Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggenggam....

28 Maret 2023   11:45 Diperbarui: 28 Maret 2023   11:53 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels-anna-tarazevich-5697262

Membuka lembaran baru di awal tahun dua ribu dua puluh tiga, masih dalam ingatan kita, seorang Tenaga Kerja Wanita yang bekerja selama tujuh tahun di Uni Emirat Arab (UEA) tidak diijinkan pulang ke Indonesia bahkan selama itu pula gajinya tidak pernah dibayarkan. Dalam benak pikiran yang singkat saja, penulis hanya bisa berkata dalam hati. Koq tega ya ?

Tidak bermaksud membesarkan berita yang sudah berlalu. Tetapi ada hal yang menjadi pertanyaan berkelanjutan adalah, bisa jadi masih banyak tenaga-tenaga kerja di sektor bawah yang sudah bekerja pada majikan sekian lama, tetapi haknya belum terbayarkan. Tidak usah jauh-jauh ke luar negeri. Bisa jadi di dalam negeripun  ada juga kasus yang demikian.

Memang, ketika berbicara dengan hati nurani, rasanya apa yang mereka alami itu menjadi dekat dengan kita. Sekalipun mereka bukan siapa-siapa dengan kita. Saudara juga bukan. Tetapi rasa kebersamaan dalam penderitaan menjadikan ikatan batin yang tiba-tiba saja muncul.

 

pexels-albin-biju-5800523
pexels-albin-biju-5800523

Ketika persoalan ini mencuat ke permukaan, bisa jadi ada seribu alasan mengapa sang majikan tidak mau membayar gaji asisten rumah tangganya. Entah itu sebuah tindakan yang disengaja, atau bisa juga dengan beralasan pura-pura kelupaan. Bisa juga yang menjadi alasan adalah karena sudah merusakkan barang kesayangan majikan yang harganya lebih dari nilai gajinya. Semua alasan bisa mengemuka. Dan kita hanya melihat dari luar, sepertinya tangan-tangan majikan sudah menggenggam harta dunia, dan tidak punya hati lagi. Demikian ?

Pada saat yang bersamaan bisa timbul dalam pemikiran, jangan-jangan kitapun pernah melakukan hal yang sama, dengan kapasitas yang lebih kecil. Tetapi benang merahnya jika ditarik akan mengerucut pada persoalan yang sama. Mungkin kita pernah menolak untuk memberikan bantuan kepada sesama, hanya karena melihat pantas atau tidak pantas dengan melihat tampilan sekilas saja.

pexels-josie-stephens-23008
pexels-josie-stephens-23008

Dari pengalaman yang terjadi saat Covid menyerang negeri ini. Di perumahan kami tinggal, diadakan kerja sama menyentuh hati yang dinamakan jogo tonggo. Dengan maksud mengetuk hati dengan sesama untuk bisa merasakan hal yang sedang dialami tetangga. Caranya bergantian mengirim dan menyediakan makanan berupa lauk pauk karena mereka sedang terisolasi. Sebuah pembelajaran untuk membuka genggaman tangan menjadi terbuka.

Bahkan mungkin lebih dari itu. Seperti halnya cerita anak sulung. Seorang temannya yang baru beberapa bulan menikah, tiba-tiba di PHK dari tempat pekerjaannya. Bisa dibayangkan bagaimana kalutnya. Karena dia baru saja ambil kredit rumah dan istrinya juga sedang mengandung. Lebih kalutnya lagi, istrinya terpapar covid-19. Bisa dibayangkan kalau hal ini menimpa diri kita.

Kadangkala kondisi-kondisi seperti ini yang diperhadapkan di depan mata kita, memancing reaksi hati kita. Apa yang bisa kita bantu saat saudara kita sedang mengalami persoalan berat seperti ini ? Apakah tetap berpangku tangan dengan tangan menggengam harta kekayaan kita sendiri tanpa peduli dengan sesama ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun