tak seperti malam-malam, kemarin
puisi paling indah ialah peluk ibu
tanpa kata dan tualang imaji
isyarat sekalipun
cintanya merasuk di mana-mana.
di senyum di keluh
di ngakak di tekak
di bangun di tidur
di tubuh di jiwa.
setiap saat aku menjumpai itu cinta
dari adanya ia yang kusapa: "Ibu"
cintanya amat megah
aku tak pernah resah
namun beberapa saat lalu
ada gelisah bertalu-talu.
semesta bersama perihnya menyapa
sesiapa dengan kerabat kepayang
hingga persada dan selat enggan bersahabat
dihempasnya tubuh-tubuh di sepanjang trotoar
segalanya enyah
duka berkoar-koar, hingga kini
kepada malam-malam selanjutnya
ada cinta yang turut hilang
itu peluk yang bikin ini dada
dan dada ibu saling sapa
sebagai puisi paling indah.
tapi aku tak ingin air mata
sebab ada takut yang purba
akan surga, tak menjanjikan duka
bagi ibu yang tengah bahagia.
cukuplah
aku hanya ingin
ada di peluk
ibu
puisi.
_________
Insaka, 2018
HETanouf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H