Untuk kejadian yang sempat viral di media sosial kapan hari, buat saya pribadi memang kurang etis di saat kegiatan ceramah atau pengajian sedang berlangsung, pedagang malah berkeliling menjajakan dagangan di tengah jamaah yang mestinya mendengarkan topik keilmuan dari seorang dai atau penceramah (siapapun tokohnya).
Apakah pihak penyelenggara tidak menyediakan konsumsi untuk jamaah? Mengapa penyelenggara membiarkan pedagang menjajakan dagangan di saat ceramah sedang berlangsung? Bukankah kegiatan dagang keliling saat ceramah berlangsung itu berpotensi mengganggu konsentrasi audiens? Dimana letak nilai sebuah kegiatan yang merupakan pengkajian ilmu agama? Apakah kegiatan atau acara yang berlangsung saat itu tidak  terlalu bernilai sehingga kegiatan dagang keliling pun tetap dibolehkan?
Saya coba membayangkan, pada saat konser musik, yang mendatangkan bintang atau diva musik kondang, atau saat ada studium generale pengukuhan guru besar, atau saat ada kegiatan ceramah umum bukan pengajian, pedagang minuman dibolehkan berkeliling di tengah audiens yang mestinya sedang menikmati acara. Asik kali ya? Atau mungkin akan ada juga "Goblok!" dari pembicaranya?
Ah, ... sudah sudah. Saya jadi teringat ke Prof Kayam (almarhum). Setidaknya, lagi, buku Para Priyayi yang jadi referensi saya di tulisan ini, mengingatkan saya kepada beliau, juga pada satu bidang ilmu yang sempat saya pelajari; antropologi budaya.
"Al-faatihah" saya kagem Prof Kayam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H