Persis seperti yang tertulis. Dan sisa kayu itu dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya, katanya : Tolonglah aku, sebab engkaulah allahku. Tetapi apakah itu bisa menjadikannya sebagai jalan keluar ? Sedangkan kita seringkali meminta solusinya secara instan.
Sebuah penggambaran yang tepat, ketika hidup kita sudah mulai serong kanan, serong kiri. Apapun yang dilakukan saat mendua hati alias hidup dalam ke-bimbang-an, seakan itulah yang akan menjadi dewa penolong. Bukan tidak mungkin hari-hari inipun kita sedang diperhadapkan dengan pilihan yang sulit. Hanya sejauh manakah kita bisa mempertahankan iman kita kepada Tuhan Semesta Alam.
Karena saat kita dibuat sibuk dengan persoalan yang menghadang di depan mata, dirasakan oleh hati dan dikacaukan dalam pikiran, mau pilih yang mana ? Orang yang sibuk dengan abu belaka, disesatkan oleh hatinya yang tertipu; ia tidak dapat menyelamatkan jiwanya atau mengatakan : Bukankah dusta yang menjadi peganganku ?
Sebuah pertanyaan mendadak muncul. Bagaimana kita dapat mengelola hidup kita, khususnya mengelola iman kita sepanjang mengiring Sang Khalik. Sehingga jangan sampai kita terjebak, bahkan terjatuh kedua kalinya dalam pusaran masalah yang sedang kita hadapi. Tiba-tiba isteri sudah berdiri di depan penulis, sambil berkata, kata dokter tidak perlu mondok. Begitu lah hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H