Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kursi....

26 Oktober 2023   12:55 Diperbarui: 26 Oktober 2023   13:00 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
httpspixabay.comidphotoskertas-bisnis-feng-shui-3149117

Seperti anak kecil tadi. Bisa saja mungkin salah satu dari mereka, merespon dengan mengalah dan membiarkan saudaranya untuk bisa duduk sejenak di kursinya. Seolah biar dianggap bijaksana. Atau bisa juga dengan kekuatannya, salah seorang anak bertahan mempertahankan kursinya agar bisa menunjukkan powernya. Atau juga dengan hal lain, agar bisa menunjukkan ada hubungan timbal balik antara uang dan daya tarik.

httpspixabay.comidphotoskertas-bisnis-feng-shui-3149117
httpspixabay.comidphotoskertas-bisnis-feng-shui-3149117

Pernah penulis beroleh pesan, tetapi bukan pesan berantai yang dulu sering terjadi untuk menakut-nakuti orang lain. Begini pesannya. Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya. Jadi kalau anak kecil saja sudah berebut kursi, apalagi yang tua atau bahkan yang masih muda belia.

Jadi bisa dipikir ulang, apakah sebuah kursi yang salah satu kakinya dipotong masih bisa untuk diduduki layaknya sebuah singgasana di dalam kerajaan antah berantah ? Ataukah tidak dibayangkan seandainya kursi yang diduduki menjadi berlubang seperti kursi kloset buat anak usia di bawah lima tahun ? Mengapa ? Karena yang selalu ada di benaknya adalah menduduki sebuah kursi empuk itu adalah sesuatu yang bernilai kekuasaan, bisa beroleh fasilitas, dihormati kanan kiri depan belakang sambil mengangguk-angguk dan berseru trilili lili. Dan karena kursi empuk itulah orang yang duduk di atasnya menjadi ditakuti untuk berebut pengaruh yang membuat orang lain berusaha mati-matian untuk senantiasa dekat dengannya.

httpspixabay.comidphotosruang-kursi-cermin-mirror-image-5264172
httpspixabay.comidphotosruang-kursi-cermin-mirror-image-5264172

Satu hal yang biasanya orang menjadi lupa. Bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya  dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya. Apalagi hanya untuk bisa duduk di kursi empuk yang setiap saat bisa saja bantalan sofanya menjadi lembek dan sobek-sobek, atau tiba-tiba kaki kursinya  patah mendadak karena tidak kuat menahan beban dosa di hadapan Tuhan ? Begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun