Mohon tunggu...
Hermawan W Saputra
Hermawan W Saputra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Lahir di Lampung dengan berbekal niat yang tulus. sedang menyelesaikan kuliah di Program Studi Teknologi Pangan Pada Politeknik Negeri Lampung.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bersyukur Membunuh Gairah Hidup!

1 Oktober 2010   06:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:49 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap bersyukur memang digembor-gemborkan oleh banyak kalangan terutama orang agamis yang memang memahami betul bagaimana menunjukan suatu apresiasi terhadap apa yang didapat saat itu. Bersyukur diyakini dapat memberi impuls positif terhadap langkah kehidupan. Baik didalam mengarungi bahtera kehidupan saat ini maupun yang akan datang.Hingga saat ini, banyak diantara insan bertanya-tanya mengapa harus bersyukur?, yang paling logis adalah sebagai bentuk penghargaan terhadap hadiah yang maha kuasa. Tetapi banyak dikalangan insan manusia berfikiran yang beda akan hal ini, terutama sikap didalam mensyukuri akan anugerah yang kuasa. Kesalahan-kesalahan itulah yang mengakibatkan penurunan nilai sebuah syukur. Sebagai contoh sikap ugal-ugalan yang dilakukan pelajar didalam mensyukuri kelulusanya. Sikap bias itu membuat geli dikalangan masyarakat, yang mengakibatkan ketidak tinggian sebuah syukur.

Mensyukuri semua hal didalam kehidupan.

Justru syukur membuat sebuah hal yang beda didalam sebuah kehidupan, mempunyai makna yang begitu tinggi. Bersyukur kepada tuhan akan memberi nilai lebih. Nilai itulah yang menjadi kebanggaan dalam hidup. Bersyukur merangsang kita untuk mengubah kehidupan.

Namun dibalik itu, ada hal yang tak bisa lepas dari tingginya arti sebuah kesyukuran. Yakni kegagalan kita dalam mengendalikan kebanggaan diri akan hal ini. Kebanyakan insan lenggah akibat “merasa” sudah dilihat oleh yang maha kuasa, sehingga tak lagi menatap masa depan.

“aku sudah mendapatkan , saya sangat bersyukur…”, manusia tak bisa berhenti sampai pada titik kepuasan itu. Sikap melanjutkan aktivitas setelah disyukuri adalah hal yang wajib dilakukan. Karena tak mungkin kita mengubah kehidupan tanpa campur tangan diri sendiri, meskipun doa merupakan jembatan kesuksesan itu. Yang terpenting adalah keberlanjutan gairah dalam hidup menjadi kunci. Janganlah menumpukan hidup atas sebuah syukur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun