Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menusuk...

25 Mei 2023   12:00 Diperbarui: 25 Mei 2023   12:00 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
httpspixabay.comidphotoskentang-saus-tomat-pembunuhan-darah-1448405

pexels-artem-podrez-6941442
pexels-artem-podrez-6941442

Memang tanpa terasa, di tengah lajunya pekerjaan yang kita hadapi. Ada rasa emosional yang bisa saja menganggu daya nalar pikir kita. Ketidakpuasan akan system manajemen pekerjaan yang amburadul, gaji yang tidak sesuai standar Upah Minimum Regional masing-masing daerah, atau juga karena jam pekerjaan yang melebihi ambang batas normal. Bahkan juga bisa karena pembedaan perlakuan pimpinan kepada anak buah.

Seperti sepenggal pertanyaan dari secuplik kisah. Berkatalah bani Yusuf kepada Yosua, demikian : Mengapa engkau memberikan kepadaku hanya satu bagian undian dan satu bidang tanah saja menjadi milik pusaka, padahal aku ini bangsa yang banyak jumlahnya, karena Tuhan sampai sekarang memberkati aku ? Sebuah nada protes yang manusiawi sekali, tetapi tidak diimbangi dengan daya pikir dan daya nalar untuk sebuah jangkauan ke depan. Dengan kata lain sebuah protes yang hanya didasari oleh emosional saja.

Yang menjadi mata kawan penulis makin menerawang jauh dari kisah hidupnya dimasa lalu adalah, mengapa kejadian itu mesti terjadi. Apakah tidak bisa dibicarakan baik-baik melalui Serikat Pekerja yang ada ? Kawan ini hanya menyayangkan sikap si A yang dia tolong. Karena pada kenyataannya perjalanan hidupnya berkata lain. Kawan penulis yang didongkel dari kursi jabatan manajer, sekarang malah menjadi pengusaha yang sukses dengan perusahaan yang dipimpinnya. Sedangkan si A yang dia tolong, kehidupannya sekarang malah ada di bawah. Apakah air tubanya kembali ke asal pengirimnya ? Mungkin saja.

httpspixabay.comidphotostangan-laut-air-ombak-awan-3067236
httpspixabay.comidphotostangan-laut-air-ombak-awan-3067236

Bisa jadi hari-hari ini kita sedang diperhadapkan dengan dengan situasi di depan mata yang rasanya tidak menguntungkan buat diri sendiri ataupun keluarga. Yang menjadi pertanyaan apakah kita mau menusuk dari belakang siapapun, yang sudah memberikan lapangan pekerjaan sebagai tanda protes atas nama ketidakpuasan. Bahkan kepada Tuhan sekalipun, yang nyata-nyata sudah memberikan segalanya buat kita. Walaupun kita juga punya iman.

Tiba-tiba seperti tersadarkan ucapan seorang kawan. Jika kita sudah lupa bagaimana rasanya hidup saat di dasar, berarti kita sudah tidak cocok lagi berada di atas. Malam sudah larut dan gelas-gelas kopi sudah kosong. Tetapi jabat erat perkawanan tidak pernah habis. Begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun