Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ajakan....

5 Januari 2024   15:25 Diperbarui: 5 Januari 2024   15:46 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasanya baru bulan kemarin penulis memangkas rambut di tempat potong rambut Madura yang sudah menjadi langganan sejak anak bontot masih bersekolah di sekolah dasar. Sejenak melewati tempat mangkal bus-bus antar kota yang sedang ngetem menunggu penumpang yang tidak henti sepanjang dua puluh empat jam di ujung exit tol Banyumanik Semarang. Entah siapa yang dahulu punya ide area ini diadikan tempat terminal bayangan hingga rasanya tidak lekang oleh waktu. Bahkan tidak menutup kemungkinan bakal akan ada terus sampai kiamat tiba.

Banyaknya bus-bus yang berderet antri tidak jarang menimbulkan kemacetan. Entah itu bus jurusan Solo, Surabaya atau bus jurusan Magelang, Yogyakarta dan juga ada bus jurusan Purworejo, Purwokerto, Cilacap. Bahkan ada juga yang ambil jurusan Majenang, Banjar hingga Tasikmalaya. Belum lagi ukuran busnya yang memang berbody besar. Hingga terkadang membuat antrian panjang kendaraan yang keluar dari tol, terutama pas jam pulang kantor.

httpspixabay.comidphotosbis-biru-surga-awan-bepergian-2546383
httpspixabay.comidphotosbis-biru-surga-awan-bepergian-2546383

Sambil menikmati gaya guntingan anak muda berdarah Madura tulen dengan tarif dua puluh ribu bonus cukur jenggot, penulis kembali teringat saat tadi sempat kejebak macet di sela-sela deretan bus-bus antar kota antar propinsi. Di dalam kepungan udara yang terjebak di dalam helm yang penulis pakai, sempat terdengar para calo bus yang berteriak dengan volume yang tinggi menawarkan kepada penumpang yang akan bepergian.

Masih dalam bayangan bagaimana dengan semangat empat limanya, para calo berteriak, merayu bahkan kadangkala dengan tega dan kasarnya menarik penumpang untuk masuk ke dalam bus yang ditawarkan. Entah kemana jurusannya. Mungkin yang ada dalam pikirannya adalah seberapa banyak orang yang harus di gaet agar urusan dapur tetap mengebul. Tidak berpikir lagi tentang respon calon penumpang.

Menjadi lucu sebetulnya kalau dilacak dari teriakan-teriakan calo tersebut kepada orang lain tentang ajakan naik bus yang ditawarkan. Karena kalau saja kita mau iseng dan menawarkan balik kepada sang calo untuk naik busnya, kira-kira apakah dia mau naik ? Tentu saja tidak bukan ? Apalagi mau naik sampai ke Solo, Yogya atau Surabaya. Benar ?

httpspixabay.comidphotostangan-kebebasan-memuja-pria-4661763
httpspixabay.comidphotostangan-kebebasan-memuja-pria-4661763

Sama halnya yang pernah penulis dengar dari beberapa kawan beberapa tahun yang lampau. Beberapa orang mendadak menawarkan jalan pintas ke sorga dengan cara yang tidak lazim dengan ukuran pandang manusia normal. Dengan bujuk rayu bahwa apa yang akan dilakukan akan membawa rasa aman, rasa nyaman dan dengan segudang mimpi fasilitas sorgawi. Persis seperti apa yang dilakukan oleh para calo bus. Jadi kalau kemudian penulis bertanya balik, mengapa mesti orang lain yang ditawarkan untuk melakukannya ? Kenapa tidak anda yang terlebih dahulu berjumpa dengan Tuhan dan berangkat ke sorga hari ini ?

Memang dalam keseharian dengan cerminan fakta yang berserakan, ada saja yang membuat keimanan kita kepada Sang Khalik seolah bertabrakan. Sejauh mana kita mau berpegang kuat dan dengan landasan yang kokoh tentu tidak bakal terombang-ambing di samudera yang bergelora dengan tawaran duniawi yang menjulang tinggi. Sepertinya perlu dicermati akan satu hal. Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.

httpspixabay.comidphotospejalan-kaki-kaki-langkah-rakyat-8037900
httpspixabay.comidphotospejalan-kaki-kaki-langkah-rakyat-8037900

Bisa jadi sebagai mahluk yang bernama manusia dan yang diciptakan sempurna oleh Yang Maha Kuasa, tanpa sadar pernah berlaku juga sebagai calo-calo. Entah dalam hal apapun. Menawarkan sesuatu yang dianggap baik buat orang lain, tetapi tidak berani melakukan untuk dirinya sendiri. Sejumlah teori dipaparkan dengan detail, tetapi tidak sama sekali diuji buat dirinya sendiri. Memang benar apa yang tertulis. Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.

httpspixabay.comidphotosair-mancur-air-mengalir-basah-3412242
httpspixabay.comidphotosair-mancur-air-mengalir-basah-3412242

Belum lagi potongan rambut ala Madura selesai, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Dan kembali terbayang dengan calo-calo bus di terminal bayangan. Apakah dia tetap berteriak menawarkan bus-bus yang akan membawa calon penumpang kea rah kota yang dituju, ataukah dia hanya berteduh di emperan ruko-ruko yang berjejer sambil menunggu hujan reda. Dan penulis memilih untuk menunggu hujan reda. Karena penulis sungguh lupa membawa jas hujan di bagian jok sepeda motor yang penulis pakai. Begitu.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun