Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbelok....

21 November 2023   13:30 Diperbarui: 21 November 2023   13:32 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
httpspixabay.comidvectorsanak-panah-berbelok-kamu-jalan-35405

Ternyata tidak saja kita yang terkaget-kaget, bahkan hampir seluruh warga plus enam dua pun dibuat kaget oleh tindakan yang diambil oleh sebuah partai politik beberapa bulan yang lalu. Bagaimana tidak ? Partai ini yang sudah kasih sign ke kanan, tiba-tiba saja belok ke kiri. Mengagetkan ? Tentu saja. Seperti halnya juga, yang sering kita jumpai di jalanan yang dilakukan oleh the power of emak-emak. Sudah naik motornya posisi di tengah, eh tiba-tiba belok ke kiri, padahal sign lampu kedip-kedipnya nyala di sebelah kanan. Menjengkelkan ? Entah apapun namanya, apakah tindakan yang model begitu bisa disebut dusta, ingkar janji , berkhianat atau sebuah kemunafikan. Yang jelas itu ada di sekitar kita hidup.

Seperti halnya kejadian yang menimpa warga perumahan di mana penulis tinggal minggu kemarin. Sepanjang lima tahun bertetangga tidak ada sesuatu yang membuat warga di perumahan curiga atau berburuk sangka. Karena dari penampilannya, hubungan sesama antar warga tidak sesuatu pun yang melihat ada tanda sign mau belok kanan ataupun belok kiri. Karena semua berlangsung baik dan lurus-lurus saja.

httpspixabay.comidphotosaspal-jalan-pohon-pohon-berjajar-2178703
httpspixabay.comidphotosaspal-jalan-pohon-pohon-berjajar-2178703

Tetapi ketika kemudian terjadi penangkapan, penahanan serta penggeledahan oleh aparat densus 88, semua warga satu rukun tetangga terkaget-kaget tidak menyangka semua itu bisa terjadi di depan mata. Apakah itu juga sebuah kemunafikan, yang dibuat dalam bingkai kehidupan yang agamawi ? Entahlah. Apapun sejarah yang pernah dibuatnya pada masa lalu, ataupun dengan tampilan masa kini yang ditutupi dengan nilai raport baik. Ternyata semua itu tidak bisa menjamin keberlangsungan cap jaringan teroris di pundaknya. Ini fakta.

httpspixabay.comidphotosanggur-botol-topi-tutup-botol-1652455
httpspixabay.comidphotosanggur-botol-topi-tutup-botol-1652455

Kembali ke sebuah fase kehidupan dengan kontrol diri yang ada, akan bisa membuat mata jasmani dan mata rohani bak tertutup kabut. Apakah sedemikian juga adanya ? Ada istilah Gusti mboten sare. Jadi sekalipun berusaha ditutup rapat dengan era pergaulan yang mengkuti mode saat ini dan tingkah laku yang di blur sesuai era digital, ada masanya semua dibuka oleh Sang Khalik yang berkuasa atas hidup normal kita.  

Seperti kisah yang tertulis dalam Kitab Suci. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang tidak bersunat. Apakah ini yang disebut munafik berjamaah ? Bisa jadi. Karena ternyata pemberlakukan karakter munafikpun sudah ada sejak lama.

httpspixabay.comidphotosmenulis-penulis-catatan-pena-923882
httpspixabay.comidphotosmenulis-penulis-catatan-pena-923882
 

Sebuah catatan sejarah yang tidak bakal terlupakan ketika sebuah kejadian yang tidak mengenakan terjadi di depan mata. Mungkin saat ini pun kita pernah mengalami kejadian yang notabene nyaris sama seperti kejadian di atas, seperti yang penulis alami sendiri. Apakah itu di lingkungan tetangga, keluarga bahkan di lingkungan rohani. Memang menjadi tidak nyaman ketika sebuah kemunafikan terungkap.

Dan menjadi pertanyaan lanjutan. Apakah hubungan interaktif tetap diteruskan atau tidak ? Entah kepada sang pelaku, entah kepada isteri beserta anak-anaknya. Seperti halnya yang menjadi perbincangan di kalangan warga rukun tetangga penulis. Apakah yang akan dilakukan setelah kemudian tetangga penulis ditetapkan sebagai tersangka ?

Rasanya ini sebuah pembelajaran dalam perjalanan hidup penulis dan mungkin juga warga yang lain. Bagaimana kita bersikap dan waspada dalam hubungan dengan sesama. Jangan sampai kita menjadi korban sebuah kemunafikan, sekalipun diri kita merasa sudah berjalan di dalam rel nya Tuhan Semesta Alam. Atau jangan-jangan malah diri kita sendiri yang sudah berbuat munafik terhadap orang lain ?

httpspixabay.comidphotosya-tidak-kaca-pembesar-kesempatan-3658039
httpspixabay.comidphotosya-tidak-kaca-pembesar-kesempatan-3658039

Bak pepatah yang diajarkan olah guru bahasa Indonesia sejak penulis duduk di sekolah dasar. Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Begitu juga ingatan akan sebuah kalimat yang penuh sarat makna, tetapi seringkali terkendala akan sikap hidup kita, dari sudut pandang untuk keselamatan diri sendiri. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat. Mestinya begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun