Mohon tunggu...
Hermansyah Siregar
Hermansyah Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Menguak fakta, menyuguh inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Laudya, Kembalilah (Quo Vadis Pekerja Migran Indonesia)

17 Juni 2018   01:31 Diperbarui: 17 Juni 2018   01:42 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku terhenyak membaca berita entertainment Indonesia, 1 lagi artis kita disunting oleh lelaki pengusaha dari negeri tetangga yaitu Laudya Chintya Bella. Hatiku masygul setelah sebelumnya penyanyi idola remaja BCL juga 'diculik' pangeran dari negeri jiran tsb.

Aku mematut wajahku dicermin dan membandingkannya dgn wajah pria melayu tsb, kayaknya gak kalah kalah amat deh kegantengannya. Malah mungkin aku lebih ganteng puji diriku.

"Hai kawan, wajahmu memang boleh lebih good looking dari lelaki beruntung tsb tp emangnya memilih jodoh cukup dgn modal itu? Klo milih pacar bolehlah cari yg ganteng..bisa dipejeng kesana kemari. Tapi ini urusan hidup dan setelah hidup. Dunia wal akhirah. Perempuan itu cari jodoh yg sdh mapan, baik dari kepribadiannya, ekonominya, sosial, pendidikan, dll," kata suara yg berdengung di telingaku.

"Lebih baik ente bersikap dan berpikir positif, bisa jadi itulah jodoh yg terbaik bagi mereka. Jangan berprasangka buruk apalagi ghibah membicarakan kabar burung yg belum tentu benar.  Aib yg benar aja dosa utk dibicarakan apalagi yg tidak benar, " ujar suara itu seperti suara ustadz Abdul Somad yg lagi tausiyah di atas mimbar.

Iya juga ya. Aku seperti emak-emak yg suka ngegosip setelah selesai memasak utk keluarga sambil sibuk mencari kutu anaknya.

Akhirnya akupun bertafakur memandang gerbang Brandenburger Tor yg megah menjulang di kawasan mitte (tengah) kota Berlin. Enam pilar yg kokoh menyanggah beton penyambung diatapnya dan bertengger gagah patung kereta berkuda berwarna hijau dipuncaknya. Empat ekor patung kuda membawa kereta kencana dikendalikan oleh seorang puteri yg cantik.

Aku mencoba mengabadikan pemandangan penanda Berlin ini dipagi hari karena suasana disekitarnya masih rada sepi. Lalu ku coba mencari tahu lebih jauh kisah gerbang Bandenburger tsb melalui mesin pencari google.

Brandenburger Tor merupakan land mark kota Berlin berarsitektur neoklasik yang dibangun tahun 1788-1791 oleh Carl Gotthard Langhans. Oleh Friedrich Wilhelm II, gate ini dipandang sebagai simbol perdamaian dan menjadi saksi sejarah penyatuan kembali negara Jerman barat dan Jerman Timur pada tanggal 03 Oktober 1990.

Di atas gerbang terdapat patung yang disebut Quadriga seperti kereta kencana yang ditumpangi oleh dewi Victoria (dewi kemenangan Romawi) menghadap ke timur.

Setelah kekalahan Prusia (negara kerajaan Jerman tempo dulu-pen) tahun 1806 pada pertempuran Jena-Auerstedt, Napoleon merampas dan membawa Quadriga ke Paris. Saat Napoleon ditakluklan kembali oleh Prusia tahun 1814 yg dipimpin oleh Jenderal Ernst von Pfuel, patung Quadriga dibawa kembali ke Berlin. Ikat kepala zaitun Viktoria ditukar dengan salib besi, sehingga menjadi Nike, dewi kemenangan mitologi Yunani.(Wikipedia).

Whaatttt...ternyata patung Quadriga yg berwarna hijau itu pernah dirampas oleh Napoleon dan dikembalikan lagi oleh Prusia!!! ...Nada suaraku entah mengapa tiba2 meninggi dan berkata. "Lihatlah...walaupun hanya sekedar patung dicuri Napoleon tapi Prusia tidak menggagap remeh aksi tsb. Prusia bisa saja kalah saat itu tapi merampas patung yg merupakan simbol kehormatan kerajaan bagi mereka merupakan aib yg teramat sangat. Mereka segera bangkit menuntut balas kekalahan dan tancapkan kembali simbol dignity tsb dipuncak keagungannya," gerutuku.

Hatiku yg tadinya sudah mulai adem kini kembali emosi. Hanya karena batu terukir yg dicuri bangsa lain membuat mereka bangkit. Mestinya ketika makhluk hidup cantik milik bangsa kita yg berprofesi sbg selebritas diculik oleh para pangeran negeri jiran, kebangkitannya melebihi kerajaan Prusia itu. Bahkan negara yg baru lahir kemarin sorepun sudah berani2nya menculik KD dan membawa kabur ke negaranya.

Setelah saudara2 kita si Tuminem, Juminten, Poniyem, Sutarmo, Ngadino, Paijo pergi ke negeri jiran, masih aja mereka belum merasa puas. Kini artis kelas atas pun disabet. Apalagi yg tersisa utk kaum perjaka negeriku.

