Memang tanpa terasa, di tengah lajunya pekerjaan yang kita hadapi. Ada rasa emosional yang bisa saja menganggu daya nalar pikir kita. Ketidakpuasan akan system manajemen pekerjaan yang amburadul, gaji yang tidak sesuai standar Upah Minimum Regional masing-masing daerah, atau juga karena jam pekerjaan yang melebihi ambang batas normal. Bahkan juga bisa karena pembedaan perlakuan pimpinan kepada anak buah.
Seperti sepenggal pertanyaan dari secuplik kisah. Berkatalah bani Yusuf kepada Yosua, demikian : Mengapa engkau memberikan kepadaku hanya satu bagian undian dan satu bidang tanah saja menjadi milik pusaka, padahal aku ini bangsa yang banyak jumlahnya, karena Tuhan sampai sekarang memberkati aku ? Sebuah nada protes yang manusiawi sekali, tetapi tidak diimbangi dengan daya pikir dan daya nalar untuk sebuah jangkauan ke depan. Dengan kata lain sebuah protes yang hanya didasari oleh emosional saja.
Yang menjadi mata kawan penulis makin menerawang jauh dari kisah hidupnya dimasa lalu adalah, mengapa kejadian itu mesti terjadi. Apakah tidak bisa dibicarakan baik-baik melalui Serikat Pekerja yang ada ? Kawan ini hanya menyayangkan sikap si A yang dia tolong. Karena pada kenyataannya perjalanan hidupnya berkata lain. Kawan penulis yang didongkel dari kursi jabatan manajer, sekarang malah menjadi pengusaha yang sukses dengan perusahaan yang dipimpinnya. Sedangkan si A yang dia tolong, kehidupannya sekarang malah ada di bawah. Apakah air tubanya kembali ke asal pengirimnya ? Mungkin saja.
Bisa jadi hari-hari ini kita sedang diperhadapkan dengan dengan situasi di depan mata yang rasanya tidak menguntungkan buat diri sendiri ataupun keluarga. Yang menjadi pertanyaan apakah kita mau menusuk dari belakang siapapun, yang sudah memberikan lapangan pekerjaan sebagai tanda protes atas nama ketidakpuasan. Bahkan kepada Tuhan sekalipun, yang nyata-nyata sudah memberikan segalanya buat kita. Walaupun kita juga punya iman.
Tiba-tiba seperti tersadarkan ucapan seorang kawan. Jika kita sudah lupa bagaimana rasanya hidup saat di dasar, berarti kita sudah tidak cocok lagi berada di atas. Malam sudah larut dan gelas-gelas kopi sudah kosong. Tetapi jabat erat perkawanan tidak pernah habis. Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H