Mohon tunggu...
Herman Efriyanto Tanouf
Herman Efriyanto Tanouf Mohon Tunggu... Penulis - Menulis puisi, esai, artikel lepas

Founder dan Koordinator Komunitas LEKO Kupang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merekam Kota Kupang, Shooting Film Setan?

20 Oktober 2020   22:36 Diperbarui: 20 Oktober 2020   22:47 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bismillahirrahmanirrahim," doa seorang mama berjilbab ungu, jelas terdengar di telinga para panitia yang duduk-berjejer di lorong di dekat pintu keluar. Kata mereka, gedung itu memang ‘menyeramkan’ sebelum dijadikan tempat Pameran Arsip Publik. Dan, mama-mama itu memang izin untuk masuk lewat pintu keluar.

Asis Nadjib, salah satu panitia berusaha menjelaskan bahwa pameran telah ditutup, di saat yang sama ia seperti diserang suara mama-mama itu. “Katong tadi sibuk jualan kakak. Su bertahun-tahun katong jualan di sini, tapi belum pernah masuk ke sini. Boleh katong masuk lihat-lihat ko kakak?” ungkap seorang mama didukung mama-mama yang lain lagi. Asis yang tidak mau jadi ‘anak durhaka’ akhirnya mengizinkan mama-mama itu masuk setelah disetujui panitia lainnya.

Kurang lebih 20 menit, mama-mama itu ada di dalam ruang pameran. Satu per satu arsip yang dipajang diamati, tanpa diam. Ruangan yang tadinya ‘sepi’ seketika jadi riuh. Suara-suara sarat cerita pecah di dalam ruangan. Ifana Tungga tampak jadi bingung. 

Di saat ia berusaha menjelaskan, mama-mama itu malah balik menjelaskan dengan menghadirkan memori tentang beberapa arsip: Tugu HAM, Terminal Kupang-Teddy’s, Pelabuhan Tua, Bioskop Raya, lorong pertokoan dan beberapa arsip lainnya. Ifana dan beberapa panitia seperti Alwi Kolin dan Ete Umbu Tara akhirnya lebih banyak menyimak sambil mendokumentasikan momen tersebut.

“Di samping Teddy’s dulu katong sebut Pos Satu. Dulu beta jualan di situ, tahun 80-an. Dulu ju katong ame es batu di sini (Pabrik Es Minerva), sampai taon 1998 masih ada,” kata Mbak Ririn. “Di depan Minerva itu Taman Kota, dulu ramai sekali. Katong lahir taon 70-an nah, masih dapat Taman Kota yang lama,” sambung Bibi Nona.

Sama seperti mama-mama yang lain, Bibi Nona juga punya kisah tentang ini kota sewaktu remaja. Arsip-arsip itu telah ‘memanggil’ datangnya memori masa lalu di isi kepala.

Beta terbayang masa lalu. Biasa habis lari sore, katong ketemu katong pung nyong di sini. Dulu bagus, kalau mau bilang beta senang tampilan yang dulu. Kalau sekarang buat katong pung mata sakit. Terima kasih buat kakak-kakak semua yang sudah buat acara ini, bagus sekali,” kata Bibi Nona sambil menunjuk foto Tugu Sonbai.

“Kakak dong mau makan apa? Minum apa? Ikan bakar? Es Jeruk? Es Teh?” Bibi Nona menawarkan jualannya kepada para penggiat untuk dinikmati secara gratis. Asis Nadjib menolak, khawatir mama-mama rugi. “Sonde apa-apa sayang, itu buat kakak dong karena su kasih izin katong masuk.” Beberapa menit kemudian, 12 gelas es teh dinikmati panitia. ***

Minerva Ijs Fabriek, 20 Oktober 2020
Herman Ef Tanouf

Kata dalam Bahasa Melayu Kupang:

Katong: kami
Beta: saya
Ju: juga
Su: sudah
Ame: ambil
Taon: tahun
Dong: mereka
Pung: punya
Sonde: tidak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun