Mohon tunggu...
hermawan Syamsul
hermawan Syamsul Mohon Tunggu... -

Menulis dan Membaca.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kesaksian Terpidana Korupsi untuk Menteri Yasonna Laoly Tentang PP 99

26 Maret 2015   07:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:00 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat Terbuka

Kesaksian Terpidana Korupsi Untuk Menteri Yasonna Laoly Tentang PP 99

Setelah mencermati polemik berkepanjangan tentang PP 99 menyangkut remisi dan pembebasan bersyarat. Sebagai narapidana yang mengalami kriminalisasi hukum dari oknum Jaksa; dalam hal ini dilakukan oleh oknum Jaksa di Kejaksaan Negeri Bengkalis, yang secara terang-terangan telah melakukan pemalsuan Audit BPK berujung pemerasan, selanjutnya disambut baik oleh oknum Majelis Hakim di pengadilan Tipikor Pekanbaru tanpa Verifikasi.

Maka perlu saya sampaikan bahwa koruptor yang terpenjara di Negeri ini, mayoritas adalah korban rekayasa kasus. Sementara koruptor sesungguhnya masih berada diluar sana, terdiri dari: oknum penegak hukum dan mereka-mereka yang secara kamuflase selalu teriak berantas korupsi

Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikankepada seluruh rakyat Indonesia yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia untuk membuka mata, supaya tidak terjebak dalam asumsi dan opini yang salah atas niat baik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengembalikan gerbong hukum kepada jalur yang benar.

Sebagaimana kita ketahui bersama, beberapa waktu yang lalu hingga saat ini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dalam hal ini; menteri Yasonna Laoly telah menjadi bulan-bulanan, di bully dan diserang oleh orang-orang yang mengatasnamakan penggiat anti korupsi melalui media cetak dan media elektronik. Dengan tuduhan tidak mendukung pemberantasan korupsi, ditambah embel-embel orang partai dst.

Logika kita seakan tersumbat oleh kepanikan yang tak menentu tentang korupsi: sebagai referensi jika tuan-tuan berkenan silakan baca buku testimony korban rekayasa kasus: 'Menantang Matahari Aku Bangga Dituduh Korupsi'; yang segera akan terbit, disana tuan-tuan akan tahu siapa sesungguhnya koruptor di Negara ini.

Dalam kesaksian ini, berdasarkan pengalaman yang saya alami:saya ingin menceritakan hal yang sebenarnya terjadi. Bila ditela'ah lebih dalam, banyak orang yang salahmengerti atau sengaja tidak mau memahami bahwa sesungguhnya pemerintah (Kemenkumham) telah berniat untuk mengembalikan hukum pada jalur yang benar. Namun dengan alasan pemerintah tidak mendukung pemberantasan korupsi, akhirnya banyak penggiat anti korupsi: entah mereka itu palsu atau asli, lalu menggiring opini publik kepada penilaian yang tidak objektif dan memberi peluang kepada oknum di lembaga penegak hukum lainnya untuk memiliki kesempatan berbuat curang mengimplementasikan penerapan PP 99 dengan cara yang salah.

Kemudian menyerahkan beban berat itu kepada Kementerian Hukum dan HAM sebagai lembaga terakhir yang bertanggung jawab dan menjadikan lembaga tersebut sebagai penampung masalah dengan segala konsekuensinya. Dipaksa melanggar undang-undang, digiring untuk menginjak-injak hak asasi orang lain.

Jika saja mereka mengetahui dan menyadari fakta yang tersembunyi dibalik aturan PP 99 yang memiliki potensi penyimpangan yang sangat besar; dimana aturan itu telah menjadi produk undang-undang yang absurd untuk dijadikan senjata pemberantasan korupsi, karena banyak disalahgunakan oleh lembaga penegak hukum lainnya, maka pasti mereka akan mendukung keputusan Kemenkumham untuk merevisi PP tersebut.

Karena dalam praktik dilapangan, sangat mudah menemukan oknum di institusi terkait yang memanfaatkan kesempatan; menjadikan surat sakti: kesediaan bekerjasama 'Justice Collaborator' membongkar korupsi itu, sebagai alat untuk memeras secara terselubung, ketika terpidana akan meminta surat sakti tersebut guna mengurus remisi atau PB di Lembaga Pemasyarakatan. Padahal pada tahap tersangka sudah divonis menjadi terpidana, Justice Collaborator apa lagi yang diperlukan?

Berdasarkan fakta dan alat bukti yang ada tidak semua koruptor yang divonis bersalah oleh oknum penegak hukum itu, telah melakukan tidak pidana seperti yang dituduhkan. Sangat banyak kasus yang direkayasa demi kepentingan pribadi oknum di institusi/lembaga untuk pencitraan, biar mereka dianggap concern memberantas korupsi, seperti yang dilakukan oleh oknum salah satu mantan Kajari Bengkalis dan oknum anggotanya dengan memalsukan audit BPK untuk menjerat tersangka. (Saya memiliki semua data termasuk bukti rekaman pemerasan yang dilakukan oleh oknum mantan Kasi Pidsus Kejari Bengkalis), pada saat yang tepat nanti akan saya laporkan ke aparat berwenang.

Sungguh malang nasib narapidana korupsi semacam ini, sudah dimasukkan ke penjara dengan segala rekayasa, kemudian tidak boleh mendapat remisi dan Pembebasan Bersyarat pula, apakah hal seperti ini bukan diskriminasi atas pelanggaran hak asasi manusia namanya?

Sebagaimana telah disampaikan secara gamblang oleh menteri Hukum dan HAM, beliautelah mengilustrasikan secara keilmuan dan mengajak semua tokoh penggiat anti korupsi baik lembaga maupun LSM untuk duduk bersama membahas secara ilmiah, agar tidak terjadi pelanggaran hukum dan undang-undang apalagi sampai melagar Hak Asasi orang lain yang juga dijamin oleh undang-undang bagi setiap warga Negaranya.

Apakah kemudian saking bersemangat untuk menghukum, sampai-sampai semua pihak tidak mau mengerti, apa yang disampaikan oleh menteri Hukum dan HAM?:bahwa polisi sesuai tupoksinya bertindak sebagai penyidik; Institusi Kejaksaan dalam tugasnya adalah Penuntut Umum; Majelis Hakim sesuai tugas dan fungsinyaadalah untuk memeriksa, menguji dengan teliti sesuai fakta dan alat bukti yang sah, lalu kemudian memvonis. Selanjutnya sebagai lembaga terakhir Kemenkumham yang berada di garda terdepan bertanggung jawab melakukan pembinaan terhadap siapa saja yang telah dituduh mejadi penjahat, baik bagi orang-orang yang secara murni melakukan tindak pidana maupun bagi mereka yang menjadi korban kriminalisasi. Sebagai lembaga hukum yang memiliki aturan dan etika moral; kemenkumham dalam hal pembinaan itulah diperlukan Reward bagi yang benar-benar telah berkelakuan baik.

Sebagaimana contoh yang ditunjukkan oleh Allah Swt, bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa saja masih Maha pengampun: senantiasa memberi remisi dan pembebasan bersyarat kepada umat-Nya, sebagaimana firman Allahdi dalam surah An-Nisa: {dan barangsiapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.} (QS: An-Nisa [4] 110)

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Allah ta'ala telah berfirman: "Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak perdulikan lagi, wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula." (HR. Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)(Tirmidzi No. 3540).

Apatah lagi kita sebagai manusia yang belum tentu bersih seputih salju, apakah kita harus berperilaku sombong dan angkuh, mengatakan orang itu jahat, kami ini baik, orang itu salah harus dihukum berat, padahal mereka telah menjalani hukuman dunia dengan sangat berat. Perlu diketahui, yang namanya penjara: bagi orang yang berakal, seharipun dihukum pasti akan terasa berat. Tetapi bagi manusia-manusia yang suci diluar sana masih saja tetap mengatakan kurang. Mengapa? Karena mereka sudah merasa setengah dewa dan tidak tahu cara memberantas korupsi yang sesungguhnya.

Yang pasti, selagi oknum penegak hukum seumpama di lembaga Kejaksaan dan lembaga Pengadilan dipenuhi oleh oknum-oknum yang tidak bersih maka jangan salahkan sistem pembinaan dipenjara dan segala aturan pemberian remisi yang jadi kambing hitam pemberantasan korupsi tidak berhasil. Berdasarkan pengalaman yang saya alami dapat dipastikan korupsi tidak akan pernah berhasil dibasmi dimuka bumi ini, karena koruptor sejatinya masih tetap berkeliaran diluar sana, yang dipenjara hanyalah korban hukum fatamorgana.

Saat ini sangat banyak orang-orang yang tidak mengerti duduk persoalan tetapi berbicara melebihi kuasa Allah Yang Maha Mengetahui. Padahal perilaku mereka sendiri terkadang tidak lebih baik dari orang yang dihujat. Sudah banyak bukti, bahwa di Negeri ini, ada juga orang yang saat giliran ditunjuk sebagai tersangka atau baru saja akan diperiksa, lalu sibuk mencari dukungan mengatakan telah terjadi kriminalisasi, sementara terhadap orang lain mereka langsung memvonis bersalah sebelum terbukti. Inilah fakta pencitraan semu yang sedang terjadi saat ini.

Berdasarkan pengalaman saya: Justice Collaborator yang seharusnya sangat efektif dilaksanakan pada proses pemeriksaan tersangka; proses penuntutan dan proses memutuskan perkara, tetapi dalam praktiknyamalah tidak dilakukan. Padahal saat itulah seharusnya mereka mencari pelaku utama korupsi yang sebenarnya dan menentukan hukuman bagi orang-orang yang tidak bersedia diajak bekerjasama mengungkapkan korupsi. Namun hal tersebut tidak pernah dilakukan,malahan mereka mencari-cari kesalahan yang tidak sesuai fakta lalu bernegosiasi, bila telah berhasil mendapat upeti maka orang-orang tersebut dibebaskan atau diberi hukuman rendah. Yang tidak bersedia memberi upeti mereka hukum tinggi.Itulah fakta yang terjadi dalam pemberantas korupsi yang saya alami di Negeri seribu satu mimpi ini.

