Saya tiba-tiba koq diingatkan saat anak-anak masih kecil-kecil. Waktu mereka sudah mulai haus atau perutnya sudah mulai lapar. Istri saya dengan sabar akan memberikan susu atau nasi tim atau bubur, sambil berkata...sabar ya ini masih panas....tunggu sebentar ya...sambil botol susunya direndam di air dingin atau sambil dikipas-kipas.
Atau perhatian anak-anak dialihkan dulu oleh istri saya. Anak-anak memang saat meminta sesuatu berharap instant. Sak deg sak nyet orang Jawa bilang. Tidak peduli situasi dan kondisi yang sedang dihadapi kedua orang tuanya. Lagi sibuk apa gak ? Lagi punya duit apa gak ? Gak ada pikiran kesitu. Apalagi berpikir kalau susu atau buburnya perlu diturunkan suhunya agar menjadi suam-suam kuku, atau paling tidak menjadi hangat.
Dalam situasi geger karena tangisan sudah mulai dengan intonasi yang makin meninggi, istri saya dengan telaten dan talenta yang dia punya mengeluarkan  beberapa jurus untuk menenangkan anak-anak. Sampai akhirnya mereka mendapatkan sesuatu yang didambakan dan diharapkan. Perlu kesabaran untuk beroleh sesuatu.
Kitapun seringkali dengan sadar atau tanpa sadar bertingkah seperti anak-anak. Berharap orang tua, saudara, boss, rekanan bisnis, atau pimpinan partai sekalipun atau apapun bidangnya, bisa segera merealisasikan keinginan dan kebutuhan kita secara instant. Ini kentara terlihat ketika sudah kepepet.
Bahkan dengan kegentingan situasi, sebagai orang yang beriman tentunya panjatan doa yang dinaikkan ke Sang Penciptapun kadangkala disertai todongan dan ancaman. Mengapa bisa terjadi ? Karena pointnya hanya satu. Kebutuhan dan keinginan kita bisa tercapai. Di sisi lain ketika  urusan dengan Sang Khalik tidak lagi terealisasi jawabannya sekalipun kita sudah ngoyo beribadah. Ada terjadi dilakukan jalan pintas melalui pihak ketiga yaitu dukun dan manteranya. Bisa ? Bisa saja. Sungguh sebuah ironi ketika hal ini dijabarkan dan dipraktekkan.
Pernahkah kita menyadari bahwa belum tentu semua permohonan dan permintaan akan dijawab secara instant ? Seyogyanya dengan bijak bisa dirunut. Karena dari segi permintaan ada tiga kualifikasi jawaban. Bisa YA, bisa juga NANTI, atau jawabannya TIDAK ! Ini yang harus dipahami. Karena hal ini tidak dapat di bangku sekolah ataupun bangku kuliah. Â
Beberapa kejadian nyata terhampar di sekeliling kehidupan yang sedang berjalan. Ada anak yang minta uang jajan sama ibunya, tetapi karena tidak mendapatkannya, dibunuhlah sang ibu. Atau ada suami yang minta jatah kebutuhan jasmaninya kepada istri. Tetapi karena isteri menolak dengan alasan kecapaian habis kerja, ditonjoklah isterinya hingga bonyok.
Jadi dimana sebetulnya rem pengendalian diri terhadap sebuah keinginan yang terbungkus dengan kalimat kasih ? Faktanya, dalam lingkaran kehidupan yang notabene sebagai orang beriman, sering dengan jelas manusia dengan segala tongkrongannya melupakan Sang Khalik.
Dari tiga type jawaban di atas, Tuhan mengajarkan dan mengingatkan kepada kita, bahwa di atas segalanya, Â DIA lah yang pegang otoritas dan hak preogatif atas hidup kita. Dengan pendekatan dan bercermin dari hal tersebut di atas, rasanya kita tidak perlu galau atau merasa putus asa, pada saat kita sedang menghadapi pergumulan atau persoalan hidup, yang bisa membuat gelap mata atau mata kita menjadi buta karena permohonan atau permintaan kita tidak dijawab secara instant.
Sang Khalik punya segala cara untuk membawa kita melewati semuanya itu, walaupun dalam perjalanannya bisa jadi prosesnya menyakitkan. Bisa sabar gak ? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H