Ya, kupikir buruh tani itu selalu bahagia. Tidak mengenal "duka". Tapi tidak seperti itu skenario-Nya. Allaah ta'aala masih berkenan mengisi hati buruh tani (yang ini) untuk masih punya "duka". Bukan soal harga jual panen yang rendah. Karena soal itu, buat saya adalah hal biasa yang, bahkan sampai saat ini pun, insyaa Allaah tetap saya syukuri Alhamdulillaah. Toh saya tetap menekuni profesi tercinta ini sebagai buruh (jangan dibilang "saya butuh" lo ya ...).
Duka saya, di Dzulqo'dah ini, tiga kolega dekat saya, Abah Qomaruddin, Abah Uwak Pomo, dan Abah "Cak" Usman, meninggal dunia. Tentu saya merasa kehilangan akan kepergian beliau-beliau. Tadinya sempat kepikir, "Bisa-bisanya Allaah panggil beliau bertiga dalam waktu yang hampir bersamaan".
Astaghfirullaahal azhiim. Saya buru-buru istighfar atas pikiran  tersebut. Saya ralat di hati dan pikir saya soal itu, bahwa Allaah ta'aala lebih mencintai beliau bertiga sebagai hamba-hambaNya yang solih. Hamba yang mengikuti titah Kanjeng Nabi Muhammad solallaahu 'alaihi wa 'alaihi wasallam, sampai akhir hayatnya. Insyaa Allaah beliau bertiga husnul khotimah. Aamiin.
Abah Qomaruddin adalah sahabat almarhum bapak. Beliau berdua mempunyai kedekatan emosional semasa hidupnya. Setau saya, dulu bapak (almarhum), Abah Qomaruddin (almarhum), Abah Dimyati (almarhum), Abah Sismono (almarhum), dan Abah Lek Bowo (beliau alhamdulillaah masih ada) sering dan aktif di banyak kegiatan sosial.
Dengan Abah Qomaruddin, setelah bapak meninggal, saya masih sering nemani beliau ngobrol; ya soal pekerjaan, soal aktivitas keseharian kami, soal kampung, soal bikin usaha, dan guyonan-guyonan kecil sesama lelaki. Obrolan  ringan yang, menurut saya, cukup bisa menghibur di sela penat aktivitas harian. Beliau pun teman jalan solat berjamaah di masjid kampung tempat kami tinggal. Sampai saat sakit beliau, yang selanjutnya tidak lagi mampu berangkat ke masjid.
Abah Uwak Pomo, adalah kerabat saya di Praya, Lombok Tengah. Beliau seorang pensiunan pegawai negeri. Seorang priyayi. Hidupnya sederhana banget, sekalipun untuk ukuran pensiunan dan sudah berhaji ke Mekkah, beliau akan sangat bisa hidup teramat layak. Kesederhaan Abah Uwak Pomo gak cuma soal penampilan. Tapi juga tutur bahasanya, perilakunya. Sementara value pembicaraannya, tatapan matanya, sama sekali sangat berbobot dan lebih kuat dibanding ngobrol dengan seorang berstatus sebagai "abdi negara" di tempat kami tinggal.
Selang sehari dikabari Abah Uwak Pomo meninggal, kabar Abah "Cak" Us menyusul. Belum sempat saya melepas penat setelah mendampingi perjalanan di Mojokerto, (dengan cerita dukanya sendiri) "Cak" Us dikabarkan meninggal dunia di RS AL Surabaya. Buru-buru saya ke rumah duka di Sidoarjo. ALhamdulillaah, Allaah ta'aala berkenan memberikan saya kesempatan melakukan penghormatan terakhir sebagai seorang muslim; menyolatkan jenazah (fardu kifayah) sampai dengan mengantar ke pemakaman beliau. Abah "Cak" Usman Arif adalah sosok lelaki pekerja. Di awal sakit parahnya, saya sempat mendampingi beliau, mengantarkan sekadar susu  kambing untuk keluhan sakit di saluran pernafasannya, sampai insyaa Allaah keluhan sakit beliau berkurang.
Hanya, saran saya untuk mengistirahatkan jasad sakitnya, untuk recovery, nyaris diindahkan, saking semangatnya beiau bekerja menghormati istri dan anak-anaknya. Di sela sakitnya, Abah "Cak Us masih berusaha mendampingi Cak Adi, anak lanangnya, buat menjaga hormat beliau pada temannya di tempat kerja, menggantikan "Cak" Us sebagai driver perusahaan. Ya tentu saja konsep istirahat, gak dapat di beliau. Wong kerja driver itu, sekalipun cuma sebagai co-driver, ya tenaga yang keluar gak jauh-jauh dari tenaga yang dikeluarkan driver (beda ga pegang setir saja).
Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji'uun. Dan, kabar dari beliau bertiga, tak ayal membuat saya berduka. Duka yang dalam karena kehilangan kolega-kolega baik di satu perjalanan hidup saya. Duka yang dalam karena kehilangan teman-teman ber-fastabiqul khoirot di jalan Allaah subhaanahu wa ta'aala. Duka yang dalam karena kehilangan orang-orang yang saya dan beliau-beliau ketemu chemistry untuk berkomunikasi.
ALhamdulillaah, saya diberikan ALlaah ta'aala kesempatan mengenal sosok-sosok seperti beliau bertiga. ALhamdulillaah, Allaah ta'aala berkenan memberikan kesempatan ke saya untuk belajar banyak hal tentang apa-apa yang pernah kami bicarakan. ALhamdulillaah, saya diberikan Allaah ta'aala kesempatan memberikan penghormatan kepada beliau bertiga. Penghormatan sebagai seorang saudara dalam nikmat ad-diin al-Islam. Insyaa ALlaah, beliau bertiga husnul khotimah. Allaah jaga diin beliau-beliau sampai ajal mendatanginya. Insyaa Allaah saya pun ingin mendapatkan husnul khootimah di akhir hidup saya nanti. Aamiin.
Allaahummaghfirlahum warhamhum wa 'aafihi wa'fu 'anhum, Allaahumma laa tahrimna ajrohum  wa laa taftinna ba'dahum waghfirlanaa walahum. Sugeng tindak menghadap Robb mu dan kekasih mulia-Nya juga junjunganmu, Kanjeng Nabi Muhammad solallaahu 'alaihi wa 'alaihi wasallam; Abah Qomaruddin, Abah Uwak Supomo, Abah "Cak" Usman Arif. AL-faatihah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H