Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Otoritas...

14 Februari 2023   10:00 Diperbarui: 14 Februari 2023   10:02 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika bangun tidur pagi hari ini, tiba-tiba saja terlintas perjalan kehidupan rumah tangga kami yang dimulai dari tiga puluh delapan tahun yang lalu. Banyak kenangan bersliweran seperti urutan menonton film cerita di televisi. Banyak suka dan duka. Layaknya membuka album foto yang sekarang bukan jamannya lagi, perlahan dibuka kembali. Sebuah sejarah yang tidak bisa terlupakan untuk bisa dijadikan kenangan.

Bagaimana membangun sebuah impian yang nyata-nyata tidak semudah membalik tangan. Dan sederet pertanyaan ketika ada gelombang badai dalam perjalanan berumah tangga. Mengapa ini harus terjadi ? Mengapa tidak bisa berjalan layaknya berkendara di jalan tol ?

Seperti halnya membuka buku sejarah masa lalu. Sebuah semboyan yang fonumental. Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau disingkat "Jasmerah" adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Soekarno, dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun  Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966.

pexels-zariflavin-🌼-11415113
pexels-zariflavin-🌼-11415113

Dan tentu saja, tanpa membaca dengan menyimak sejarah masa lalu dan memahaminya, kita tidak akan tahu bagaimana bangsa dan Negara ini terbentuk. Bagaimana perjuangan dan pengorbanan pendahulu-pendahulu kita dalam mewujudkan kemerdekaan dari cengkeraman penjajah.

Kadangkala saya bertanya dalam hati koq dulu peta sejarahnya tidak dibikin begini atau kenapa tidak dibuat begitu ya? Memang dengan sudut pandang saat sekarang dengan masa saat kejadian itu berlangsung tentunya berbeda. Mungkin kita bisa berkomentar karena tidak mengalami kejadian sebenarnya. Kita mengetahuinya karena lewat bacaan buku sejarah.

Dan sebuah pertanyaan menarikpun muncul dari sudut keimanan. Mengapa Tuhan Pencipta alam semesta membiarkan bangsa kita mengalami penjajahan ? Mencoba berpikir praktis dan sistematis sesuai alam pikiran diri sendiri. Kalau saja Yang Maha Kuasa berkenan untuk  mau bertindak, dengan sekali tindakan, bangsa kita bisa langsung bebas dari penjajahan bukan ? Tetapi justru dari sejarahlah kita banyak belajar arti perjuangan dan kendali otoritas yang Tuhan pegang atas perilaku kehidupan manusia.

pexels-towfiqu-barbhuiya-8693379
pexels-towfiqu-barbhuiya-8693379

Begitu juga saat sejarah mencatat betapa rapuhnya perekonomian dunia, ketika covid menghantam tanpa pilih-pilih. Pertanyaan yang sama muncul. Mengapa kondisi porak poranda yang memakan banyak korban jiwa dibiarkan. Atau kejadian gempa yang menghancurkan beberapa bagian di negara Turkiye. Apakah kalau demikian Tuhan tidak sayang kepada umat-NYA ? Dengan membiarkan semua kejadian berlangsung ?

Kembali mencoba belajar dari catatan peristiwa di atas, memberikan sebuah kecerahan. Mengingatkan kembali peran otoritas dan kuasa sesungguhnya milik-NYA. Tuhan bisa menggerakkan hati manusia di situasi yang berbeda. Seperti kita belajar dari catatan sejarah yang Tuhan sudah torehkan, yang membuktikan bahwa apapun Yang Maha Kuasa  lakukan kepada mereka semuanya akan berakhir dengan baik. Dari sini juga kita bisa belajar banyak otoritas-NYA buat kehidupan kita.

Mungkin saja hari-hari ini kita sedang mengalami permasalahan atau persoalan yang begitu hebat. Yang mengakibatkan hubungan antar keluarga, hubungan antar sesama mengalami keretakan. Mempercayakan sepenuhnya hidup kita kepada-Nya, karena Sang Khalik yang akan mengakhirinya dengan happy ending.

happy-ending-modified-one-way-sign-indicating-47396024
happy-ending-modified-one-way-sign-indicating-47396024

Sekeras apapun hempasan yang kita alami, bahkan mungkin membuat derai air mata yang bercucuran dan sesak napas. Catatan perjalan hidup kita akan dibaca oleh diri kita sendiri atau keturunan kita dan semuanya sepakat akan berkata kemudian Tuhan itu baik. Benar begitu ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun