Penulis baru saja mencuci bersih mobil tua dengan shampo yang diperuntukkan buat kendaraan roda empat, setelah kemarin seharian mobil ini terkena hujan lebat di sepanjang perjalanan dalam kota Semarang. Tidak hanya air hujan yang menerpa, tetapi ada air lumpur yang terciprat setelah roda mobil melewati genangan air yang banyak bertebaran di jalan raya. Dan itu menimbulkan kotoran-kotoran menempel di body mobil. roda dan juga dek bawah mobil.
Sebetulnya penulis agak malas juga buat mencuci mobil, mengingat cuacanya masih tidak bersahabat. Bahkan baru saja selesai mencuci mobil inipun, hujan turun dengan tiba-tiba tanpa aba-aba. Tetapi kalau ini tidak dilakukan, bisa berakibat di kemudian hari. Apalagi dihubungkan rasa malas dengan keteledoran yang bisa mengakibatkan sesuatu yang tidak terduga bisa saja terjadi.
Tidak pernah terbayangkan dan terpikirkan kalau seseorang akan bisa berbuat teledor yang berakibat buruk. Tidak pernah juga terpikirkan keteledoran ini bisa dialami siapa saja. Mungkin yang bisa dirasakan keteledoran ini bermuasal dari rasa malas, lupa akan suatu hal atau mengesampingkan sesuatu yang seharusnya menjadi pakem dalam hidup.
Seperti halnya yang dialami seorang kawan pengusaha yang berkecimpung dalam per- meubel-an. Maksud hati mengajak anak-anak muda yang sudah lulus sekolah dan belum mendapatkan pekerjaan, untuk diajak bekerja sama dengannya. Sebuah toko dibukakan dan segala isi perabotan meubel yang akan dijual sudah disiapkan oleh kawan penulis ini. Semuanya serba siap dan dijalankan dengan semangat empat lima oleh anak-anak muda ini.
Berjalannya waktu, sesuatu hal terjadi yang tidak disangka, tidak terbayangkan dan juga tidak terpikirkan oleh kawan penulis ini. Hampir seluruh isi toko dicuri oleh pembobol di suatu malam. Dan tentu saja itu menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Padahal rasanya waktu berjalan belum ada setahun saat bekerja sama dalam berjualan meubel. Belum juga tercapai break even point.
Di satu sisi mungkin kawan penulis teledor saat akan memulai kerja sama ini, dengan begitu saja mempercayakan pengelolaan toko meubel ini, dengan hanya berlandaskan rasa kasih, untuk bisa membantu anak-anak muda bisa bekerja, tanpa mengorek latar belakang mereka secara detail. Di satu sisi yang lain, anak-anak muda ini teledor juga dalam hal menangkap sebuah kepercayaan yang telah diberikan oleh seseorang. Karena ketika kejadian pembobolan berlangsung, toko tersebut dibiarkan tutup tanpa ada yang menunggu dan yang berjaga. Sebuah keteledoran ? Bisa jadi.
Menjadikan suatu kerepotan ketika kemudian dilakukan audit. Di pihak kawan penulis mencoba memberi jalan tengah dengan cara, meringankan kerugian yang diderita karena meubel yang tercuri, sebesar setengah dari nilai kerugian yang ada. Anggap saja total kerugian yang setelah diaudit sebesar tiga puluh juta, maka anak-anak muda ini diberi tanggung jawab untuk mengembalikan kerugian sebesar lima belas juta saja.
Penulis merasa ini suatu cara win-win solution yang bisa dapat diterima kedua pihak. Karena ternyata dari pihak anak-anak muda yang mengelola toko meubel ini pun mau bertanggung jawab dan menerima konsekuensi yang dijatuhkan. Apakah ini selesai secara instan, bak bikin mie rebus racikan pabrik ? Ternyata tidak semudah yang dibayangkan dan tidak serumit yang dipikirkan. Karena sampai saat ini cerita dari kawan penulis, masalah ini belum juga selesai. Yang artinya tidak ada pembayaran ganti kerugian dari pihak anak-anak muda yang tadinya mendapat kepercayaan untuk mengelola toko meubel.