Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Uang...

29 Januari 2024   14:15 Diperbarui: 29 Januari 2024   14:26 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata sebagian orang, dalam kondisi terpepet, seseorang bisa melakukan sebuah tindakan yang boleh dikatakan di luar nalar akal sehat. Bahkan setali tiga uang, dalam kondisi terdesak, seseorang juga kadangkala dapat melakukan kekuatan ekstra yang sejujurnya tidak bisa ia duga sebelumnya, dimana kekuatan tersebut tidak bisa dilakukannya dalam kondisi normal. Tidak heran orang sering menyebutnya the power of kepepet, disamping istilah lain the power of emak-emak.

Seperti halnya orang yang takut dengan binatang yang namanya anjing. Orang tersebut  mendadak bisa berlari cepat dua kali dari kemampuan normalnya, ketika tiba-tiba dikejar seekor anjing. Saat teringat kejadian itu, orang tersebut tentu tidak habis pikir dan menduga bisa berlari secepat itu. Bisa jadi banyak contoh lain di sekitar lingkungan kita, atau mungkin kita sendiri yang sudah pernah mengalaminya. 

httpspixabay.comidphotossiluet-orang-4405825
httpspixabay.comidphotossiluet-orang-4405825

Mungkin ada orang yang tiba-tiba bisa melakukan lompatan tinggi, karena menghadapi situasi kebakaran yang melalap rumahnya di lantai tiga. Dan dalam kondisi normal tentu saja tidak akan berani melakukannya. Atau karena seseuatu yang menakutkan, seseorang bisa saja melakukan tindakan melompati dinding setinggi dua meter dengan sekali lompatan.

Layaknya sebuah ungkapan yang seringkali beredar di lingkungan kita dengan pendekatan logika dalam situasi kepepet adalah, uang bukanlah segalanya tetapi segalanya membutuhkan uang. Uang tidak dibawa mati, tetapi kalau tidak ada uang rasanya mau mati. Benar ? Sebuah pendekatan yang bisa dialami siapa saja. Karena tanpa uang menjadikan seseorang kepepet dan berani melakukan tindakan yang bisa membahayakan orang lain.

Seperti yang penulis lakukan saat mengantar isteri ke dokter di sebuah rumah sakit swasta di Semarang karena di indikasi mengalami frozen shoulder atau peradangan otot di sekitar bahu kanannya. Dalam situasi keuangan seorang pensiunan dan atas saran saudara-saudara di komunitas, disarankan menggunakan dana BPJS saja, mengingat proses pemulihannya cenderung lama dan harus bolak balik fisioterapi. Bahkan dokter sendiripun langsung menyarankan penggunaan biaya BPJS.

httpspixabay.comidphotoskembali-rasa-sakit-bahu-cedera-5163495
httpspixabay.comidphotoskembali-rasa-sakit-bahu-cedera-5163495

Menyadarkan akan arti nilai uang dalam sebuah proses perjalanan kehidupan yang tidak pernah diduga di satu sisi, dan bisa jadi menyudutkan dalam kondisi kepepet di sisi yang lain. Bahkan mungkin tidak saja uang, tetapi keberadaan harta benda dan kekuasaan. Sebuah pendekatan yang bisa dialami siapa saja, bahkan sejarah mencatat, seperti kasus ini. Ah, kalau kami mati tadinya di Tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi DAGING dan MAKAN ROTI sampai kenyang ! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk MEMBUNUH seluruh Jemaah ini dengan kelaparan.

Sebuah proses dalam perjalanan kehidupan manusia, yang secara sadar atau tidak sadar akan dialami oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Bisa jadi orang seringkali untuk mencoba protes kepada Sang Khalik, akibat apa yang diharapkan jauh dari kenyataan. Sehingga membawa dalam kondisi kehidupan yang terpepet dan terhimpit. Atau bisa juga diperhadapkan dengan kondisi sebaliknya. Mungkin ada sebagian orang yang hidup berkecukupan bahkan berkelimpahan dibandingkan dengan kehidupan orang lain, masih saja ada yang berasa kurang. Yang kurang inilah, yang kurang itulah, seperti sebuah ketamakan yang tidak pernah habis. Dan ini jamak kita temui di sekeliling kita.

httpspixabay.comidphotoskursi-sofa-mebel-jalan-1840011
httpspixabay.comidphotoskursi-sofa-mebel-jalan-1840011

Banyak orang bilang ujian terberat adalah saat kita sedang ada di puncak karir dan dalam posisi berkelimpahan ditambah pegang kekuasaan. Karena seakan semuanya bisa dilakukan tanpa batas. Seperti yang terlihat pada hari-hari akhir ini. Kekuasaan bisa menjadi barang yang absolut di hadapan orang lain yang kastanya lebih rendah. Dan dalam posisi seperti itulah manusia diuji oleh Yang Maha Kuasa, sebagaimana apa yang pernah penulis baca.

Lalu berfirmanlah Tuhan kepada Musa; Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu; maka bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari sebanyak yang perlu untuk sehari, supaya mereka KUCOBA, apakah mereka hidup menurut Hukum-Ku atau tidak.

Sebuah fakta yang tidak bisa dihindari, karena saat itupun Tuhan sudah memberikan peringatan kepada sebuah bangsa, apakah dengan berkat yang diterima setiap harinya, bangsa ini masih manut dan tunduk akan Hukum Tuhan.

Rasanya tidak berlebihan kalau membaca di area sekitar kita. Ketika mencoba melakukan antisipasi saat kondisi mulai masuk dalam tahap kepepet, banyak kemudian hal yang aneh-aneh yang dilakukan oleh manusia. Mungkin dengan cara menaikkan taraf ketamakan dan meningkatkan taraf kerakusan dengan pola-pola yang makin canggih dan rapi tertata. Berharap dengan demikian, hidupnya tidak mengalami situasi kepepet sampai tujuh turunan.

httpspixabay.comidphotosmeredakan-keseimbangan-mudah-3134828
httpspixabay.comidphotosmeredakan-keseimbangan-mudah-3134828

Sejatinya hidup itu berlaku berkeseimbangan dan berkesinambungan, dengan ucapan syukur akan apa yang sudah kita terima, yang sedang kita terima dan akan apa yang akan kita terima. Bukan dengan ketamakan dan kerakusan. Karena pada dasarnya orang yang mengumpulkan banyak, TIDAK KELEBIHAN dan orang yang mengumpulkan sedikit, TIDAK KEKURANGAN. Tiap-tiap orang mengumpulkan menurut keperluannya. Begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun