Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesepakatan

9 Januari 2023   09:40 Diperbarui: 9 Januari 2023   09:49 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels-savvas-stavrinos-814544

Beberapa tahun yang lalu tetangga saya yang baru saja kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), mencoba kembali untuk bekerja di beberapa perusahaan. Mengirim beberapa lamaran, akhirnya ada sebuah perusahaan yang memanggil dia untuk wawancara. 

Singkat cerita terjadilah kesepakatan, mulai jam kerja, jam lembur, termasuk urusan gaji dan tunjangan. Berjalannya waktu, saat kondisi perekonomian negeri ini mengalami goncangan, dan demo buruh dimana-mana menuntut kenaikan gaji, tetangga saya juga ikutan berdemo.

Saat itu saya nanya dan bertanya-tanya, dulu kesepakatannya gimana ? Gajimu berapa ? Sepakatkah ? Kalau sudah sepakat apa masalahnya ? Kejadian-kejadian model seperti ini bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Entah terjadi tahun sekarang, tahun yang lampau ataupun di tahun mendatang. Dan bisa terjadi pada siapa saja yang bekerja di sektor apapun.

Persoalan protes memprotes dan demo mendemo untuk urusan gaji antara buruh dan majikan sepertinya tak lekang oleh waktu. Alkisah ada kasus yang menarik yang pernah terjadi sekian tahun yang lampau. Mayoritas buruh protes karena upah yang mereka terima dalam hari itu, sama dengan buruh baru, yang masuk bekerja dalam jam terakhir. 

Mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh sang majikan. Karena mereka merasa sudah bekerja berat dan menanggung panas terik, tetapi koq upahnya sama dengan buruh baru yang baru bekerja dalam satu jam. 

Dalam hitungan upah per harinya tentunya. Tetapi majikan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil dengan kalian. Bukankah kita telah SEPAKAT dalam hal upah per hari? 

pexels-inzmam-khan-1134204
pexels-inzmam-khan-1134204

Itulah yang terjadi saat bagaimana buruh protes kepada majikannya. Orang yang bekerja dari pagi dibandingkan dengan orang yang bekerja mulai siang/sore koq digaji sama ? Disinilah arti pemahaman sebuah ke-"SEPAKAT"-an. Disinilah tingkat emosi dan kejiwaan kita diuji.

Beberapa kali memang kita mendengar dan melihat secara nyata dengan fakta di lapangan. Saat banyak anak-anak muda yang belum mendapat pekerjaan, kemudian kita coba pancing dengan memberikan tawaran pekerjaan yang dianggap menjanjikan, apa respon mereka yang pertama kali yang kita tangkap ? 

Anak-anak muda ini seringkali menjawab, udah gak apa-apa...digaji berapa saja saya mau. Yang penting saya bisa bekerja dan tidak nganggur. Bahkan ada juga yang menjawab, berapapun gajinya saya mau. Yang penting bekerja dan tidak diremehkan pacar. Sepele....tapi ini fakta !

Berangkat dari hal inilah kita sering melihat, bagaimana rendahnya konsep bekerja di lingkungan akar rumput dalam sektor industri. Dan karena ketidaksiapan pencari kerja yang berawal dalam memahami faktor kesepakatan dengan majikannya, hal inilah yang malah bisa dimanfaatkan oleh sang pemberi kerja. Ketika kemudian persengketaan muncul, terjadi lanjutan demo dimana-dimana dengan alasan untuk menuntut rasa keadilan. Pertanyaannya dari sudut pandang siapa? 

Kadangkala dalam kehidupan sehari-hari kita juga seringkali protes atau mempertanyakan, kenapa kita tidak diperlakukan dengan adil sama Tuhan ? Kenapa mereka yang hidupnya amburadul, mabuk-mabukan, main perempuan, bahkan mungkin kenal sama Tuhan saja nggak, malah diberi kesehatan sempurna, bisa melakukan segala sesuatu dengan mudah tanpa ada yang menghalangi. Malah bisa jadi hartanya berlimpah tujuh turunan gak bakal habis.

Sebaliknya, yang rajin beribadah siang malam bertahun-tahun, koq malah banyak persoalan dalam kehidupannya ? Pernah merasa diperlakukan seperti itu ? Disinilah kita seringkali lupa, bahwa bagi orang yang memiliki ke-iman-an, sudah terjadi kesepakatan dengan Sang Khalik. Gusti mboten sare, itu berlaku atas hidup kita. Dan itulah yang dinamakan ke-SEPAKAT-an dengan Tuhan.

pexels-andrea-piacquadio-3779448
pexels-andrea-piacquadio-3779448

Jadi klo sekarang terjadi hal-hal yang tidak beres dalam perjalanan hidup kita, perlu dipertanyakan kembali , apakah kita sudah melanggar kesepakatan dengan-Nya , atau bahkan kita keluar dari kesepakatan ? Ato jangan-jangan  terjadi kata sepakat untuk tidak sepakat dengan Sang Khalik ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun