Sikap seperti itu menurutku suatu saat akan menemukan fase kehabisan resources dan inspirasi karena minimnya sparring partner. Tulisan di medsos yang cenderung mencari likers sebanyak-banyaknya disatu sisi memang menyenangkan dan tanpa beban. Menambah teman dan meningkatkan tali silaturahmi namun akan mengurangi energi untuk menggali ide dan tema baru serta kurang kuatnya ketajaman analisa karena tiadanya sparring partners dalam hal ini adalah penulis opponent yang juga bersikap sebagai haters.
Kok bisa...?
Ya.. karena dalam dimensi tertentu, kehadiran penulis opponent menurutku tetap punya manfaat bagi penulis. Ia adalah lawan tanding yang bisa setimpal atau lebih jago dari kita yang bisa memotivasi agar mau berlatih keras dan lebih keras lagi.Â
Sehebat-hebatnya Mohammad Ali sang petinju, tetap dia membutuhkan lawan tanding untuk menjaga stamina dan meningkatkan performancenya. Namun ada juga penulis opponent yang berada di bawah level kita walaupun demikian mereka yang seperti ini tetap berguna karena bisa membuat kita tersenyum geli bahkan tertawa ngakak.
Cerita yang bersifat naratif tidak menimbulkan suatu bentuk penyikapan dan determinasi menempatkan dua kutub (bipolar) berlawanan secara ekstrim. Memuja atau mencela, memuji atau mencaci, mengagumi atau mengasihani, menyerang atau membela, merangkul atau memukul.
Ketika zonasinya berkumpul di tengah maka komunitas penikmatnya pun akan stagnan dan cenderung menurun karena bandul pendulum semakin lama semakin lambat bergerak dan suatu saat akan berhenti.
Contoh kontemporer hilangnya sparring partner utama yang mengurangi semangat menulis~ setidaknya menurutku~ adalah aktivis medsos Denny Siregar (DS). Dengan keadaan Jonru (JR) yang saat ini sedang menghadapi masalah hukum, DS sepertinya menjadi kehilangan gairah menulis karena lawan tanding yang kepiawaian menulisnya setara dengannya telah sepi bahkan hilang postingan tulisannya.
Kini DS seperti petinju yang latihan sendiri, skipping kiri dan kanan, maju mundur sambil sesekali memukul angin. Kalau pukulan yang diluncurkan terlalu keras bisa goyah dan sempoyongan sendiri.
Saat ini tulisan DS rasanya semakin datar dan terkadang hanya menbagikan sebuah link berita dan berkomentar tidak sampai 1 paragraf. Share dan komentari link berita merupakan suatu tindakan yang absurd bagi DS dahulu, karena positioning-nya adalah seorang penggiat medsos dengan tulisan pendek yang menarik, lugas, informatif, lincah mencubit dan menggelitik.
Bagaimana dengan haters kedua penulis tersebut? Nah.. ini yang menarik. Sejak pilpres dan berlanjut dengan pilkada DKI, warga pemilih menjadi terbelah bahkan masih ada yang berlanjut setelah pemilihan berlalu. Masing-masing para pendukung terus melanjutkan sikap berhadap-hadapan khususnya di media sosial dan sebagai penjurunya adalah para penulis handal aktivis medsos.
Aku tidak tahu apakah penulis tersebut muncul by design atau secara alami. Namun dengan kehadiran mereka, dunia alam gaib semakin ramai dan menciptakan para likers bejibun yang dapat bersikap dan bertindak seperti ninja kesatria bayangan. Semakin banyak likers disatu pihak pada hakikatnya semakin banyak juga tercipta haters dipihak lain begitu pula sebaliknya. Eskalasi perang persepsi dan isu tentu akan semakin meningkat seiring dengan makin berjubelnya jumlah likers dan haters.