Setelah sekian lama terkendala adanya aturan PPKM, baru kali ini kembali merasakan kesempatan naik pesawat terbang. Saat kemarin saya berdua istri terbang ke Lampung, tiba-tiba sepertinya diingatkan akan sesuatu yang sudah menjadi aturan main di setiap maskapai penerbangan.Â
Bagi yang sudah berulang kali kita naik pesawat terbang, bahkan mungkin juga sudah tidak terhitung lagi berapa kali, tentu hapal akan prosedur yang satu ini. Setiap kali pesawat mau take off, crew pesawat memperagakan cara menggunakan seat belt, menggunakan masker oksigen, menunjukkan lampu emergency di bawah kursi, dan juga menunjukkan pintu keluar saat dalam kondisi darurat.
Begitu juga waktu crew pesawat mengajari cara membuka pintu darurat pada saat pesawat mengalami kecelakaan, baik mendarat darurat di darat maupun di laut. Semua diperagakan dengan detail dan berulang. Tujuannya apa sih ? Tujuannya hanya satu, agar semua penumpang selamat apabila terjadi sesuatu yang buruk dalam penerbangan, atau setidaknya jika ada korban yang jatuh bisa diminimalisir.
Yang menarik buat saya secara pribadi adalah seberapa keseriusan dari mata para penumpang untuk memperhatikan peragaan keselamatan itu sendiri. Dengan segala caranya saat crew pesawat memperagakan tata cara sesuai prosedur keselamatan agar para penumpang dapat menegerti dan memahami. Tetapi ternyata tidak demikian adanya.
Ada beberapa penumpang yang cuek bebek. Mungkin karena merasa sudah sedemikian mengertinya. Ada juga penumpang yang asyik ngobrol dengan rekan di sebelahnya. Ada juga penumpang yang tetap baca majalah tanpa peduli lingkungan sekitarnya. Ada juga yang asyik melamun. Mungkin sedang memikirkan sesuatu hal.
Kalau ada yang bener memperhatikan, bisa jadi itu yang baru pertama kali terbang. Kenapa demikian ? Karena buat para penumpang yang sudah malang melintang melakukan perjalanan dengan maskapai penerbangan, rasanya itu bukan sesuatu yang baru. Suatu hal yang menjadi kebiasaan dan menjadikannya sebuah rutinitas, membuat kita cenderung lengah dan meremehkan. Ini yang bisa menjadi bumerang buat kita sendiri.
Begitu juga saat-saat kita yang merasa sudah melakukan ibadah dengan landasan keimanan yang begitu kuat kepada Yang Maha Kuasa, lalu Tuhan berbicara dan mengingatkan akan perilaku kita sehari-hari. Bisa melalui apa saja. Entah lewat ayat-ayat yang kita pegang teguh, lewat mimpi, lewat hikmat, bahkan bisa juga lewat teguran-teguran pelan melalui seorang anak kecil. Semua bisa Sang Khalik lakukan.
Tetapi yang terjadi di lapangan, kadangkala kita tidak peka bahkan cenderung meremehkan akan peringatan tersebut. Bahkan bisa jadi kita memberikan respon dengan melakukan tindakan yang berlawanan. Asumsinya sederhana. Wong yang diingatkan lewat sosok yang ada di depan mata sendiri, seperti yang crew pesawat lakukan saja menganggap enteng, apalagi diingatkan oleh  Sang Pencipta yang tidak terlihat nyata di depan mata.
Bisa jadi karena karena kesibukkan dunia, sehingga kita tidak peka atau malah tidak mau mendengarkan, sekalipun sesungguhnya Tuhan sudah berbicara kepada kita terus menerus sebagai tanda peringatan. Dan kita tidak mau merespon apalagi menjawab, walaupun Tuhan sudah berseru kepada kita. Karena sejujurnya apa yang Tuhan lakukan adalah untuk kebaikan, keselamatan dan kebahagiaan kita sendiri.
Â
Sekali lagi, apa yang diperagakan Yang Maha Kuasa lewat cara-NYA, dan crew pesawat kepada kita, tujuannnya sama, Selamat dan Berbahagia. Jadi kalau saat kita menjalani kehidupan ada sesuatu yang berdampak negatip, sebaiknya kita harus segera introspeksi diri, dimana letak kesalahannya ? Jangan-jangan kita sudah mulai buka celah dosa tanpa kita sendiri menyadarinya.
Mumpung masih ada kesempatan menjalani hidup hari lepas hari bersama Sang Khalik, rasanya masih ada waktu untuk memperbaiki tingkah laku dan segala perbuatan yang menyimpang, supaya tidak jadi bumerang buat diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H