Kemarin sore tetangga rumah dibikin emosi, karena ada kucing yang beranak di depan pintu dapurnya. Menjadi emosi karena tidak tahu itu kucing siapa. Bahkan lebih lebih lagi, dia juga tidak tahu siapa yang menghamili kucing itu sehingga beranak pinak di rumahnya. Apakah kucing itu telah melakukan perselingkuhan dengan sesama kawan sepermainannya ? Bisa jadi. Persoalannya apakah si kucing tahu bahwa tindakannya itu tidak ada yang tahu ?
Seperti halnya kabar yang beredar di media sosial baru-baru ini. Ada sepasang muda-mudi yang berbuat mesum di mobil yang diparkir di tepi jalan raya di wilayah negara tetangga. Ketika kemudian dipergoki petugas yang sedang patroli, si pria berdalih dan mengeluarkan alibi yang tidak masuk akal. Pertanyaanya, apa mereka tidak tahu kalau di sekitarnya banyak manusia yang berlalu lalang ? Atau mereka anggap dunia milik berdua, dan yang lain nge kost ?
Apapun yang dialami mereka berdua rasanya bisa membuka halaman baru di setiap bangun tidur dari istirahat kita sepanjang malam. Percaya atau tidak percaya, semua tindakan akan diawali dari dalam pikiran, baik itu tindakan kejahatan ataupun kebaikan. Nah, saat perbuatan kejahatan mulai terkuak, biasanya dengan lidahnya orang tersebut mulai menyangkal dengan memutar balikkan fakta.
Begitu juga dua kejadian besar yang menggegerkan bangsa negeri ini, baik itu kasus Sambo maupun kasus Rafael, tidak lepas dari sebuah tindakan, dengan pertanyaan awal yang sama. Apakah mereka tidak tahu apa yang sebetulnya dilakukannya ? Atau menganggap tidak ada yang tahu ? Atau juga pura-pura tidak tahu ? Atau malah tidak mau tahu ?
Jujur saja, seringkali penulis dibuat bingung melihat orang-orang di sekitar kita, yang bisa melakukan tindakan yang salah dan tidak baik pada umumnya manusia. Karena sejujurnya dan dengan sesungguhnya, penulis yakin bahwa orang tersebut pasti tahu apa yang dirancangnya itu tidak sesuai dengan hati nuraninya. Mungkin mereka berpikir bahwa apa yang dilakukannya sudah benar sesuai standar pemikiran mereka sendiri.
Jaman dahulu strategi pencuri, membobol rumah calon korbannya akan dilakukan di malam hari yang gelap. Dengan anggapan tidak ada orang yang tahu apa yang sedang dia lakukan. Memang rencana yang dilaksanakan dalam kegelapan dan samar-samar tidak akan jelas dipandang mata. Tetapi apakah demikian halnya ? Tanpa menyadari akan sebuah akibat. Celakalah orang yang menyembunyikan dalam-dalam rancangannya terhadap Tuhan, yang pekerjaan-pekerjaannya terjadi dalam gelap sambil berkata : Siapakah yang melihat kita dan siapakah yang mengenal kita ?
Saudara dekat kami, pernah melakukan hal yang tidak benar dalam kehidupannya. Dia selingkuh diam-diam dengan kawan dekatnya dan itu dilakukan dengan penuh kesadarannya. Padahal dunia sudah terang tidak lagi gelap-gelapan. Dan perbuatannya itu sudah bisa termonitor oleh isteri dan anak-anaknya. Kami berdua sudah pernah memberi nasehat agar segera meninggalkan selingkuhannya itu. Jangan sampai berakhir dalam penyesalan dan ditimpa kesakitan di ranjangnya dan hidup meninggalkan kesia-siaan tanpa iman yang jelas.
Manusia boleh berencana dalam gelap-gelapan atau dalam warna abu-abu, dan melakukan segala sesuatu yang bertolak belakang dengan hati nurani yang sebetulnya itu adalah alarm dari Sang Khalik. Ketika semuanya menabrak batas-batas pelanggaran bisa ditebak akhir ceritanya. Begitu juga nasib saudara kami, yang berakhir dengan kematian setelah bertahan beberapa bulan di ranjang rumah sakit.
Memang hidup itu pilihan dan perlu ekstra energi untuk bangkit dari kesadaran normalnya. Jangan sampai menganggap tindakan yang kita lakukan, baik dalam konotasi baik atau buruk tidak ada yang memonitor. Karena sebelum hadirnya teknologi yang bernama CCTV, sudah ada CCTV lain yang lebih canggih dan bisa memonitor setiap gerakan, pikiran bahkan ucapan yang masih tersimpan dalam hati. Itulah monitor Tuhan Yang Maha Kuasa. Benar ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H