Mohon tunggu...
Hermansyah Siregar
Hermansyah Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Menguak fakta, menyuguh inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Laudya, Kembalilah (Quo Vadis Pekerja Migran Indonesia)

17 Juni 2018   01:31 Diperbarui: 17 Juni 2018   01:42 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hatiku yg tadinya sudah mulai adem kini kembali emosi. Hanya karena batu terukir yg dicuri bangsa lain membuat mereka bangkit. Mestinya ketika makhluk hidup cantik milik bangsa kita yg berprofesi sbg selebritas diculik oleh para pangeran negeri jiran, kebangkitannya melebihi kerajaan Prusia itu. Bahkan negara yg baru lahir kemarin sorepun sudah berani2nya menculik KD dan membawa kabur ke negaranya.

Setelah saudara2 kita si Tuminem, Juminten, Poniyem, Sutarmo, Ngadino, Paijo pergi ke negeri jiran, masih aja mereka belum merasa puas. Kini artis kelas atas pun disabet. Apalagi yg tersisa utk kaum perjaka negeriku.

"Sabar kawan..jangan suka menyalahkan orang lain. Ini bukan urusan culik menculik, rampas merampas. Sebaiknya kawan coba introspeksi diri dulu kenapa mereka mulai dari kalangan kelas atas sampai bawah pada pergi ke negeri seberang. Bisa aja para artis tsb sudah kapok dibohongi oleh para pria bangsanya sendiri. Dijanjiin macam2. Mau diajak honeymoon ke bulan. Beliin sepatu kaca cinderella. Tinggal di istana semegah Taj Mahal dan kendaraan luxus sekelas kereta kencana."

"Mencari pria ganteng itu gampang kawan tapi mencari pria jujur itu yg sangat sulit. Buktinya liat aja lembaga anti rasuah KPK sampai membuat spanduk besar membentang diatas gedungnya bertuliskan "jujur itu hebat". Bayangkan...Padahal menjadi orang jujur itu gak perlu menjadi hebat. Itu sudah naluriah bagi orang yg beriman, kawan," kata suara itu lagi.

Kawan gak perlu terlalu risau dgn para selebritas yg dinikahi oleh pengusaha kaya negara tetangga. Risaulah dgn nasib orang kecil yg pergi mengadu nasib ke negara tetangga.

Orang2 kecil yg lugu itu adalah orang jujur yg harus pergi meninggalkan kampung halamannya. Meninggalkan cangkul dan sabitnya, sapi dan pengais bajaknya, hamparan rumput nan hijau, ladang palawija yg kemuning, keluarga dan kerabat dan kenangan indah masa kecilnya karena sudah gak ada lagi sumber nafkah yg dapat dibagi utk kehidupan keluarga.

Mereka berangkat dengan semangat membaja dgn segala kegalauannya. Apakah berangkat secara prosedural atau nonprosedural kadang mereka tidak mengerti. Hidup harus terus berlanjut. Sementara para pelaku kejahatan trafficking bergentayangan mencari mangsanya.

Ingat kawan..dimana ada gula disana akan ada semut. Mereka adalah para semut yg sdh kehabisan gula dikampung halamannya. Entah kenapa gula dikampung bisa hilang. Gula diseberang lautan kini baunya cukup menyengat membayangi tidur malamnya.

Dan ketika gula berhasil direguk diperantauan, sebagian manisnya dikirim ke kampung maka para pemimpin daerah asal para semut tsb dengan bangga berkata:

Alhamdulillah remitansi (kiriman) dari luar negeri ke daerah kita semakin meningkat. Ini merupakan partisipasi para pahlawan devisa kita. APBD kita bertambah. Mudah2an para saudara kita yg bekerja di luar negeri diberikan kesehatan, keberkahan dan umur yg panjang, betah bekerja di luar negeri dan dapat majikan yg baik.

Kadang aku gak habis pikir kawan. Kok doanya gak nyuruh para semut kembali pulang kampung malah disanjung tinggi2 utk terus bekerja di luar negeri agar remitansi ke daerah meningkat dari tahun ke tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun