Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengasihi...

25 Februari 2023   14:30 Diperbarui: 25 Februari 2023   14:38 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih ingat pebulutangkis Indonesia Rudi Hartono, Liem Swie King, Alan Budikusuma atau Susi Susanti yang bisa berulang kali menjadi juara dunia bulutangkis di masa lalu ? Mungkin buat para pembaca yang kelahirannya antara tahun 1960 -1970 nama-nama tersebut sudah tidak asing lagi. Masih ingat kalau ada pertandingan bulu tangkis turnamen All England, rasanya gemuruh semangat warga republik ini lewat siaran televisi sangatlah membahana.

Dari sepak terjangnya di arena bulutangkis, apa yang mereka katakan ? Mereka sepakat bahwa mempertahankan  untuk selalu menjadi juara jauh lebih sulit dibanding saat-saat meraih juara. Dibutuhkan kerja ekstra keras dan daya tahan mental yang kuat, serta latihan teknik dan fisik yang prima.

pexels-saifcom-6878018
pexels-saifcom-6878018

Seperti halnya juga saat kita menanam sebuah tanaman, baik yang mulai bertumbuh dari biji maupun dengan sistim pintas. Entah itu cangkok ataupun stek. Untuk beroleh buah yang diharapkan perlu dilakukan pemeliharaan yang rutin. Tidak hanya dipelihara secara berkala. Tetapi harus rutin, sampai diperoleh hasil yang diharapkan.

Memelihara dan mempertahankan akan sebuah  kejadian yang kita alami bisa menjadi tolok ukur ketahanan diri kita sendiri. Seperti yang sering dikatakan dan didengung-dengungkan. Peliharalah kasih persaudaraan ! Sebuah kalimat singkat tetapi penuh makna yang cukup dalam perjalanan hidup hari lepas hari. Dan itu erat kaitannya tentang sejauh mana caranya untuk memelihara dan mempertahankannya.

pexels-pixabay-39308
pexels-pixabay-39308

Seringkali terucap Torang Basudara (kita orang bersaudara). Atau terucap kita hidup dalam kasih. Tetapi benarkah apa yang terucap sudah sejalan dengan tindakan kita sepenuhnya ? Banyak contoh dalam komunitas hidup berlingkungan yang tidak hanya satu koloni.

Saya jadi teringat saat saudara terdekat masuk rumah sakit karena vonis kanker stadium akhir, hingga akhirnya meninggal ke pangkuan Sang Khalik. Sepanjang perawatan di sebuah rumah sakit, tidak ada seorangpun dari pengurus dimana saudara terdekat kami beribadah menjenguk. Padahal tempat dia beribadah di Jakarta adalah terbesar dengan pelayanan yang cukup ternama. Tetapi justru yang sering datang menjenguk adalah dari persekutuan komunitas doanya. Ini sebuah realita yang ada.

Dengan kata lain kalimat peliharalah kasih, belum diaplikasikan seutuhnya dalam fase kehidupan yang berjalan seiring dengan norma tatanan bersosialisasi. Sepertinya itu hanya bisa terucap lewat lidah bibir saja, tanpa mencuat dari sanubari yang paling dalam.     

pexels-rodolfo-clix-1161935
pexels-rodolfo-clix-1161935

Bisa jadi kita juga sudah berusaha semaksimal mungkin dengan mengagendakan sebuah perilaku yang bisa membuat semua orang tidur dengan nyaman, tanpa adanya gejolak yang mengarah kepada pengkotak-kotakan kebersamaan. Dengan cara berusahalah hidup damai dengan semua orang. Tetapi sekali lagi, kita acapkali diperhadapkan dengan dunia nyata, yang berbalikan. Seperti sebuah sinetron yang berjudul dunia terbalik.

Berapa kejadian penipuan yang terkait dengan penyalahgunaan keuangan, bisa terjadi dalam lingkungan tempat beribadah di luar sana maupun di luar sini. Bisa disinyalir tersangka pelakunya adalah orang di ring satu. Apakah ini bisa disebut memelihara kasih ? Tentu saja tidak. Karena dari aksi tipu-tipu ini akan timbul reaksi spontan dari yang kena tipu dengan menabrak batas-batas keimanan yang sudah dipegang teguh. Dan ini bisa ditebak kemana arahnya. Karena uang di atas segalanya. Bukan lagi fokus Sang Khalik.

pexels-brett-sayles-2821220
pexels-brett-sayles-2821220

Sebuah pigura hati yang disematkan lewat jalinan kasih dari Sang Pencipta langit dan bumi menjadi sebuah monumen yang anti karat. Bahwa untuk memelihara kasih dengan sesama tidak harus dengan uang. Bahwa untuk menjaga damai dengan sesama juga tidak harus dengan uang. Semuanya kembali ke hati kita masing-masing. Bagaimana hati yang sudah dipulihkan oleh Tuhan dari serbuan angkara murka, membuat kita dapat memelihara kasih persaudaraan dan berdamai dengan semua orang.

Karena saat timbul kasih di situlah ada kedamaian. Ini realita sekaligus fakta. Bagaimana dengan kita ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun