Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pensiunan

9 Mei 2023   12:30 Diperbarui: 9 Mei 2023   12:57 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teringat waktu penulis masih duduk di sekolah dasar sekitar tahun tujuh puluhan. Setiap di awal bulan, mama (almarhumah) sudah menunggu di depan sekolah dengan menumpang becak langgangan, untuk mengajak penulis mengambil uang pensiunan di kantor pos. Menunggu antrian yang berisi orang-orang tua menunggu giliran namanya dipanggil. Begitu banyaknya yang antri, terkadang bisa sampai lewat tengah hari. Tetapi mereka koq ya sabar.

Saat penulis berumah tangga, mama mertua (almarhumah) juga pernah minta diantar anak kami yang masih sekolah di tingkat dasar untuk mengambil pensiun di kantor pos. Masih antri juga. Buat anak kami, mengantar omanya ambil pensiun sekalipun mengantri panjang, tidaklah masalah. Karena dia tahu, habis dari kantor pos, pasti omanya mengajak makan mie ayam atau bakso kesukaannya. Hmm.

httpspixabay.comidphotosangkong-tukang-becak-sepeda-6666845
httpspixabay.comidphotosangkong-tukang-becak-sepeda-6666845

Sempat menjadi sebuah pertanyaan saat awal-awal penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil. Apakah besok saat pensiun, masih harus mengantri seperti yang dialami senior-senior ? Apakah tidak ada perubahan sistem yang memudahkan para pensiunan mengambil haknya tanpa perlu antri berpanas ria ?

Tetapi di balik itu, sekalipun kemudian sistem berubah digital, dan para pensiunan bisa mengambil uang pensiunnya lewat Anjungan Tunai Mandiri sesuai banknya masing-masing, ternyata masih ada beberapa pensiunan yang tetap datang ke kantor pos. Karena di kantor pos inilah mereka bisa melepaskan kejenuhan, sekaligus bisa reuni dan bersapa ria dengan sesama pensiunan. Masih ada juga kesabaran ternyata di sana.

httpspixabay.comidphotosrakyat-antrian-orang-karakter-50164
httpspixabay.comidphotosrakyat-antrian-orang-karakter-50164

Tahun berlalu. Satu kejadian, ketika tanggal satu April di tahun dua ribu dua puluh satu yang lalu. Penulis mau ambil uang pensiun seperti biasanya, ternyata dicoba di beberapa atm, kartu atm bank yang bekerja sama dengan taspen penulis tidak berfungsi. Padahal bulan-bulan sebelumnya tidak ada kendala sama sama sekali. Ada rasa gimana gitu.

Lalu penulis coba ke kantor pusat untuk menanyakan kendalanya. Tetapi di kantor pusat antriannya begitu padatnya sehingga disarankan petugas security untuk datang minggu depan saja. Putus asa ? Belom juga. Di rumah penulis mencoba kontak call centre. Dapat jawaban. Bapak harus pasang aplikasi karena sekarang ada aturan harus otentikasi. Nanti klo ada kendala minggu depan bapak ke kantor biar kami bantu. Bisa ditebak gimana perasaan penulis saat itu ? Apakah mau makan saja harus ditunda minggu depan ? Apakah ini termasuk April Mop ?

httpspixabay.comidphotosfilm-fotografi-negatif-film-reel-102681
httpspixabay.comidphotosfilm-fotografi-negatif-film-reel-102681

Jujur saja, saat itu penulis tidak memiliki tingkat kesabaran seperti senior-senior anggota PUNK (baca pang), maksudnya pangsiunan. Kenapa ? Karena dengan pola pikir sesuai jaman digital seperti sekarang ini, masih bisa terjadi kendala yang semestinya sudah bisa diantisipasi sebelumnya. Jadi akhirnya pola pikirnya belok ke arah yang negatif.

Beberapa banyak kita seringkali diperhadapkan dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan alur pemikiran kita di setiap harinya. Dan respon kita saat itu menentukan langkah hidup kita berikutnya. Apalagi respon yang ditimbulkan sudah bernada negatif, tanpa ada analisa kebenarannya. Kelanjutannya ? Bisa ditebak. Karena tanpa sadar ketika kita kita diperhadapkan dengan hal-hal yang tidak enak dan tidak sesuai dengan keinginan kita, apa yang kita ungkapkan dan diucapkan seringkali juga bernada negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun