Nah, eksistensi puisi santai itu sendiri tampaknya mengalami eskalasi yang lumayan dengan pemanfaatan jejaring sosial secara intensif. Selain sebagai proses pembelajaran, puisi santai berada dalam bingkai edukatif dan apresiatif (personal). Lebih jauh dari itu, adanya puisi santai sebagai bentuk "motivasi dan apresiasi", baik pencipta kepada pembaca dan sebaliknya.
Motivasi dan apresiasi dimaksud tetap harus berada dalam pertimbangan-pertimbangan estetis. Terlepas dari kualitas, puisi santai setidaknya menggambarkan nilai-nilai yang dapat diterima oleh masyarakat. Oleh sebab itu, sekalipun berlabel puisi santai adanya tetap bisa dipertanggungjawabkan.
Keberadaan puisi santai lebih menyata di kalangan gedget-society. Hal inilah yang sangat memungkinkan kuatnya budaya digital dalam dunia sastra. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sastra di masa kini telah sampai pada tahap digitalisasi; yang memungkinkan apresiasi mudah dijangkau dan bersifat terbuka.
Puisi santai dalam kapasitasnya bukanlah ancaman bagi jenis puisi lainnya. Justru keberadaanya memperkaya khazanah sastra. Di satu sisi, puisi santai menjadi dasar bagi para pemula yang sedang berproses dalam dunia kepenyairan.
Dari banyaknya media/ jejaring sosial, ada banyak pemula yang telah mencapai kematangan sastrawi. Tidak sedikit yang kemudian mendokumentasikan/ menerbitkan puisi-puisi dalam bentuk antologi (buku kumpulan puisi).
Herman Efriyanto Tanouf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H