Beberapa waktu yang lalu, saat penulis mau memanaskan mobil tua milik penulis sekaligus mencucinya sambil berolah raga di pagi hari, tiba-tiba mata penulis tertuju kepada ban depan mobil sebelah kiri, yang sudah kempes alias tidak ada lagi angin yang memenuhi ban mobil, sesuai standar. Sejenak badan rasanya lemes, melihat kondisi mobil yang seolah miring mau rebahan. Apakah ini terkena paku yang ditebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab di jalanan ataukah karena penyebab lain. Entahlah.
Berusaha sendiri mengatasi ban yang kempes dengan mendongkrak dan mengganti dengan ban serep adalah sesuatu. Karena tidak stabilnya permukaan tanah ditambah lagi dongkrak yang digunakan untuk mengungkit bodi mobil sedang bermasalah, membuat tubuh ini banjir keringat. Bahkan keringat ini makin membanjir, tatkala ban ini dibawa ke tukang tambal ban, tetapi ditolak karena tidak bisa mengatasi ban yang bocor di posisi bagian samping ban alias bagian sidewallnya. Bukan bocor di tapak ban tubelessnya. Berasa langit mendadak jadi abu-abu.
Rasanya percaya saja kepada karyawan bengkel ban yang lebih professional dan sekaligus pusatnya jual ban mobil buat menangani ban mobil penulis yang bocor di bagian samping. Penanganan yang rapi dan relatif cepat, sekalipun harganya jauh berlipat daripada tambal ban tubeless biasa. Belum lagi ada jaminan garansi sebulan, membuat keringat ini agak sedikit berkurang. Dan tatapan langit kembali berwarna biru.
Tetapi sungguh tepat jaminan garansi yang diberikan. Karena kemarin malam, setelah selesai acara persekutuan doa dengan saudara-saudara kami, ban mobil yang sama kembali kempes. Dan kembali keringat membanjir begitu deras. Mengingat posisi jalan yang miring, apalagi masih basah akibat hujan yang turun sebelumnya, ditambah lagi sang dongkrak merasa berat untuk diungkit. Bisa jadi sudah capai karena tuanya.
Dan tidak bisa tidak, mau tidak mau, suka tidak suka, esok paginya ban ini penulis pensiunkan dari perjalanan hidupnya dengan menggantinya yang lebih segar dan masih kokoh menopang bodi mobil sekaligus masih kuat untuk berlari kencang. Sebuah episode telah berlalu dengan rentanya usia ban, dengan segala suka dan dukanya.
Seperti halnya kehidupan yang makin beranjak tua, tidak jarang kita mengalami kempes juga, entah dari sisi jasmani maupun sisi rohani, dimana kita mengandalkan hidup kepada Sang Khalik. Bisa jadi di tengah karir yang menanjak, jabatan dengan kursi empuk yang tahan banting, diiringi dengan bertumpuknya harta, tanpa diduga mengalami sesuatu hal yang ada di luar akal nalar pikiran. Yang membuat roda kehidupan menjadi sempoyongan karena ada sisi bagian yang kempes.
Atau bisa juga karena saking mengandalkan kekuatan, jabatan dan kekuasaannya, sehingga merasa apa yang dicapainya adalah karena hasil usaha sendiri sehingga melupakan Tuhan Sang Pencipta. Dan ketika suatu saat mengalami kegagalan yang tidak disangka-sangka, rasanya membuat kempes bagian yang sejatinya adalah milik-NYA. Dan ini yang seringkali tidak disadari dengan sepenuh hati.
Rasa terjebak dalam kondisi kempes, seringkali malah membuat orang frustasi yang berujung protes kepada Tuhan. Dan tanpa sungkan akan bertanya, mengapa kami mengalami kejadian yang tidak mengenakkan ? Atau protes tanpa membawa bendera, dengan mengatakan, katanya Tuhan sayang sama kami, tetapi mengapa dibiarkan menderita ? Atau kata-kata protes lainnya, yang tidak sejalan untuk mengukur diri dengan cara introspeksi.
Sudah semestinya, ada indikasi awal mengapa bisa kempes ? Karena seingat penulis, ada serangkaian kalimat yang membuat diri sendiri jangan larut dalam pertanyaan yang penuh protes. Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia, Sebab Tuhan setia dan karena itu IA tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu.
Jadi apakah kita akan membiarkan hidup yang penuh dengan aneka warna ini, terhalang oleh kempesnya balon yang hanya lima warna, seperti lagu balonku yang sudah lupa syairnya karena kita sudah mulai renta ? Begitu. Â