Gerson Poyk dan Harapannya
Atas kegelisahan-keprihatinannya terhadap para sastrawan muda Indonesia dan khususnya NTT, Gerson Poyk menghendaki sastra Indonesia makin dikenal luas dan nama Indonesia di dunia Internasional 'makin harum'. Indonesia hendaknya tidak hanya dikenal sebagai negara teroris, narkoba, korupsi, tetapi negara dengan karya-karya bermartabat.
"Sastrawan muda Indonesia harus terus berlatih dan banyak membaca, khususnya buku-buku filsafat, sebab jika tidak karya-karya mereka tidak bisa bersaing di tingkat nasional maupun Internasional."Â Sastra sebagai karya seni (berpikir-menulis) memang menuntut kreativitas mumpuni. Sastra tidak bisa dilepaspisahkan dari filsafat. Hakikatnya, bersastra sama halnya dengan berfilsafat. Oleh karenanya, pengetahuan filsafat perlu dikantongi sebagai bekal untuk tetap konsisten dan produktif dalam berkarya. Jangan sampai karya sastra dalam wujudnya hanya mengandung frasa-frasa dangkal ataupun metafor-metafor memuakkan.
Di satu sisi, ia turut bangga dan mengapresiasi para pegiat sastra yang telah menghasilkan karya-karya berkualitas, bermartabat dan berprestasi. "Sastra NTT dan juga sastrawan sudah berkembang semakin baik, banyak karya-karya mereka yang dimuat di media-media Nasional. Namun untuk menjadi seorang penulis tidak bisa instan, harus terus belajar, rendah hati dan tahu siapa pendahulu mereka. Jadi perbanyak membaca buku-buku filsafat agar karya-karya mereka semakin berkualitas."
Sehubungan dengan pemerintah, tampak ada kekecewaan di benak dan hati Gerson Poyk. Sebab sejauh ini, pemerintah belum memberi perhatian lebih kepada sastra. "Orang-orang yang duduk di pemerintahan tidak suka membaca, apalagi buku-buku filsafat yang penuh dengan renungan-renungan humanisme atau kemanusiaan, mereka lebih berpikir ke materialism sehingga hati nurani rakyat tak didengar. Sastra pun belum menjadi perhatian pemerintah."
Padahal jika sastra di suatu Negara maju, maka harkat dan derajat dari bangsa itu akan terangkat. Lihat saja Inggris, berkat karya-karya Shakespeare Negara itu terkenal dan tetap diperhitungkan sebagai Negara yang berbudaya dan bermartabat, begitu juga Amerika dengan Ernest Hemingway, dan negara Eropa dengan para filsufnya yang terkenal itu seperti Nietze, Kierkegaard, Albert Camus, Kant, Hegel, dan lain-lain.
Hingga kini negara-negara itu selalu menjadi perbincangan. Jangan seperti kita, yang diperbincangkan hanya teroris dan fanatisme agama lengkap dengan ekstrim kiri dan kanannya, tak ada etis moral, manusianya lebih memuja agama ketimbang Tuhan, dan akibatnya korupsi merajalela, pelacuran di mana-mana, rasa tidak puas selalu muncul dari hati yang bengkok, yang jahat lebih terkenal ketimbang sisi baiknya.
Demikian sedikit tentang Sastrawan Gerson Poyk yang sempat diabadikan. Melalui karya-karyanya ia turut memperkaya khazanah sastra Indonesia dan tentunya dunia. Belajar dan terus belajar, demikian juga dalam hal menulis. Sudah sepatutnya para kreator menghasilkan karya-karya berkualitas, bermartabat, dengan tetap menjunjung tinggi kerendahan hati. Konsistensi/ produktivitas pun dituntut menuju kematangan sastrawi.
******
makin terasa ada kesementaraan
berbunga dalam dada
bila kematian tadi di bayang sendiri
tanah kelahiran selalu menerima kepedihan umur
sampai pun suara seru: aku pun pergi tua selalu tersua
matahari pasir
(Gerson Poyk, bait pertama puisi Via Dolorosa)
******
Kupang, 24 Februari 2019
Herman Efriyanto Tanouf