Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kalah....

12 Oktober 2023   14:10 Diperbarui: 12 Oktober 2023   14:16 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
httpspixabay.comidphotoskerja-pohon-kayu-di-luar-ruangan-4958495

Mendadak teh yang baru saja penulis seruput berasa pahit dan getir pagi ini. Padahal sudah sekian tahun isteri membuatkan teh setiap pagi. Dan tiap kali pula rasanya itu yang membuat hati ini penuh damai. Tapi pagi ini racikan tehnya berasa lain. Apa mungkin karena obrolan isteri yang mengungkapkan cerita di group WhatsApp ibu-ibu komplek sepanjang malam tadi ?

Memang baru saja satu tegukan teh panas masuk ke mulut, ketika isteri bercerita tentang keluhan beberapa ibu muda yang merasa anak-anaknya tidak ada daya juangnya. Pinjam istilahnya kalah sebelum bertanding. Belum lagi penulis menanyakan, isteri sudah menjelaskan beberapa masalahnya. Dan yang paling banyak adalah ketika anak-anak generasi muda ini disuruh mengerjakan pekerjaan rumah dari gurunya di sekolah.

httpspixabay.comidillustrationspenyerahan-bendera-pertanggungan-4296604
httpspixabay.comidillustrationspenyerahan-bendera-pertanggungan-4296604

Banyak diantara anak-anak muda ini gampang menyerah ketika diperhadapkan dengan tugas-tugas yang boleh dikatakan sangatlah mudah, karena hanya bermain logika. Tidak seperti angkatan penulis dulu, yang terus berupaya mencari jawaban dari tugas pekerjaan rumah. Bahkan keluhan ini juga diungkapan oleh seorang guru les anak-anak muda di komplek perumahan kami. Si ibu ini sampai mengeluh dan curhat kepada orang tua yang anak-anaknya di tempatnya.

Kecenderungan sikap anak-anak generasi muda ini adalah gampang menyerah dan tidak mau berusaha untuk menuntaskan masalah pekerjaan rumah yang dihadapinya. Singkat kata, anak-anak muda ini. maunya si ibu yang memberi les yang menuntaskannya. Wah…apa begini potret generasi sekarang yang bisa sekali jepret ?

Jadi teringat waktu anak-anak kami masih kecil. Pernah suatu kali, isteri penulis menyuruh salah seorang dari anak kami ke tetangga depan, untuk menyampaikan kalau isteri penulis tidak bisa hadir di acara PKK karena sedang demam Tetapi anak penulis menolak, dengan alasan gak bisa ngomongnya. Berulang kali dibujuk, akhirnya dia mau juga pergi, dengan catatan asal ditemani kakaknya, dan yang ngomong nanti kakaknya. Apakah alasan semacam ini juga setali tiga uang seperti kasus di atas ?

Karena teh yang penulis teguk di awal sudah terlanjur berasa pahit karena mendengar cerita isteri, maka sudah kepalang tanggung, seluruh teh di gelas keramik akhirnya penulis tenggak sampai habis. Mencoba mengurai apa sebenarnya yang terjadi. Kalau saja itu terjadi di salah satu atau salah dua atau salah tiga  diantara anak-anak muda di lingkungan komplek, mungkin bisa dimaklumi. Tetapi kalau berderet macam kereta api whoss yang baru saja diresmikan, apakah ada sesuatu yang salah di lingkungan keluarga terdekat ? Penulis tidak berani menulis dan menghakimi sistem pendidikannya yang keliru.

httpspixabay.comidphotospenindasan-kekerasan-kemenangan-3048645
httpspixabay.comidphotospenindasan-kekerasan-kemenangan-3048645

Mungkin ada benarnya kata-kata amsal, si pemalas mencelup tangannya ke dalam pinggan, tetapi tidak juga mengembalikannya ke mulut. Dengan kata lain, akhirnya penulis dan isteri mencoba berdiskusi. Kalau ternyata kesimpulan ini benar, rasanya perlu disikapi dengan bijak. Maksudnya begini, kemudahan keluarga-keluarga muda dalam membangun rumah tangga tidak lepas dari subsidi orang tua masing-masing. Betul ? Tidak seperti ketika generasi penulis dulu akan berumah tangga. Semuanya harus siap siaga secara mandiri.

Nah, ketika kemudahan awal diperoleh, akan diikuti kemudahan berikutnya dalam pondasi ekonomi. Taruh saja, saat ada himpitan, dengan mudahnya si anak minta untuk membuka PIN anjungan tunai mandiri milik orang tuanya. Bahkan kalau perlu gesek kartu kredit yang bertebaran dimana-mana atau mempermudah diri dengan aplikasi pinjaman online.

Sebuah pembuktian lewat cerita group ibu-ibu di WhatsApp juga, bagaimana anak-anak muda sekarang , ketika memasuki dunia kerja dan tidak sesuai dengan ekspektasinya, maka akan segera hengkang dari tempat bekerjanya. Sekalipun sebelumnya sudah bersaing dengan kompetitornya. Belum lagi menghadapi tugas-tugas yang diberikan pimpinan kepadanya. Pendeknya kalau tidak sesuai dengan pola pikirnya, maka tugas itu akan dibiarkan. Sebuah tindakan pelecehan sebetulnya, yang sekali lagi dibungkus dengan daun pisang yang bertuliskan kalah sebelum perang.

Ihttpspixabay.comidphotosksatria-baju-zirah-helm-tanda-3449326
Ihttpspixabay.comidphotosksatria-baju-zirah-helm-tanda-3449326

Saat Musa diutus Tuhan untuk membebaskan bangsa Israel dari Tanah Mesir, Musa pun punya alasan untuk sebisanya menghindar dari perintah Tuhan. Bahkan saking malasnya, Musa ajukan beberapa alasan agar terhindar dari perintah Tuhan. Sampai akhirnya Tuhan murka. Maka bangkitlah murka Tuhan terhadap Musa dan IA berfirman: Bukankah disitu Harun, orang Lewi itu, kakakmu ? AKU tahu bahwa ia pandai bicara; lagipula ia telah berangkat menjumpai engkau, dan apabila ia melihat engkau, ia akan bersuka cita dalam hatinya

Dalam keseharian seringkali memang sebisanya tanpa sadar kita menghindari tugas-tugas yang dirasakan berat. Dulu, saat angkatan generasi penulis mulai bekerja, rasanya apa yang ditugaskan kepada kita oleh atasan kita, sepertinya tidak ada kata penolakan atau tawar menawar. Tetapi beda generasi yang sekarang. Saat diberikan tugas oleh atasan, sudah langsung berkata, itu bukan bidang saya. Jadi cari orang lain saja. Ini Fakta. Masih mending generasi pengantara. Saat diberi tugas, masih bisa menjawab, coba saya lihat dulu, kalau bisa saya kerjakan, kalau gak bisa cari orang lain saja. Ini juga bukti nyata yang ada di lapangan.

httpspixabay.comidphotoskerja-pohon-kayu-di-luar-ruangan-4958495
httpspixabay.comidphotoskerja-pohon-kayu-di-luar-ruangan-4958495

Singkat cerita, saat menjalani hidup dengan iman yang teguh dihadapan Sang Khalik, sejauh manakah kita akan menjawab perintah Tuhan Semesta Alam yang ditujukan kepada kita. Menolak mentah-mentah, menolak dengan sejuta alasan, menerima dengan syarat atau menerima dengan lapang dada ? Seperti diingatkan dari kata-kata bijak. Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak. Begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun