Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keselamatan....

27 Mei 2023   14:05 Diperbarui: 27 Mei 2023   14:21 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin saja kita pernah mengalami sesuatu kejadian yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh tindakan orang lain yang tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Tidak hanya akibat sebuah kalimat yang dilontarkan dan menyakitkan hati. Tetapi lebih dari itu. Karena dampak tindakannya bisa berakibat fatal atas keselamatan jiwa kita sendiri.

Beberapa tahun yang lalu, saat penulis masih tinggal di Tegal beserta isteri dan ketiga anak yang masih kecil-kecil, seringkali kami bepergian dengan menggunakan alat transportasi becak roda tiga. Selain lebih santai menikmati pemandangan kota yang tidak terlalu besar, menggunakan becak bisa lebih banyak angkut belanjaan yang tidak mengganggu penumpang lain, seperti kalau kita naik  angkutan kota yang berjaya di saat itu.

httpspixabay.comidphotosangkong-tukang-becak-sepeda-6666845
httpspixabay.comidphotosangkong-tukang-becak-sepeda-6666845

Suatu kali saya berdua isteri berbelanja kebutuhan bulanan di salah satu toko serba ada di kotaTegal. Saat itu dengan harga yang sudah disepakati dengan abang becak, kami menuju toko serba ada tersebut. Tetapi sepanjang perjalanan, si abang becak ini mengayuh becaknya dengan cepat dan mengendalikan becaknya dengan sembrono. Sampai-sampai penulis berteriak agar jangan ngebut. Tetapi apa yang diucapkan si abang becak itu ? Dia jawab dengan santainya. Bayar murah koq minta selamat ? Kesel gak coba, kalau dijawab seperti itu ?

Pernah juga saat tugas di Jakarta. Berharap mengurangi waktu macet tetapi tetap terlindung dari sinar matahari, penulis menggunakan angkutan bajaj. Kesepakatan harga sudah disetujui, melajulah bajaj dengan suara berisik seperti kaleng rombeng. Dan bukan abang bajaj namanya kalau tidak serampangan sehingga bikin jantung rasanya mau copot. Sekali waktu tiba-tiba saja si abang bajaj berbelok arah tanpa memberi aba-aba dan tanpa menengok kanan kirinya. Sehingga truk yang ada di lawan arahnya harus mengerem mendadak dengan makian dari sang sopir.

httpspixabay.comidphotosbajaj-angkutan-jakarta-indonesia-7322310
httpspixabay.comidphotosbajaj-angkutan-jakarta-indonesia-7322310

Ketika diingatkan agar berhati-hati mengendarai bajaj nya, dengan santainya ada nada terucap, harga segitu mau selamat ? Memang terbukti, kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu kota. Dan siapa juga yang bakalan tahu, kemana arah bajaj melaju. Benar kata orang, hanya abang bajaj dan Tuhan saja yang tahu kemana bajaj akan berbelok.

Hidup ini memang tidak hanya penuh warna, tetapi juga banyak logika. Seringkali kita diperhadapkan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku yang membuat kita hidup dengan gaya beda. Seperti halnya saat kita berbelanja barang yang tertulis huruf besar ada diskon. Tetapi ujungnya ketika kita bersiap akan membayar, mata kita dituntun untuk membaca tulisan yang ada kode bintangnya dengan huruf yang amat kecil.

httpspixabay.comidphotoskubus-rubik-kubus-rubik-dadu-5017116
httpspixabay.comidphotoskubus-rubik-kubus-rubik-dadu-5017116

Dan ketika sebuah persyaratan dijadikan sebagai alat dan harus tunduk pada ketentuan yang berlaku, maka yang terjadi adalah sebuah keniscayaan. Karena untuk beroleh keselamatan apakah harus seperti itu ? Apakah hidup yang sudah diberikan Sang Khalik harus terkotak-kotak sesuai etnis, warna kulit atau agama ?

Jadi apakah untuk beroleh keselamatan harus membayar mahal seperti halnya persyaratan abang becak dan abang bajaj di atas ? Ini adalah sudut pandang yang sempit seperti yang terjadi pada cara hidup saudara kita yang seringkali membuat kehidupan menjadi terkotak-kotak. Mereka mencoba membuat persyaratan, sekat-sekat dan pembedaan akan jalur keimanan, dengan cara logika dan hidup mereka.

httpspixabay.comidphotospilihan-pilih-memutuskan-keputusan-2692575
httpspixabay.comidphotospilihan-pilih-memutuskan-keputusan-2692575

Hidup ini adalah pilihan. Seperti sebuah kalimat yang bisa memaknai. Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan. Ataukah kita masih mengajukan persyaratan dan ketentuan yang berlaku dalam menjalani roda kehidupan, untuk beroleh keselamatan dengan kekuatan sendiri ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun