Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dibuang....

23 Januari 2024   11:45 Diperbarui: 23 Januari 2024   12:01 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
httpswww.pexels.comid-idfotofoto-close-up-botol-plastik-2409022

Layaknya sudah menjadi jadual yang tetap buat komunitas penulis setiap minggu sekali bertemu. Dan tanpa harus dipaksakan rasanya ini menjadi sutu pertemuan rutin mingguan dimana bisa bertemu dengan topik bahasan yang berbeda dengan segala permasalahannya dan mencoba merespon sambil memberikan semangat untuk terus maju sekalipun usia rata-rata sudah di atas lima puluh lima tahun.

Tidak bisa dipungkiri memang sebagai mahluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama ke kanan maupun ke kiri, ke depan maupun ke belakang. Apalagi komunitas ini terdiri dari masing-masing suami isteri, dan sudah berjalan hampir dua belas tahun, sehingga rasanya rasa kekeluargaannya demikian mengental.

httpswww.pexels.comid-idfotoorang-berbentuk-bulat-berdasarkan-sepatu-609771
httpswww.pexels.comid-idfotoorang-berbentuk-bulat-berdasarkan-sepatu-609771

Bukan suatu kebetulan, kalau kemarin, salah seorang dari kawan anggota komunitas datang bersama dua saudaranya yang tinggal di pedalaman Kalimantan Tengah. Membayangkan sebuah daerah yang masih harus dijangkau lima jam perjalanan dari ibu kota Palangkaraya, dengan menggunakan transportasi darat melewati jalan yang berlumpur, apalagi seperti musim hujan saat ini atau menggunakan transportasi sungai dengan perahu mesin yang terbuka,

Membayangkan pula bagaimana ragam pola hidup di daerah yang jauh dari ibu kota propinsi bahkan jauh dari kehidupan ibu kota Negara khatulistiwa yang hingar bingar. Sedikit terlintas dalam benak pikiran penulis bisa jadi masih ada perbedaan dalam kemajuan pembangunan, teknologi maupun dalam pergaulan di kalangan anak-anak mudanya.

Di tengah obrolan sambil menyantap nasi tumpeng kuning dengan deretan lauknya yang beraneka rupa menutup nasi kuning karena ada seorang kawan komunitas yang kebetulan berulang tahun. Tanpa dikomando, tiba-tiba semua yang hadir dalam pertemuan malam itu, mendadak berhenti mengunyah makanan, mendengar cerita dari salah seorang saudara yang jauh dari Kalimantan Tengah tersebut.

httpspixabay.comidphotostumpeng-makanan-tradisional-705589
httpspixabay.comidphotostumpeng-makanan-tradisional-705589

Bagaimana pengalamannya sebagai bidan bertahun-tahun, membalikkan bayangan penulis yang sudah ada di kepala. Sebagai bukti bahwa pergaulan anak-anak muda di sana, tidak tertinggal seperti pergaulan anak-anak muda di pulau Jawa pada umumnya. Betapa tidak. Sepanjang bertugas sebagai bidan yang hidup jauh di daerah, dia sudah pernah mengalami paling tidak lima kali menerima bayi yang begitu saja ditinggalkan ibunya setelah proses kelahiran selesai. Dan akhirnya ini sudah dirawat bak anak sendiri.

Tidak bisa dibayangkan oleh penulis, bagaimana seorang ibu tega membuang anak darah dagingnya sendiri, sekalipun masih beradab dengan cara ditinggalkan di klinik bersalin dengan meninggalkan tagihan pembayaran. Karena di luar sana masih ada yang tega juga membuang bayinya, bak sampah yang dibuang begitu saja tanpa ada rasa belas kasihan buat keturunannya.

Dari deteksi, banyak yang melakukan hal tersebut karena faktor takut kepada keluarga besar karena hamil sebelum nikah, atau karena melahirkan tanpa suami yang jelas. Atau bisa juga karena ketakutan masa depan yang tidak berlandaskan keuangan yang kuat. Atau bisa juga melahirkan akibat traumatik sebagai korban perkosaan dan pelecehan seksual yang sudah dilakukan oleh orang dalam lingkaran keluarga terdekat.

Rasanya menjadi miris, mendengar bagaimana anak-anak yang terlahir sedemikian rupa, begitu saja ditinggalkan ibunya tanpa mau peduli kelangsungan hidup anak darah dagingnya sendiri yang di cetak akibat nafsu duniawi yang diterima mentah-mentah tanpa mencoba memagari hidupnya dengan iman yang kuat kepada Tuhan Sang Pencipta.

httpspixabay.comidphotosbayi-peduli-sedang-tidur-baru-lahir-20339
httpspixabay.comidphotosbayi-peduli-sedang-tidur-baru-lahir-20339

Terpikir oleh penulis, dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya ? Sekalipun dia melupakannya. Tuhan tidak akan melupakan engkau. Di tengah pembicaraan yang terus berlanjut, penulis mencoba berpikir begini, apakah si ibu tadi tidak pernah merasakan bagaimana dulu dilahirkan dari rahim ibunya dan dipelihara hingga saat ini. Dan kalau itu dikembalikan secara runut, bukankah itu semua karena kehendak dan otoritas Sang Khalik.

Dalam suapan nasi kuning yang kesekian kalinya, hanya terbayang bahwa ternyata pergaulan bebas anak-anak muda di luar jawa bisa jadi sudah sejajar dengan tata cara pergaulan bebas di tanah jawa. Hubungan sex bebas menjadi suatu penyakit yang cepat merebak dan demikian menular dengan cepat. Tanpa bimbingan dan proteksi yang benar dari orang tua bisa menjadikan generasi anak muda sekarang menjadi generasi yang liar.

httpspixabay.comidphotosuang-uang-kertas-rupiah-indonesia-7340892
httpspixabay.comidphotosuang-uang-kertas-rupiah-indonesia-7340892

Ini bisa dibuktikan bagaimana seramnya tawuran dengan sudah dibekali senjata tajam yang seakan mau berperang dengan penjajah. Bagaimana seramnya pergaulan demi beroleh uang secara instan untuk bisa hidup bak sultan, rela mengorbankan tubuh dan keperawannya dan menggantinya dengan lembaran uang ratusan ribu. Bagaimana seramnya banyak kasus bayi yang baru terlahir, terbuang begitu saja. Tanpa kita sadari, inilah fakta yang ada di sekitar lingkungan dimana bisa jadi kita tinggal dan hidup. Dan waktu menit demi menit terus berjalan, sementara nasi kuning sudah tidak lagi berbentuk gunungan tumpeng. Semua ludes. Begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun