Sumber energy baru terbarukan sedang
digalakan saat ini berbagai kuliah umum, seminar, dan konferensi telah banyak
membahas tentang sumber energy baru terbarukan hal ini diharapkan tumbuh
gagasan dan ide untuk mencari dan menemukan sumber energy alternative sebagai
penyeimbang sumber energy dari bahan bakar fosil. Khususnya untuk Indonesia
penggunaan energy masih dominan pada bahan bakar fosil, menurut BPS pada tahun
2008 mencatat penggunaan energi 26,5 % dari gas
bumi, 14% dari batubara dan 54 % dari minyak bumi. Sudah menjadi pengetahuan
umum bahwa bahan bakar fosil merupakan sumber energy yang tak terbarukan dimana
proses pembentukannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Jika sumber energy
ini digunakan secara terus menerus maka akan mengalami kelangkaan yang akhirnya
berakibat pada krisis energy. Maka dari pada itu penggunaan energi dari bahan
bakar fosil harus diseimbangkan dengan sumber energy terbarukan seperti biogas,
sel surya, biomassa, angin, biooil, dan lain-lain. Indonesia memiliki potensi
yang besar untuk energy terbarukan salah satunya adalah biomassa, biomassa bisa
dijadikan penyeimbang dan meminimalisir ketergantungan terhadap bahan bakar
fosil, biomassa dapat diolah menjadi biogas sebagai penyeimbang gas alam,
biooil sebagai penyeimbang minyak, dan briket sebagai penyeimbang batubara
serta gas. Selain itu keterdapatan dan pengolahannya dapat dilakukan dengan
sederhana maupun perseorangan.
Sejumlah pakar
berpendapat, penggunaan biomassa sebagai sumber energi terbarukan
merupakan jalan keluar dari ketergantungan manusia pada bahan bakar fossil.
Saat ini BPS mencatat cadangan terbukti gas alam Indonesia
mencapai 3,18 triliun meter kubik diperkirakan akan habis 46 tahun lagi,
cadangan terbukti batubara 4,3 milyar ton diperkirakan akan habis 19 tahun lagi
dan cadangan terbukti minyak bumi Indonesia hanya 3,7 milyar barrel
diperkirakan akan habis sekitar 10 tahun lagi. Dengan catatan penggunaan energi
26,5 % dari gas bumi, 14% dari batubara dan 54 % dari minyak bumi. Jika
biomassa digunakan sebanyak 20% atau lebih maka dapat menghemat bahan bakar
fosil sehingga tidak menciptakan masalah krisis energy yang berdampak pada
bidang ekonomi dan kelangkaan bahan bakar fosil yang kita takutkan dapat diselesaikan
dan biomassa bisa menjadi cadangan energy yang efektif saat mencari atau
mengeksplorasi bahan bakar fosil yang masih ada. Indonesia sebagai Negara
agraris memiliki potensi yang besar untuk biomassa hal ini dikarenakan
Indonesia banyak ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai
biomassa baik saat masih hidup maupun sudah mati, berdasarkan studi yang
dilakukan sebuah lembaga riset di Jerman (Zentrum for rationalle
Energianwendung und Umwelt, ZREU) pada tahun 2000 mengestimasi potensi biomassa
Indonesia sebesar 146,7 juta ton per tahun. Sumber utama dari energi biomassa
berasal dari residu padi (potensi energi sebesar 150 GJ/ tahun), kayu
rambung/kayu karet (120 GJ/ tahun), residu gula (78 GJ/ tahun), residu kelapa
sawit (67 GJ/ tahun dan residu kayu lapis dan irisan kayu/ veneer, residu
penebangan, residu kayu ulin, residu kelapa dan sampah pertanian lain (kurang
dari 20 GJ/ tahun). Jika potensi ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal maka
akan memecahkan permasalahan energy yang terjadi selama ini, salah satu sumber
biomassa yang mudah didapatkan dan berada disekitar kita adalah sampah.
Berdasar perhitungan Bappenas dalam
buku infrastruktur Indonesia pada tahun 1995 perkiraan timbunan sampah di
Indonesia sebesar 22.5 juta ton dan akan meningkat lebih dari dua kali lipat
pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton. Sementara di kota besar produk sampah
perkapita berkisar antara 600-830 gram per hari (Mungkasa, 2004). Berdasarkan
data tersebut maka kebutuhan TPA pada tahun 1995 seluas 675 ha dan meningkat
menjadi 1610 ha di tahun 2020. Kondisi ini akan menjadi masalah besar dengan
terbatasnya lahan kosong di kota besar. Menurut data BPS pada tahun 2001
timbulan sampah yang diangkut hanya mencapai 18,3 %, ditimbun 10,46 %, dibuat
kompos 3,51 %, dibakar 43,76 % dan lainnya dibuang di pekarangan pinggir sungai
atau tanah kosong sebesar 24,24 % .
Sampah yang dapat dijadikan biomassa yaitu sampah organic
yang meliputi sampah atau limbah pertanian dan perkebunan (onggol jagung, sekam
padi, tandan kelapa sawit, dan lain-lain), sampah rumah tangga (sayur-sayuran,
buah-buahan, dan lain-lain), sampah perkantoran seperti kertas, dan banyak lagi
sampah-sampah organic yang dapat dijadikan sumber biomassa. Pemamfaatan
biomassa dari sampah dapat menyelesaikan permasalahan sampah yang terjadi saat
ini, selama ini kita menganggap sampah sesuatu yang tidak berguna dan sering
dibakar secara percuma atau tidak dimanfaatkan sama sekali, padahal jika sampah
ini diolah dengan teknologi biomassa seperti pirolisis, gasifikasi, dan
karbonisasi maka sampah yang tidak berguna tersebut bisa menjadi sesuatu yang
berguna yaitu briket yang dapat dijadikan bahan bakar kompor, bahan bakar cair
yang juga dapat dijadikan sebagai bahan bakar kompor, lebih baik lagi menjadi
biooil yang dapat menggerakan motor seperti bensin. Selain itu pemamfaatan
sampah sebagai biomassa dapat digunakan sebagai tenaga pembangkit listrik
biomassa, sampah-sampah organic seperti tandan kelapa sawit jika dimanfaatkan
dengan menggunakan pirolisis maka akan mendapatkan gas methane yang dapat
digunakan untuk menggerakan turbin, serta menjadi biogas yang berguna bagi
kebutuhan energy rumah tangga.
Limbah
perkebunan kelapa sawit juga memegang peran penting dalam potensi biomassa di
Indonesia, semua libah dari proses pengolahan kelapa sawit dapat dimanfaatkan
sebagai energy biomassa baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah cair
berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) setiap tahun sedikitnya mencapai: 32,3
juta ton. POME ini dapat menghasilkan biogas. Potensi produksi biogas yang
berbahan baku limbah cair tersebut diperkirakan 1.075 juta m3 . Nilai kalor (
heating value ) biogas rata-rata berkisar antara 4700–6000 kkal/m 3 (20–24 MJ/m
3 ). Dengan nilai kalor tersebut, 1.075 juta m 3 biogas akan setara dengan 516.000
ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta liter minyak tanah, dan 5.052.5
MWh listrik.
Sebuah studi yang dilakukan ADB dan Golder
Associate (2006) yang dikutip dalam TNA Sektor Energi (2009) memperkirakan
potensi biomassa dari limbah pabrik minyak kelapa sawit di Indonesia setara
sekitar 230.530 TJ per tahun dan produksi listrik potensial yang dapat
dihasilkan adalah sekitar 4.243.500 MWh per tahun. Asumsi yang digunakan untuk
perhitungan ini adalah potensi TBS sebesar 15,18 juta ton/ tahun, 70% nya
digunakan untuk pembangkit listrik yang beroperasi 8000 jam per tahun. Ada
beberapa proyek pembangkit listrik berbasis biomassa yang sudah dan sedang
dikembangkan di Indonesia. Termasuk diantaranya adalah Proyek BKR Biomass 4
MWe Condensing Steam Turbine di Riau, Proyek Gasifikasi Biomass di
Industri Jamur di Jawa Tengah, Pembangkit Listrik Biomassa Mandau di Riau,
Proyek Biomassa menjadi Listrik PTIP (7MW) di Riau, Proyek Biomassa menjadi
Listrik PTMM 24 MWe di Sumatra Utara, Pembangkit Listrik Biomassa 4 MW dari
Kepingan Kayu dan Serbuk Gergaji di Jawa Tengah, Kogenerasi Biomassa Nagamas,
Kogenerasi Biomassa Amurang di Sulawesi Utara, MNA Biomass 9.7 MWe
Condensing Steam Turbine di Sumatra Utara dan MSS Biomass 9.7 MWe
Condensing Steam Turbine di Riau. Pengembangan pembangkit listrik tenaga
biomassa ini diharapkan dapat terus dikembangkan karena saat ini potensi yang
dimanfaatkan sangat sedikit jika dibandingkan dengan potensi yang dimiliki,
Potensi energi biomassa sebesar 50 000 MW hanya 320 MW yang sudah dimanfaatkan
atau hanya 0.64% dari seluruh potensi yang ada. Sudah saatnya pemerintah
membuat kebijakan untuk pemamfaatan biomassa dan mengembangkan teknologi
pemamfaatan biomassa yang efektif dan efisien demi tercapainya keseimbangan
sumber energy sehingga Indonesia kedepannya mampu menjadi lumbung energy dunia
untuk biomassa.
Teknologi yang telah dikembangkan saat ini
meliputi teknologi pirolisis, gasifikasi, dan karbonisasi. Ketiga teknologi ini
sudah digunakan untuk memproses biomassa dan mengkonversinya menjadi bahan
bakar yang dapat digunakan seperti arang untuk pembriketan, gas metana untuk
biogas, serta biooil untuk bahan bakar. Teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk
skala kecil maupun besar. Sehingga untuk pemamfaatan biomassa tidak terlalu sulit
cukup ada keinginan dan pemahaman mengenai teknologi tersebut dan biomassa
sudah dapat digunakan untuk skala individu maupun sekelompok masyarakat. Memang
saat ini biomassa tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal karena teknologi yang
kurang mendukung samahalnya dengan penggunaan energy fosil, awalnya juga kurang
efektif namun beriringan dengan perkembangan zaman yang terus kearah majunya
teknologi membuat energy fosil ini dapat dikonversikan dengan baik kebentuk
energy lain. begitu pula dengan biomassa saat ini belum ditemukan teknologi
yang dapat memanfaatkanya selelvel energy fosil namun dengan berkembangnya
zaman maka suatu saat nanti biomassa ini pun akan seperti energy fosil. Maka
untuk mencapai itu semua biomassa dengan teknologi yang ada saat ini sudah
saatnya digunakan sebagai penyeimbang energy fosil, sehingga mampu merangsang
untuk perbaikan teknologi selanjutnya yang akan membawa biomassa sebagai sumber
energy dunia disamping energy terbarukan yang lainya.
Pemamfaatan biomassa sebagai penyeimbang
energy fosil memiliki beberapa keuntungan diantaranya:
a.
Mengurangi adanya gas rumah kaca,
Penggunaan biomassa akan membuat sampah
organic yang dapat menghasilkan gas metana dapat dimanfaatkan sehingga gas
metana yang menyebabkan terbentuknya gas rumah kaca dapat diminimal. Seperti
kotoran-kotoran binatang ternak, tandan kelapa sawit, tongkol jagung, sekam
padi, dan lain-lain.
Selain itu penggunaan biomassa akan
mengurangi penggunaan energy fosil yang menyumbang gas-gas rumah kaca terbesar
saat ini serta penggunaan biomassa ini akan membuat semakin dimanfaatkan lahan
kosong untuk menanam tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan biodiesel seperti
jarak pagar, kelapa sawit, dan lain-lain.