Oleh: Hermansyah*
Jika kita flashback ke 2008 di mana jumlah pemain industri perbankan syariah saat itu masih berjumlah 155, yaitu 3 bank umum syariah (BUS), 28 unit usaha syariah (UUS), dan 124 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Kini jumlah itu semakin meningkat seiring bertambahnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk-produk keuangan non-bunga. Akhir 2013 saja Indonesia telah memiliki 11 bank umum syariah (BUS), 24 unit usaha syariah (UUS), dan 160 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).
Ini merupakan bukti konkrit bahwa perbankan syariah mampu bertahan dan tumbuh meskipun di tengah instabilitas ekonomi, seperti krisis 1998, 2008 dan krisis yang melanda Eropa 2011 silam. Dan tentunya perkembangan secara kuantitas ini sudah tersebar dari pusat hingga ke daerah sehingga bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Makin meluasnya jangkuan perbankan syariah menunjukkan peran perbankan syariah makin besar untuk pembangunan rakyat di negeri ini. Kita punya obsesi, perbankan syariah akan tampil sebagai garda terdepan terwujudnya financial inclusion (Hendy Herijanto, 2013).
Untuk mewujudkan inklusi keuangan tentunya diperlukan sebuah lembaga keuangan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat terutama kelas menengah ke bawah. Salah satu keuangan mikro berbasis syariah yang sudah tidak asing lagi di tengah-tengah masyarakat adalah Baitulmaal Waa Tanwil (BMT).Kenapa harus BMT? Karena lembaga keuangan mikro ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan lembaga lainnya. Selain prinsip-prinsip syariah yang menjadi basis fundamentalnya, operasional BMT dilakukan dengan cara pendampingan kepada para anggotanya sehingga model pendekatan ini memunculkan sebuah tingkat kepercayaan yang sangat tinggi kepada para anggotanya. Hal ini yang menjadikan BMT terus menjamur di masyarakat sebagai financial inclusion.
Lembaga keuangan mikro seperti BMT mempunyai peran signifikan dalam pengembangan ekonomi masyarakat melalui berbagai pembiayaan mikronya. Hal ini tidak terlepas dari kemudahannya diakses oleh masyarakat. Kelahirannnya yang semula hanya bermodalkan semangat dan keprihatinan, kini telah melengkapi diri dengan profesonalitas. Tidak heran jika BMT kini mulai diperhitungkan baik oleh pemerintah maupun pihak perbankan.
Menurut Muhammad (2000), secara konsepsi BMT adalah suatu lembaga yang di dalamnya terdapat dua jenis kegiatan sekaligus. Pertama, adalah pengumpulan dana dari berbagai sumber, seperti zakat, infak, sedekah, serta sumber lainnya yang kemudian dibagikan atau disalurkan kepada yang berhak dalam rangka mengatasi kemiskinan. Kedua, adalah kegiatan produktif yang bertujuan menciptakan nilai tambah baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia dengan menghindari riba dan menetapkan bagi hasil.
Dalam perjalanannya lembaga BMT sudah memberikan kontribusi yang sangat besar. Bahkan lembaga yang berasaskan syariah ini sudah membuktikan ketahanannya dalam menghadapi hantaman krisis yang menimpa Indonesia 1997 lalu. BMT merupakan lembaga keuangan yang berbasis kerakyatan dengan memberdayakan usaha kecil dan menengah, serta langsung bersinggungan dengan masyarakat di perkampungan dan desa-desa, sehingga keberadaannya sangat membantu masyarakat terutama rakyat kecil dalam memperoleh dana.
Perlu sinergi
Dalam rangka mengoptimalkan peran BMT untuk mengembangkan sektor ekonomi riil, maka fungsi BMT di bidang penyaluran dana khususnya dalam bentuk pembiayaan produktif perlu lebih ditingkatkan. BMT yang berperan secara optimal diharapkan dapat memberikan andil dalam pembangunan ekonomi nasional, sehingga diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud secara adil dan merata.
Di sini juga diperlukan sinergi antara BMT dan bank syariah. Kekuatan dana dan permodalan yang dimiliki bank syariah sangat dibutuhkan oleh BMT untuk memperluas pembiayaannya. Bagi bank syariah menyuntikkan dana ke BMT bisa menjadi pintu masuk dalam mengembangkan sektor pembiayaan mikro tanpa harus membuka unit mikro sendiri. Selain itu, dengan sinergi ini BMT turut membantu bank syariah dalam mempromosikan produk pembiayaannya.
Dengan penyaluran pembiayaan ke BMT melalui skema linkage bank syariah sudah menjadi lokomotif pengembangan inklusi keuangan. Selain menyuntikkan dana ke BMT, bank syariah bisa melakukan cara lain melalui berbagai kegiatan seperti edukasi, pelatihan dan pendampingan langsung.
Melalui sinergi yang berkesinambungan antara bank syariah dan BMT, kita berharap perekonomian Indoenesia bisa meningkat ke arah yang lebih baik dengan tersebarnya BMT-BMT di seluruh Indonesia khsusnya masyarakat pedesaan yang memiliki kesulitan dalam permodalan. Kita sebenarnya memiliki banyak potensi untuk mengembangkan perekonomian dalam rangka meningkatkan kemakmuran hidup. Banyaknya jumlah umat Islam Indonesia merupakan hal yang potensial untuk mengembangkan perekonomian jika dikelola dengan baik. Apabila di Indonesia tumbuh BMT-BMT yang mampu memberdayakan masyarakat kecil, maka lambat laun ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial akan terkikis dengan sendirinya. Semoga!
*Pengamat ekonomi; anggota Lembaga Pengkajian Perbankan dan Ekonomi Syariah (LKPES) FAI Universitas Muhammadiyah Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H