Ini bukan tentang undangan pertemuan awal untuk sosialisasi Program Keluarga Harapan (PKH). Bukan!Ini tentang undangan pernikahan. Dua insan mengikat janji sebagai suami-istri. Setelah pemberkatan (dalam Islam akad nikah, red), keduanya mengikuti prosesi saling menyuapi pertanda hidup berkeluarga dimulai dari sini.
Aih, indahnya!
Lo Lagi, Lo Lagi!
Muda mudi di sini bisa dipastikan saling mengenali. Sejak SD, SMP, hingga SMK yang dilihat itu-itu saja, lo lagi lo lagi!
Idaman hati pun bisa dilihat tiap hari. Walau mungkin di antaranya ada yang cuma memendam dalam hati. Kalau akhirnya idaman hati dinikahi tetangga, tak perlu kesal tak berkesudahan. Apalagi sampai menendang kucing yang sedang makan ikan! Hehe...
Kembali ke sini. Tradisi di pulau seluas 3,15 km2 ini gotong royong setiap hajatan. Semua penduduk tanpa kecuali terlibat aktif di dalamnya, termasuk dia yang sedang gundah. Saya bisik-bisik kepada Bung Noldy Mangerongkonda koordinator wilayah PKH Sulawesi Utara, "Adakah yang hancur hatinya di pernikahan ini?!" Dia bergegas menjawab, "Mungkin ada Pak! Pulau sekecil ini!" Kami pun tertawa kecil.
Namun demikian sebenarnya saya tidak ingin menulis tentang nikah. Justru undangan itu yang unik. Tradisi menghormati tamu. Tim validasi calon penerima manfaat PKH di undang oleh mereka yang berbahagia. Penduduk asli. Lelaki pemberani! Bukan dari yang sedang hancur hatinya, karena pujaannya resmi milik tetangga. Hehe. (Yang ini asli menduga-duga).
Ehmm... begitulah jodoh. Salah satu rahasia hidup yang sepenuhnya digenggam Allah, Tuhan Maha Kuasa. Kalau jodoh tidak kemana, kalau tidak kemana-mana bagaimana dorang dapat jodoh?!
Kalau sudah dapat jodoh, tetap berbakti pada orangtua e! Istri dukunglah suami agar berbakti pada orangtuanya, karena itu kunci bahagia di dunia.
Sudah ah... Lanjut lagi entry data hasil validasi!