Mendengar dan melihat berita-berita kejahatan yang terpampang di media sosial ataupun lewat tayangan televisi yang sudah mengalami perkembangan teknologi sedemikian rupa, rasanya jiwa ini menjadi makin miris. Apakah demikian adanya akibat usia bumi yang makin tua, ataukah perkembangan jaman yang membuat manusia makin tidak bisa menguasai dirinya sendiri.
Persaingan bisnis yang makin ketat yang dialami oleh beberapa perusahaan besar bahkan sampai tingkat terendah rupanya makin mempengaruhi pola rantai akal pikiran dan hati manusia. Kemajuan teknologi yang berimbas pada pengurangan sektor tenaga kerja juga membawa andil akan perubahan kehidupan dari sisi yang lain.
Beberapa waktu yang lalu, kita mendengar sudah beberapa perusahaan yang mulai banyak mem PHK karyawannya. Baik itu yang berskala besar maupun yang berskala kecil. Seperti tadi pagipun tetangga kami yang tinggal di sebelah rumah kami yang lama mengalami nasib yang sama. Dia mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dengan sekitar seribuan karyawan yang lain. Imbas dari pandemi yang belum pulih, ditambah mesin pabrik terkena banjir beberapa waktu yang lalu, dan tingginya air laut pasang, memperparah kondisi keuangan pabrik. Bersungut-sungut dengan keadaan dan rasa pesimis kepada Sang Pencipta ? Bisa jadi itu yang dilakukan. Dan tanpa sadar rasa sensitif terhadap keluarga dan lingkungan mulai terbentuk secara alami.
Memang, reaksi yang ditimbulkan ketika seseorang ditimpa kesesakan dan himpitan hidup yang berat akan menunjukkan seberapa besar pertumbuhan imannya. Adalah manusiawi ketika hal itu terjadi. Dimana yang muncul adalah reaksi spontan dengan bersungut-sungut maupun bereaksi secara emosional yang ditampilkan dengan sensitif maupun gampang marah yang meledak-ledak. Dan ini bisa merugikan orang lain. Orang bilang sumbunya terlalu pendek.
Karena tidak semuanya bisa meredam temperamen yang sudah tersulut emosi karena beban keadaan. Apalagi terkait dengan kondisi keuangan yang memburuk. Orang saat berada di puncak bisa saja mengatakan uang bukanlah segala-galanya. Tetapi ketika kondisinya sedang berbalik, maka yang dapat dikatakan adalah segala-galanya perlu uang. Benar begitu ?
Tersulutnya sumbu pendek, tentu saja tidak semuanya berkaitan dengan uang. Tetapi kalau ditelusuri lebih jauh akan tetap mengarah kepada faktor ekonomi yang sedang bermasalah. Kejadian di sekitar kita yang bisa dilihat secara terang benderang, seakan mengiyakan adanya sentimen pada hati sanubari yang sedang mengalami kesakitan. Bagaimana seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah, tega membakar gedung sekolahnya, akibat sering direndahkan kehidupannya.
Atau bagaimana seorang ayah tega membakar isteri dan kedua anaknya, kalau tidak diawali dengan sebuah permasalahan yang mengakibatkan sumbu pendek segera dinyalakan ? Seperti kisah yang tertulis dalam Kitab Suci. Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan Tuhan tentang nasib buruk mereka, dan ketika Tuhan mendengarnya bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api Tuhan di antara mereka dan merajalela di tepi tempat perkemahan.