"Sabar kawan..jangan suka menyalahkan orang lain. Ini bukan urusan culik menculik, rampas merampas. Sebaiknya kawan coba introspeksi diri dulu kenapa mereka mulai dari kalangan kelas atas sampai bawah pada pergi ke negeri seberang. Bisa aja para artis tsb sudah kapok dibohongi oleh para pria bangsanya sendiri. Dijanjiin macam2. Mau diajak honeymoon ke bulan. Beliin sepatu kaca cinderella. Tinggal di istana semegah Taj Mahal dan kendaraan luxus sekelas kereta kencana."

"Mencari pria ganteng itu gampang kawan tapi mencari pria jujur itu yg sangat sulit. Buktinya liat aja lembaga anti rasuah KPK sampai membuat spanduk besar membentang diatas gedungnya bertuliskan "jujur itu hebat". Bayangkan...Padahal menjadi orang jujur itu gak perlu menjadi hebat. Itu sudah naluriah bagi orang yg beriman, kawan," kata suara itu lagi.

Kawan gak perlu terlalu risau dgn para selebritas yg dinikahi oleh pengusaha kaya negara tetangga. Risaulah dgn nasib orang kecil yg pergi mengadu nasib ke negara tetangga.

Orang2 kecil yg lugu itu adalah orang jujur yg harus pergi meninggalkan kampung halamannya. Meninggalkan cangkul dan sabitnya, sapi dan pengais bajaknya, hamparan rumput nan hijau, ladang palawija yg kemuning, keluarga dan kerabat dan kenangan indah masa kecilnya karena sudah gak ada lagi sumber nafkah yg dapat dibagi utk kehidupan keluarga.

Mereka berangkat dengan semangat membaja dgn segala kegalauannya. Apakah berangkat secara prosedural atau nonprosedural kadang mereka tidak mengerti. Hidup harus terus berlanjut. Sementara para pelaku kejahatan trafficking bergentayangan mencari mangsanya.

Ingat kawan..dimana ada gula disana akan ada semut. Mereka adalah para semut yg sdh kehabisan gula dikampung halamannya. Entah kenapa gula dikampung bisa hilang. Gula diseberang lautan kini baunya cukup menyengat membayangi tidur malamnya.

Dan ketika gula berhasil direguk diperantauan, sebagian manisnya dikirim ke kampung maka para pemimpin daerah asal para semut tsb dengan bangga berkata:

Alhamdulillah remitansi (kiriman) dari luar negeri ke daerah kita semakin meningkat. Ini merupakan partisipasi para pahlawan devisa kita. APBD kita bertambah. Mudah2an para saudara kita yg bekerja di luar negeri diberikan kesehatan, keberkahan dan umur yg panjang, betah bekerja di luar negeri dan dapat majikan yg baik.

Kadang aku gak habis pikir kawan. Kok doanya gak nyuruh para semut kembali pulang kampung malah disanjung tinggi2 utk terus bekerja di luar negeri agar remitansi ke daerah meningkat dari tahun ke tahun. 

Kalau hanya sekedar menghidupi daerah mengandalkan remitansi dari yg katanya pahlawan devisa, buat apa ada kepala daerah? Bukankah kepala daerah itu tugasnya membuat, mengembangkan dan meningkatkan sumber kehidupan di wilayah kerjanya?

Yg dibanggakan kepala daerah mestinya adalah setiap tahun semakin berkurang remitansi ke daerahnya karena para buruh migran sudah kembali pulang ke kampung. Mereka sudah mendapatkan kembali gula yg dulu hilang dihalaman rumahnya. Walaupun manisnya gak sesedap diperantauan namun rasa manis di rumah sendiri adalah lebih nikmat dicicipi bersama sanak saudara.

Bukankah mangan ora mangan sing penting ngumpul. Tapi lebih nikmat kalau mangan walau sitik sing penting ngumpul lan bahagia.

Aku teringat pesan bapak Presiden saat memanggil seluruh kepala daerah di Indonesia ke istana negara. Para Bupati, Walikota, Gubernur berkumpul diberikan pengarahan dalam rangka penyusunan APBD tahun depan. Beliau berkata, "menyusun APBD bukanlah membagi habis seluruh anggaran secara merata kepada SKPD, Dinas dan Suku Dinas. 

Penyusunan APBD harus dengan konsep politik anggaran untuk menyejahterakan rakyat. Tetapkan kebijakan bahwa 60 % anggaran harus diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur daerah khususnya infrastruktur di bidang produksi dan padat karya agar tercipta lapangan kerja yg lebih luas."

Aku percaya bila semua kepala daerah punya visi dan misi yg sama dalam membangun daerahnya maka kantong2 kemiskinan akan hilang dan suatu saat tidak hanya juminten dan teman2nya yg kembali pulang tapi juga Laudya dan para selebritas lainnya yg telah tertambat juga kembali ke tanah air membawa suami asingnya karena negeri ini terlalu manis utk ditinggalkan.

Dan para pemuda Indonesiapun akan tegak dagunya melemparkan senyum imut terbaik karena para gadis cantik idamannya tidak pergi kemana-mana bahkan para pemuda bermufakat utk menggaet hati artis-artis jiran juniornya Datin Siti Nurhaliza.

Tulisan ini telah diposting di blog pribadi penulis di http://catatanhermansyahsiregar.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun