yang nantinya mendapatkan solusi yang dikembangkan sendiri dari coachee. Tugas coach hanya membantu coachee untuk menemuuukaaan dan mengembangkan kompetensi coachee dalam menyelesaikan permasalahannya.
Kegiatan ini sudah saya publikasikan pada channel Youtube saya,
Pada kegiatan selanjutnya, untuk kegiatan demonstrasi kontekstual. Kami diberikan tantangan tugas untuk berperan melakukan praktik menjadi observer, coach dan coachee bersama teman Calon Guru penggerak lainnya. Merupakan suatu kegiatan kolaborasi yang membuat kami semakin memahami bagaimana seharusnya kita mengambil peranan. Menjadi observer yang baik, dengan menerapkan kegiatan mulai dari pra observasi, observasi dan pasca observasi. Kesemua rangkaian kegiatan tersebut kami lakukan dengan merujuk pada alur kegiatan coaching yang tepat.
Kegiatan ini telah saya publikasikan di Channel Youtube saya,
Selanjutnya untuk lebih memahamkan dan menyamakan persepsi tentang materi maka kegiatan selanjutnya adalah kegiatan elaborasi dengan dipandu oleh instruktur. Melalui paparan materi dan diskusi tanya jawab mengenai materi lebih memantapkan pemahaman kami mengenai coaching untuk supervisi akademik.
Selain itu juga kami ditugaskan untuk merefleksikan kegiatan yang telah kami lakukan dan menghubungkan dengan materi yang telah kami pelajari melalui tugas Koneksi Antar Materi. Kegiatan ini telah saya publikasikan di Channel Youtube saya,
Apabila saya bandingkan dengan pemahaman awal mengenai kegiatan coaching dengan setelah saya mempelajari materi ini. Maka banyak yang saya dapatkan. Awalnya saya merasa bahwa kegiatan coaching merupakan kegiatan perbaikan kompetensi dengan supervisor atau observer sebagai sumber pemecah permasalahan yang dihadapi oleh yang disupervisi. Supervisor yang memberikan poin-poin apa yang harus dilakukan oleh yang disupervisi. Maka setelah mempelajari materi ini, supervisor merupakan coach yang membantu yang disupervisi untuk dapat mengembangkan kompetensi yang disupervisi agar dapat meneukenali apa-apa yang menjadi kekurangan, yang disupervisi dapat menemukan solusi atas permasalahannya. Yang terpenting dalam kegiatan coaching ada sebuah solusi yang dapat dijadikan aksi nyata bagi coachee yang dikembangkan oleh coachee sendiri.
Serangkaian materi yang telah saya pelajari dan pahami. Saya akan melakukan kegiatan coaching bagi siswa dan teman sejawat sesuai dengan alur coaching yang tepat. Menerapkan alur TIRTA dengan mengenali tujuan kegiatan coaching, mengidentifikasi permasalahan coachee yang akan saya kembangkan, menemukenali rencana aksi yang akan dilakukan coachee dan mengembangkan kompetensi coachee untuk bertanggung jawab atas apa yang akan dilakukan coachee saya dalam melakukan rencana aksi atas solusi yang akan dilakukannya.
Dengan mengimplementasikan kegiatan coaching, saya berharap kompetensi rekan yang akan kita kembangkan akan lebih baik dan dapat memberikan kemajuan atau perkembangan dalam pembelajaran kita disekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H