Produk pangan halal itu diproduksi secara terukur. Tidak diproduksi secara asal-asalan. Produk yang dihasilkan secara terukur, sudah pasti adalah produk yang diusahakan terbaik oleh produsennya. Mulai dari memilih asal-usul bahan bakunya, cara mendapatkan bahan baku yang akan dijadikan produk pangan, cara pengolahannya, cara pengemasannya, sampai cara penjualannya. Semuanya terukur. Maka itu jelas produk halal adalah produk olahan yang sudah diusahakan terbaik oleh produsennya. Dan, ini, dijamin oleh pemerintah lewat regulasi UU No.33/2014.
Ketiga, setelah produk halal dan bersertifikat beredar di masyarakat, akan muncul segmentasi market. Ini produk halal. Itu produk tidak halal. Produk halal, bisa dibeli dan dikonsumsi oleh siapapun, yang nantinya ditandai dengan penyematan logo halal resmi dari pemerintah RI, yaitu logo dan nomor ID Halal. Muslim maupun non-muslim. Sementara produk tidak halal, segmentasi konsumennya pun jelas; non-muslim.
Jadi, tidak semua pengusaha produk pangan diWAJIBkan mengurus sertifikat halal. Hanya yang produk pangan olahan, yang menyasar konsumen muslim saja, yang wajib mengurusnya. Toh tidak akan terjadi, pengusaha makanan berbahan daging babi dan turunannya, mengurus sertifikat halal. Tidak akan pula ada pelarangan menjual makanan atau produk berbahan daging babi. Karena konsumennya sudah tersegmentasi.
Demikian sedikit uraian dari saya tentang urgensi Sertifikasi Halal produk pangan olahan. Sebagai seorang muslim, saya ikut peduli dan tentunya juga terjaga oleh kebijakan pemerintah akan jaminan produk halal ini. Dimanfaatkan ya, kesempatan yang diberikan oleh pemerintah, yaitu memfasilitasi pengurusan sertifikat halal gratisnya. Insyaa Allaah barokah buat kita semuanya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H