Menjadikannya sebuah contoh, saat isteri mengalami apa yang disebut frozen shoulder. Tanpa disadari ada perubahan temperamen akibat sakit yang dideritanya. Apakah ini sesuatu yang direncanakan ? Tentu saja tidak bukan ? Hanya pada prakteknya di lapangan, ternyata ini membuktikan, bahwa sesuatu yang sedang dideritanya bisa berdampak langsung kepada  kejiwaannya.
Karena tanpa sadar. ketika seseorang sedang merasa jatuh dan sendiri, karena suatu keadaan, adakalanya perlu yang namanya penguasaan diri dan tidak tenggelam dalam emosi apalagi dendam yang menumbuhkan akar kepahitan. Perlu adanya kelemah lembutan dalam menerima sesuatu yang tidak bisa dinalar oleh hati. Perlu adanya kesetiaan tingkat dewa, ketika merasa dipinggirkan. Perlu adanya kebaikan yang tetap ditampilkan, sekalipun di mata orang lain kita dianggap tidak baik. Perlu adanya juga kemurahan di dalam ruang hati kita, sekalipun kita disakiti. Perlu juga kesabaran, ketika kita diperdaya oleh orang lain. Sebuah terapi bukan lagi sebatas teori. Karena semuanya itu akan bermuara kepada Kasih, Suka Cita dan Damai Sejahtera.
Mungkin tidak perlu bertanya kepada rumput yang bergoyang, bagaimana sikap hati dalam diri terhadap sesama yang sudah memperdaya kehidupan jasmani dan rohani kita. Karena sejatinya kita adalah biji mata-NYA. Apapun yang sedang kita hadapi. Karena sekali lagi, kita bukanlah siapa-siapa di hadapan-NYA. Jadi tidak perlu lagi mencoba lari dari kenyataan. Apalagi menyimpan dendam. Seperti kalimat bijak. Saudara-saudarku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis ; Pembalasan itu adalah hak-KU. Akulah yang akan menuntut pembalasan. Dan tiba-tiba saja isteri penulis sudah keluar dari ruang fisioterapi, sambil berkata, sudah selesai. Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H