Kemudian setelah terpidana sudah berada di domain Kementerian Hukum dan HAM barulah semua sibuk mengobok-obok: bahwa terpidana tidak boleh mendapat remisi, tidak boleh mengurus PB. Saat masih berada di lembaga lain tidak ada yang mau menyelidiki apakah proses hukum sudah bernar-benar berjalan dengan baik? Semua penggiat anti korupsi seakan tidak perduli, meskipun ada yang melaporkan dan bernyanyi. Dengan fakta yang terjadi,apakah ini namanya penegakan hukum yang adil?

Setelah itu mereka memaksa Kemenkumham untuk melanggar undang-undang dan menginjak-injak hak orang lain, lalu dihujat ketika memberi remisi dan pembebasan bersyarat. Padahal sesungguhnya Remisi dan PB adalah hak atas pertaubatan seseorang setelah berbuat khilaf seperti halnya bagi terpidana kasus lain yangdiatur dalam undang-undang.

Bukankahundang-undang mengharuskan siapa saja yang mendorong orang lain untuk melanggar hukum, menginjak hak orang lain; semestinya mereka harus mendapat hukuman setimpal? Saya rasa jika hukum diberikan bagi pelaku yang mendorong terjadinya pelanggaran undang-undang, maka tidak akan ada lagi yang asbun secara subjektif menuduh orang lain tanpa berpedoman kepada norma hukum yang berlaku.

Jangan sampai terjadi modus: maling teriak maling, diluar sana mereka menghujat berantas korupsi dengan hukuman potong jari dan pemiskinan tetapi akhirnya terbukti sebagai pelaku korupsi yang lebih mahir dan masif.

Sebagai narapidana yang dituduh korupsi dalam kriminalisasi dengan cara-cara tak terpuji; saya sangat setuju koruptor dihukum berat sesuai kadar kesalahannya. Tetapi jangan sampai orang yang salah ketik surat, kemudian karena tidak memberi upeti kepada oknum penegak hukum yang melakukan penyidikan, lalu dihukum tinggi, kemudian yang memberi upeti dihukum rendah malah ada yang dibebaskan.

Sekali lagi, jika terbukti benar-benar bersalah tanpa rekayasa; silakan beri hukuman berat disaat proses pemeriksaan, penuntutan dan pada waktu vonis diketuk di pengadilan. Bila perlu buat undang-undang dalam bentuk ganjaran denda 10 kali lipat dari harta korupsi yang didapat. Jika denda sudah berlaku, semestinya tidak perlu menghamburkan uang Negara untuk membangun sejuta penjara untuk koruptor: terlalu kuno, dengan denda tersebut Negara akan diuntungkan 10 kali lipat. Tetapi sekali lagi penegak hukumnya harus jujur dan memiliki integritas diatas rata-rata, kemudian mari sama-sama kita awasi gerak-geriknya.

Perlu juga saya sampaikan, dalam hal denda ini,saya pernah menyarankan kepada penegak hukum yang menangani perkara saya, jika terbukti saya melakukan korupsi dan merugikan keuangan Negara, dengan ikhlas saya izinkan kepada mereka untuk menyita harta kekayaan saya sebesar 20 kali lipat dari nilai yang diduga oleh oknum Jaksa di Kejaksaan Negeri Bengkalis. Tetapi hal itu tidak pernah mereka lakukan, karena mereka bekerja bukan untuk memberantas korupsi, melainkan memanfaatkan kesempatan untuk mencari korban yang tidak menghasilkan apa-apa bagi mereka, demi kepentingan pribadi untuk target kinerja agar tetap menjaga nama institusi mereka supaya senantiasa diberi wewenang dan dianggap serius dalam memberantas korupsi karena memberantas korupsi ini banyak duitnya dan bisa bermain mata dengan koruptor yang sebenarnya.

Kepada yang terhormat penegak hukum, pakar hukum, juru sita, PPATK dan para ahli lainnya, lewat tulisan ini, sebagai Test Case; saya himbau kembali kepada bapak-bapak, tuan-tuan yang berkompeten memeriksa perkara korupsi untuk memeriksa, menyaksikan, kemudian memutuskan terhadap aliran dana yang saya korupsi.

Demi pembuktian pemberantasan korupsi,saya yang telah di vonis lebih dari 9 tahun penjara ini, mulai hari ini, detik ini, mengizinkan kepada aparat penegak hukum dan para ahli yang memiliki peralatan canggih, untuk menyita harta kekayaan yang saya korupsi sebesar 20 kali lipat dari yang dituduhkan oleh Jaksa di Kejaksaan Negeri Bengkalis.

Please ada yang berani?

Demikian surat terbuka ini saya tulis, agar bermanfaat untuk solusi terbaik dalam pemberantasan korupsi guna mengakhiri polemik yang terjadi demi keadilan hukum di Negeri ini.

Akhirulkalam, saya ucapkan;

Wabillahi Taufik Walhidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Wasalam

Iwan Eriadi

Ditembuskan:

Kepada yth: seluruh rakyat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun