Lopo Muni Insaka (LOMUNI'I) adalah komunitas orang muda lintas generasi yang keanggotaannya mencakup pelajar SMP -- SMA, Mahasiswa, Orang Muda Katolik, dan juga orang tua yang "berjiwa muda".Â
Komunitas ini berada di Ekafalo (Insaka), salah satu kampung di Desa Oenbit, Kecamatan Insana, Timor Tengah Utara. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kampung ini merupakan bagian dari Kefetoran Oelolok, Swapraja Insana.
Pilihan nama Lopo Muni Insaka lahir dari beberapa filosofi orang Dawan. Lopo (lumbung) selain sebagai tempat menyimpan bekal makanan juga berfungsi sebagai tempat pertemuan/rapat, diskusi, menerima tamu, bersantai, ber[acara], melakukan ritual adat.
Sedangkan muni berarti "akhir atau yang terakhir [pada masa tertentu], yang [akan] datang, yang baru". Kata tersebut merujuk pada generasi di kekinian/ generasi masa kini. Tetapi bukan generasi terakhir, sebab "terakhir" hanya berlaku pada masa tertentu dan akan muncul generasi pengganti. Kendati demikian, generasi yang satu dan generasi yang lain (yang akan datang) tetap memiliki motivasi yang sama. Sedangkan Insaka merujuk pada label atau nama lain dari kampung Ekafalo itu sendiri.
Spiritnya pun kurang -- lebih sama, namun seiring berjalannya waktu nyaris hilang semangat orang muda. Selain karena merantau (sekolah dan kerja) yang menyebabkan hanya "sedikit orang muda" di Ekafalo, masih minim kesadaran untuk "berkumpul". Dalam kelompok-kelompok kecil memang ada, tetapi tidak terorganisir dengan baik.
Menyikapi problem tersebut, John Aluman selaku ketua komunitas menandaskan bahwa LOMUNI'I hadir sebagai jawaban atas kegelisahan para orang tua (pendahulu) dan tentunya orang muda. Kegelisahan dimaksud merujuk pada "wajah" kampung halaman yang nyaris tidak "didandani".Â
Terdapat banyak masalah intim yang setiap saatnya terus "menghantui". Beberapa di antaranya adalah pengrusakan lingkungan hidup, tidak meratanya pelayanan publik, kurangnya pengetahuan orang muda terhadap adat-istiadat/seni dan budaya setempat, kurangnya partisipasi individu dalam kegiatan-kegiatan bersama dan berbagai persoalan orang muda lainnya.
Konsep membangun dimaksud lebih kepada gerak perubahan, peningkatan dan pelestarian. Tentunya didukung dengan berbagai program kerja yang adalah hasil dari kesepakatan bersama. Benja Amaunut, wakil ketua LOMUNI'I pada kesempatan presentasi dan pembahasan program kerja tahunan mengetengahkan bahwa komunitas ini akan membuat beberapa terobosan baru di Ekafalo.Â
Terutama dalam menyikapi persoalan lingkungan hidup, seni -- budaya, sosial, Gereja, ekonomi kreatif, pengembangan kreativitas anggota, dan lain-lain. Dalam pelaksanaan akan ada kerja sama antara komunitas dan pihak lain seperti tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemerintahan dan jaringan lainnya (03/01/2019).
"Selama ini kami jalankan kegiatan saat liburan. Beberapa kali kami tanam pohon dan bunga di sumber mata air, Naija Lu'u. Kami juga mendapat dua kali tanggungan koor sponsor pada perayaan tutup tahun, baru-baru ini" kata Sony.
Para pengurus memiliki keyakinan bahwa ke depan akan ada banyak hal yang dikerjakan. Sebab sudah ada rencana kerja yang disusun secara rinci. Sekalipun anggota lainnya akan kembali ke tempat kerja atau masuk sekolah, anggota-anggota yang berdomisili di kampung akan tetap beraktivitas sesuai jadwal yang sudah ada.
Lopo Muni Insaka hadir dan mulai memberi "warna" tersendiri pada "wajah" kampung Ekafalo. Banyak cita dan harap, kiranya dapat dicapai dalam usaha membangun, mengembangkan dan melestarikan segala hal yang menjadi kekhasan kuan bale.
* * *Â
Ekafalo - Insaka, 05 Januari 2019
Herman Efriyanto Tanouf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H