Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

amarah

1 Februari 2025   16:00 Diperbarui: 1 Februari 2025   15:57 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau saja pertanyaan ini diajukan kepada pembaca, mungkin akan didapat jawaban yang hampir sama. Sebuah pertanyaan singkat. Pernahkah anda marah ? Sampai seberapa lama rasa amarah itu tinggal di hati anda? Ini bisa merembet kemana-mana tergantung respon masing-masing individu dalam menyikapinya. Sama halnya juga saat sebuah pertanyaan diajukan. Pernahkah anda berhutang ? Inipun membawa respon ke segala arah. Karena bisa saja tanpa sadar kita sudah berhutang baik secara jasmani maupun rohani. Bak pepatah katakan hutang budi dibawa mati.

 

Seperti halnya saat penulis melakukan salah satu kegiatan seorang pensiunan di pagi hari. Apalagi kalau bukan mendengarkan dan melihat berita-berita yang up to date lewat layar kaca. Masih terngiang beberapa waktu yang lalu. Penulis lupa waktu tayangnya. Tetapi ini benar terjadi di negeri khatulistiwa yang memiliki nitizen begitu luar biasa.

man-5892134_640))
man-5892134_640))

Salah satu berita yang membuat miris adalah tentang seorang isteri yang tega membunuh suaminya dengan dibantu anak perempuannya dan pacar anaknya. Persoalannya adalah si suami tidak mau membayar hutang-hutang yang dilakukan oleh isterinya. Dan penolakan itu membuat isteri gelap mata, hingga tega membunuh suaminya yang sudah memberinya anak perempuan semata wayang yang sudah gede. Dan rasanya ini membuat kita yang waras jadi mengernyitkan kening. Persis seperti ada tertulis.

Dosa bertutur di lubuk hati orang fasik; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu. Bisa jadi benar adanya, karena benaknya hanya diliputi bagaimana hutang-hutang bisa terbayar. Sehingga tidak ada lagi rasa takut kepada suami apalagi kepada Sang Khalik. Dan kisah itu tidak berhenti di situ. Karena sesudah bertiga melakukan pembunuhan, si isteri segera menarik dana Pinjaman Online dari hape milik suaminya kurang lebih lima puluh juta, untuk membayar semua hutang-hutangnya.

Di dalam benak penulis ini adalah sebuah kegilaan yang sungguh-sungguh luar biasa. Bayangkan, seorang suami yang sudah bekerja keras bahkan sudah memberi seorang anak. masih tega ditelikung dari belakang oleh isterinya sendiri. Bisa jadi karena penghasilan yang dibawa pulang ke rumah tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga sang isteri melakukan hutang secara membabi buta. Ataukah ada nuansa konsumtif dari sang isteri yang melebihi ambang batas karena tidak mau kalah dengan tetangga sekitar yang ekonominya lebih baik ?

knife-376383_640
knife-376383_640

Namun di balik semuanya ini, artinya apa? Dengan tidak perlu melakukan investigasi yang mendalam sudah bisa ditebak kemana arah pembunuhan ini. Tentu saja sebuah perencanaan dan rancangan sudah tersusun dibalik rasa amarah yang memuncak yang ada di benak sang isteri, karena sudah dipenuhi nafsu angkara murka. Dengan kata lain, sebelum melakukan pembunuhan terhadap suaminya, mereka bertiga sudah berkolaborasi merencanakan tindak kejahatannya. Seperti sebuah kalimat yang tertera di Kitab Suci. Kejahatan dirancangkannya di tempat tidurnya, ia menempatkan dirinya di jalan yang tidak baik.

Bersyukur saja, dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam semua pelaku bisa diringkus. Berawal dari kecurigaan keluarga besar pihak suami, yang mengetahui ada luka lebam di tubuh jenazah. Sekalipun penulis tidak tahu ujung dari proses ini, apakah sudah masuk atau belum ke ranah persidangan, tetapi sesuai hukum pidana yang berlaku, ada pasal dan ayat yang menyebutkan, semua pelaku bisa dihukum mati. Dan inipun persis seperti ada tertulis. Lihat, orang-orang yang melakukan kejahatan itu jatuh; mereka dibanting dan tidak dapat bangun lagi.

creativity-819371
creativity-819371

Menjadi menarik, kalau kita bisa membaca dan bisa menangkap sekaligus menterjemahkan sesuatu yang ada di sekeliling hidup kita dengan berkaca dari ke-Iman-an masing-masing. Seolah menjadikan tolok ukur, bagaimana bisa mengendalikan rasa amarah yang timbul sebagai respon dari tindakan orang lain, orang yang terdekat, bahkan keluarga sendiri. Karena tidak menutup kemungkinan, setiap hari kita bisa saja diperhadapkan dengan hal-hal yang memancing emosi dan timbul rasa marah. Tetapi satu hal yang senantiasa Tuhan ingatkan lewat penulisan ayat-ayat. Berhentilah marah dan tinggalkan panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.

world-3043067 (3)
world-3043067 (3)

Jadi bagaimana ? Saat kita diperlakukan tidak adil bahkan mungkin dizolimi dengan semena-mena, apakah kita juga akan membawa panas hati sampai malam hari di tempat tidur ataukah kita mau berdamai dengan Sang Khalik ? Seteguk kopi pahit di sore hari ini yang masih mendung gelap, seakan menyadarkan tidak selamanya hidup itu pahit. Begitu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun