Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menusuk...

25 Mei 2023   12:00 Diperbarui: 25 Mei 2023   12:00 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels-pawan-pandey-15609931

Kata orang memasuki tahapan usia lansia adalah seperti menikmati hidup yang tahun-tahun sebelumnya dimakan waktu oleh pekerjaan-pekerjaan yang rasanya tidak pernah habis. Bahkan kadangkala timbul rasa jenuh yang membuat ingin pensiun muda saja. Sebuah tahapan perjalanan usia yang harus dijalani tanpa harus hidup menyendiri dan menjauh dari lingkungan pergaulan.

   

Seperti halnya tadi malam. Tanpa diduga ada beberapa kawan yang masih menyempatkan datang ke rumah di tengah kesibukannya, mengobrol bersama dengan penulis yang sudah menjalani tiga tahun masa pensiun. Sekalipun mereka adalah orang-orang yang berbeda etnis dan bekerja sebagai pengusaha. Tetapi mereka malah mau berkunjung dan minum kopi bareng di teras rumah sampai jauh malam. Sebuah jalinan perkawanan yang tidak membedakan status dan kekayaan.

httpspixabay.comidphotostaiwan-air-tawar-cloud-gate-theater-2518241
httpspixabay.comidphotostaiwan-air-tawar-cloud-gate-theater-2518241

Mengobrol dan mengenang saat-saat muda dan mengingat masa-masa dimana anak-anak masih bersekolah di tingkat dasar. Mungkin, sama halnya dengan kita yang pernah berjanji saat anak-anak masih sekolah. Kalau kamu naik kelas, papa akan belikan sepeda baru. Sepanjang janji itu berlaku, implikasinya jelas. Orang tua akan memenuhi janji yang sudah diucapkan, tetapi sang anak akan menerima janji itu melalui proses yang tidak mudah.

Karena untuk mendapatkan sepeda baru, dia harus naik kelas. Untuk naik kelas dia harus beroleh nilai yang baik. Untuk memperoleh nilai baik dia harus rajin belajar. Untuk rajin belajar dia harus mengurangi waktu bermainnya dan seterusnya. Tidak mudah bukan ? Sambil menyeruput kopi obrolan terus berlanjut.

pexels-pawan-pandey-15609931
pexels-pawan-pandey-15609931

Memang, tidak semudah membalik tangan saat kita memiliki sebuah pengharapan. Bahkan bisa jadi yang terjadi adalah kebalikannya. Lalu salah seorang kawan bercerita sambil matanya menerawang jauh ke depan. Singkat cerita, sebagai seorang manajer di sebuah perusahaan, dia pernah menolong kawannya, sebut saja si A yang sedang terkena PHK dan kondisi rumah tangganya seakan di ujung tanduk. Berharap banyak kepada si A, agar kondisi rumah tangganya dapat terselamatkan.

Tetapi apa yang terjadi kemudian, adalah di luar dugannya sama sekali. Ketika terjadi demo besar-besaran di pabrik yang kawan penulis ini sebagai manajer, ternyata si A yang ditolong, justru menjadi motor penggerak demonstrasi tersebut. Tujuannya hanyalah mendongkel posisi jabatan manajer untuk bisa digantikan oleh salah seorang anggota keluarga pemilik pabrik.

Seperti pepatah katakan air susu dibalas air tuba. Di tengah seruputan kopi, penulis tanyakan. Seberapa banyak sih air tubanya. Apakah air tubanya sesendok, secangkir, segelas atau seember ? Mencoba melepas ketegangan diantara kami yang mendengarkan ceritanya. Dan kawan ini menjawab. Bukan masalah susu ataupun air tuba. Tetapi ini yang dirasakan. Rasa kecewa akibat si A menusuk dari belakang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun