Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adonan....

30 Maret 2023   10:50 Diperbarui: 30 Maret 2023   10:54 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kita memperhatikan raut wajah anak-anak kita setiap harinya ? Sebuah kesempatan yang baik tatkala sebuah keluarga masih utuh, dalam arti kata masih ada suami yang berstatus sebagai kepala rumah tangga, masih ada isteri yang bertindak sebagai ibu sekaligus bendahara rumah tangga. Dan tentu saja masih ada anak-anak yang masih tinggal dalam satu rumah. Adakah keceriaan ?

Mungkin di dalam perputaran waktu yang dirasa demikian cepat, tanpa terasa kita sudah mau injak bulan April. Sepertinya waktu pertemuan dengan keluarga juga demikian cepatnya, malah bisa dikatakan minim, karena kesibukan bekerja membanting tulang untuk menafkahi keluarganya. Tiba-tiba saja anak-anak sudah waktunya naik ke jenjang yang lebih tinggi. Sambil berkata dalam hati, koq anakku sudah gede ya ?  

Memang, perhatian akan raut wajah anak-anak, sekilas bisa jadi tak nampak nyata. Tetapi kalau kita amati lebih mendalam bisa terjadi ada pancaran wajah anak-anak yang layu dan tidak segar. Dan sekian waktu berselang mungkin kita baru menyadarinya setelah kita hidup di dalam kebenaran iman yang kita pegang. Mengapa hal itu bisa terjadi ?

pexels-pixabay-262103
pexels-pixabay-262103

Kehidupan berkeluarga adalah ibarat adonan kue. Selagi seorang suami melenceng dalam kehidupan rumah tangganya, terutama dalam hal keimanan, maka peran suami sebagai kepala rumah tangga adalah sebagai biduk penentu kemana keluarga akan dibawa. Ini tidak bicara masalah keuangan yang melimpah, tetapi bicara tentang kondisi rohani.

Ketidakberdayaan seorang suami sebagai seorang Kepala Rumah Tangga dalam urusan rohani, sekalipun dia kuat dalam jasmani, anggap saja konglomerat, membawa dampak kepada istri dan anak-anaknya. Mungkin di dalam keluarga tampak alim dan rohani. Tetapi perilaku di luar yang bertentangan dengan landasan keimanan, dan bersentuhan dengan dunia kejahatan dan keburukan. Bisa saja terjadi. Entah menjadi pemabuk, penjudi, berzina bahkan menjadi pencuri atau perampok. Seakan menjadikan sinar matahari di dalam keluarganya menjadi redup. Apalagi kemudian perilakunya di luar diketahui anak-anaknya. Belum lagi masalah yang timbul, dengan keluarga yang dipimpin dengan dua nahkoda yang berbeda keyakinan.

pexels-klaus-nielsen-6294395
pexels-klaus-nielsen-6294395

Sebuah adonan kue yang baik bisa tercemar karena sesendok kesumba yang tertuang tanpa sengaja. Sekalipun di dalam keluarga tertutup dengan selimut rohani yang rapat dan bersahaja. Harta yang melimpah ditingkahi dengan berbagi-bagi sedekah, misalnya. Sedemikiankah adanya. Sebuah peringatan dalam kemasan. Kemegahanmu tidak baik.Tidak tahukah kamu, bahwa sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan ?

Kehidupan berumah tangga tidak lepas dari peran seorang suami sebagai nahkoda. Apa yang kita alami sepanjang proses kehidupan berada dalam lingkungan yang kokoh kepada Sang Khalik, akan membuktikan semuanya. Bagaimana kita akan melihat perubahan wajah anak-anak yang tadinya suram berubah menjadi bercahaya dan segar. Dan itu membawa pengaruh di dalam kehidupan mereka secara langsung.

Bisa jadi dalam diri anak-anak ada rekaman yang bisa diputar ulang dan berpikir, mau dibawa kemana kehidupan jasmani dan rohaniku ? Tetapi saat seorang suami berani bertindak untuk melepas dan membuang kehidupan dan perilaku lamanya yang tidak benar sesuai tuntunan Sang Pencipta, niscaya pemulihan di dalam keluarga segera terjadi.

pexels-david-levinson-14198484
pexels-david-levinson-14198484

Jadi bagaimana ? Kembali, kehidupan berkeluarga adalah ibarat adonan kue. Jadi buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang memang tidak beragi. Bisa jadi seorang suami susah sekali membuang ragi yang lama, sekalipun dia sudah menjadi seorang yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Harta kekayaan yang melimpah, Jabatan yang sedang dalam posisi puncak karier, memandang kebenaran dari satu pribadi yaitu dirinya sendiri, ke-aku-an yang besar, semua itu yang membuat sebuah kesulitan di dalam cita rasa adonan yang baru. Tetapi di atas segalanya masih ada Yang Maha Kuasa, yang mengatur pola hidup manusia. Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran.

pexels-migs-reyes-4205505
pexels-migs-reyes-4205505

Coba kembali tengok keluarga kita masing-masing dan berkaca, apakah adonan kue dalam rumah tangga sudah siap disajikan di hadapan Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta ? Dan lihatlah perubahan di raut wajah anak-anak yang kembali bercahaya. Semoga !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun