Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kuatir....

3 Januari 2024   12:25 Diperbarui: 3 Januari 2024   12:29 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
httpswww.pexels.comid-idfotoanak-laki-laki-berkemeja-hijau-crew-neck-melompat-dari-batu-hitam-di-pantai-939702

Hari belum pukul tujuh pagi, ketika penulis melihat tetangga samping rumah sudah bersiap mengantarkan anaknya ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor matiknya. Ada rasa ngeri dan kuatir melihat penampakan yang melintas di depan mata. Bagaimana tidak ? Tetangga ini yang seorang ibu muda dengan santai dan pede nya memboncengkan anaknya yang baru masuk sekolah dasar di tahun dua ribu dua puluh tiga kemarin tanpa menggunakan pengaman sama sekali. Apalagi helm di kepala anaknya. Si ibunya sendiri saja hanya menggunakan jaket berpenutup kepala, tanpa helm. Si anak hanya diperlengkapi jaket dan tas ransel di punggungnya. Sedang anaknya yang baru berumur dua tahun di taruh di depan sambil berdiri memegang setang motor matiknya.

Sebagai orang yang sudah lanjut usia, rasanya bukan berlebihan timbul rasa kuatir melihat adegan ini. Apalagi penulis pernah melihat kejadian dimana seorang anak yang berdiri di bagian depan motor matik, tanpa sadar menarik handle gas. Sehingga motornya lari tanpa kendali. Tetapi mungkin bagi si ibu muda ini, dia berpikir lebih kuatir lagi, kalau anaknya yang baru berumur dua tahun ditinggal sendiri di rumah, tanpa ada orang yang menjagainya. Sebuah kekuatiran yang tercipta dari sudut pandang pemirsa yang berbeda.

httpswww.pexels.comid-idfotowanita-mengendarai-motor-scooter-1838605
httpswww.pexels.comid-idfotowanita-mengendarai-motor-scooter-1838605

Memang, sejujurnya setiap manusia tidak bisa lepas dari rasa kuatir dari apapun dengan kadar yang tentu saja berbeda-beda. Bahkan sejak mata ini terbuka menyambut pagi setiap hari, sudah terbentuk rasa kuatir. Sekalipun, kaki belum juga menginjak lantai. Mungkin selembar kertas ukuran foliopun tidak cukup untuk menulis rasa kuatir yang timbul di benak masing-masing manusia. Meskipun ada pegangan iman kepada Sang Khalik.

Bisa saja hari ini timbul rasa kuatir, bagaimana harus menghadapi sakit penyakit yang harus diambil tindakan oleh tim medis di ruang operasi. Atau bisa juga timbul rasa kuatir, bagaimana menghadapi debt collector karena sudah beberapa kali menunggak tagihan. Atau juga kuatir bagaimana hari ini harus makan apa, karena sudah tidak bekerja dan berpenghasilan lagi. Atau bisa juga kuatir, apakah anak-anak bisa bersekolah dengan standar yang sesuai. Atau kuatir dagangannya laku tidak, karena banyak kompetitor muda yang terus tumbuh dengan inovasi-inovasi barunya. Dan masih banyak lagi rasa kuatir yang timbul.

Kawan-kawan penulis sempat berbincang dan berkomentar, melihat kehidupan penulis saat ini. Dengan kacamata yang tanpa bingkai, mereka mengatakan kalau kehidupan penulis sudah mapan, anak-anak sudah bekerja semua, sudah pensiun pula. Jadi tidak perlu ada yang dikuatirkan dalam masa tuanya. Tetapi apakah benar demikian ? Rasanya tidak juga. Karena penulis mencoba menjawab dari lubuk hati yang paling dalam dengan penuh kejujuran. Sekecil apapun. Masih ada juga timbul rasa kuatir, yang tentu saja tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Kecuali dengan Tuhan Sang Pencipta.

httpspixabay.comidphotostangan-makro-tanaman-tanah-tumbuh-1838658
httpspixabay.comidphotostangan-makro-tanaman-tanah-tumbuh-1838658

Tetapi adalah menjadi hal yang menarik, ketika sebuah rasa kuatir dibiarkan tumbuh tanpa kendali yang akan membuat sebuah lingkaran ketakutan di dalam diri manusia. Apalagi saat ketakutan terus memburu tanpa dicoba mencari solusi ataupun melalui pendekatan hati. Semua bisa berujung kepada depresi. Dan tidak menutup kemungkinan akan berakhir dengan bunuh diri.

Sudah banyak contoh tragedi di sekitar kehidupan dan lingkungan kita, sebelum menutup tahun anggaran dua ribu dua puluh tiga kemarin. Sebagai contoh saja. Banyak orang meninggalkan dunia dengan cara bunuh diri, karena depresi. Mereka tidak bisa membayar hutang pinjaman online yang menumpuk dan mencekik leher. Mereka tidak bisa berpikir jernih, apalagi mencoba berpikir untuk mencari jalan keluar. Bahkan kemungkinan besar mereka juga sudah hilang kepercayaannya kepada Tuhan.

httpspixabay.comidphotosperalatan-rsud-ekg-peralatan-medis-3089883
httpspixabay.comidphotosperalatan-rsud-ekg-peralatan-medis-3089883

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun