Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilihan....

24 Februari 2023   10:20 Diperbarui: 24 Februari 2023   10:39 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels-pressmaster-3851255

Beberapa tahun yang lalu, saat masih aktif bertugas sebagai abdi negara di salah satu kota di propinsi Jawa Tengah, saya mempunyai seorang teman pria di kantor dimana kami bekerja. Usianya relatif jauh lebih muda dari saya dan masih dibilang usia produktif. Istrinya seorang wiraswasta dan anaknya baru seorang.

Yang menjadi persoalan adalah selaku Aparatur Sipil Negara yang penghasilannya dibayar oleh Negara, beliau berlaku seenaknya dan semaunya sendiri. Beliau tidak mau menghiraukan aturan-aturan yang berlaku di kantornya sesuai SOP. Bahkan untuk absensi harian yang waktu menggunakan finger print dan kewajiban apel pagipun dia tidak pernah mengikutinya.

Sebagai sesama ASN, temen-teman sudah berapa kali menegurnya, dengan maksud untuk kebaikan beliau secara pribadi. Beberapa kali sudah diberi peringatan lisan sampai peringatan resmi dari pimpinan selaku atasan langsungnyapun tidak dianggap. Hingga akhirnya tunjangan kepegawaian bulanannya dipotong. Tetapi sejauh ini beliau tidak memperdulikannya. Hingga ujung-ujungnya beliau dimutasi ke tempat lain.

pexels-pressmaster-3851255
pexels-pressmaster-3851255

Mungkin, di lingkungan bertetangga atau berkomunitas sering diperhadapkan dengan manusia-manusia yang memiliki model seperti itu. Bahkan tidak menutup kemungkinan dalam lingkaran keluargapun ada juga yang punya type hampir mirip. Bisa jadi apapun yang dilakukan olehnya, acapkali dianggap sebagai kewajaran, tanpa memperdulikan kehadiran orang lain di sekitarnya. Seribu peringatan dan teguran selalu dianggap sebagai angin lalu, yang masuk ke telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri. Dan itu sudah dianggap sebagai kewajaran tulen.

Sebuah kewajaran ? Tanpa terasa, ternyata seringkali juga bersikap seperti itu tanpa kita menyadari dengan sepenuh hati, bahwa apa yang sedang dialami, ada benang merahnya terhadap sesuatu kejadian. Mengalami masuk angin, dianggap biasa saja. Mengalami tensi darah naik, masih dianggap sebagai kewajaran, karena sedang memasuki tanggal tua. Mengalami detak jantung yang meningkat selalu dianggap wajar karena mendekati tagihan cicilan.

Dari persoalan-persoalan kecil yang saking terbiasanya sudah dianggap sebagai kewajaran. Bahkan ketika pergumulan semakin membesar dalam usaha bisnis yang mulai terseok-seok, sampai sakit penyakit yang datang mendera bertubi-tubi, masih dianggap sebagai sesuatu yang wajar dalam mengarungi hidup ini. Masukan dan nasehat tidak lagi mempan.

Bisa jadi ada hal yang terlupa, saat semua sedang terjadi. Karena kita anggap semua yang terjadi dapat segera teratasi. Sebab kita merasa masih bisa tegak berdiri di atas kaki sendiri. Kita tidak mau melihat jauh ke dalam, apakah yang menjadi penyebab semua ini. Karena sejujurnya, ini masih ada kaitannya dengan seberapa besar pertumbuhan rohani dengan tingkat keimanan sesorang terhadap Sang Khalik.

pexels-pixabay-262140
pexels-pixabay-262140

Perhatikanlah keadaanmu ! Hanya dua kata, tetapi itu sangat menyentuh lubuk hati yang paling dalam. Juga penuh ketegasan. Sebuah peringatan akan sepak terjang kehidupan kita sehari-hari. Karena secara singkat saja, apa yang sedang kita alami hari-hari ini ada keterkaitan dengan pola hidup kita dengan Yang Maha Kuasa. Semakin jauh sandaran hidup kita dengan Tuhan, akan terjadi kemudian kehidupan semakin terpuruk dan terhempas. Dan itu mempengaruhi lamanya waktu kita menjalani pergumulan maupun permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun