Pernahkah Anda membayangkan Syahrini jadi TKI di Arab Saudi? Saya pernah. Saya bayangkan di sana ia jadi asisten rumah tangga (Please deh. Eufemisme apa lagi neh?)
Suatu pagi, mengamati Syahrini sedang menggoreng telur ceplok, si juragan rupanya gemes bukan main. Melahat gelagat aneh itu, Syahrini meningkatkan kewaspadaannya. Namun kewaspadaan itu sia-sia belaka. Syahrini yang gemulai tak sebanding dengan si juragan yang bertenaga unta.
Apa yang terjadi berikutnya saya tidak tahu. Maklum, Syahrini diseret ke sebuah kamar dan pintu kamar itu lekas ditutup rapat, sehingga saya tak bisa mengintip. (Hoi! Demi pocong yang nggak becus main golf, saya bukan syetan yang selalu hadir bila ada lelaki dan perempuan berduaan di tempat sepi)
Beberapa bulan kemudian, Syahrini pulang ke tanah air. Para pemburu gossip segera menguntitnya.
“Apa yang terjadi hingga Teteh memutuskan pulang ke tanah air?” tanya seseorang di antara pemburu gossip itu.
“Nggak ada apa-apa kok,” jawab si Teteh, “Lihat! Bulu mata saya masih utuh walau sering ditusuk-tusuk kumis juragan. Jambul saya juga tidak mempan dicabik-cabik. Dan bedak saya, nih lihat, nggak luntur sama sekali, kan?”
“Tapi, Teh, sepertinya bentuk perut Teteh berubah sekarang?”
“Ini sesuatu banget lho. Yah, kalau sudah lahir nanti, nggak kalah deh wajahnya sama David Beckham.”
“Kok si juragan nggak ikut ke Indonesia, Teh?” anak didik Feni Rose ikut buka mulut.
“Alhamdulillah ya, dia sudah tewas. Saya tusuk pakai pisau dapur.”
***
Alhamdulillah, TKI di Arab Saudi Telah Didampingi Pengacara.Itulah judul berita yang dikhalayakkan republika.co.id, Rabu (14/12/2011). Berita itu diperoleh dari kantor berita Antara.
Saya ingin Anda melupakan Syahrini. Mari kita fokus pada rencana pernikahan Ashanti dan Anang Herman Hasyim. Ups, ngaco nih. Maksud saya, mari kita menguliti berita yang saya singgung di atas.
Kita akan sama-sama belajar memperhatikan sesuatu secara detail. Kata seorang penulis beken—kalau nggak salah, namanya Sutini—untuk meningkatkan kemampuan menulis, kita mesti telaten memperhatian hal-hal kecil lho. Percayalah, pekerjaan ini nggak bakal terlalu membebani, selagi kita termotivasi meningkatkan writing skill.
Baiklah, kali ini saya ingin jadi komentator berita. Silahkan Anda berpindah channel , jika Anda sudah tak sabar mengintip Syahrini memamerkan koleksi cincin tengkoraknya di acara infotainment. (Kenapa sih, gue nggak bisa nglepasin bayangan tuh Teteh? Hikkkk….)
Kita mulai ya. Perhatikan paragraf ini:
Perjanjian pertama ditandatangani antara KBRI Riyadh dengan Pengacara Abdullah bin Muhammad Abdurahman (Riyadh). Perjanjian kedua diantara KJRI Jeddah dan kantor hukum Khuddran Al Zahrani.
Hayo, di mana letak ketidakberesan itu? Sebenarnya ada cukup banyak ketidakberesan sih. Supaya kesibukan Anda memandangi lensa mata palsu Syahrini tidak terganggu, saya beberkan sebagian saja ya. Coba perhatikan kalimat “Perjanjian pertama ditandatangani antara KBRI Riyadh dengan Pengacara Abdullah….”
Sekadar bocoran nih ya, kata penghubung “antara” itu jodohnya adalah “dan”, bukan “dengan”. Itu ketidakberesan pertama.
Ketidakberesan kedua, nggak mungkinlah, KBRI bisa menandatangani perjanjian. Yang punya tangan duta besar atau stafnya k4leEeE. (Sorry kalau saya kurang 4L4Y).
Eh, Syahrini itu denger-denger boros ya? Kalau iya, berarti sama dong dengan paragraf yang ini:
Kedua perjanjian tersebut mengenai perlindungan hukum dan pendampingan hukum serta bantuan hukum yang diberikan kepada WNI/TKI yang berada di wilayah kerja KBRI Riyadh dan wilayah kerja KJRI Jeddah.
Jika saya jadi Syahrini, eh jadi si penulis berita, saya mau manicure dan padicure. Waduh, parah nih. Maksud saya, saya mau memangkas kalimat bertele-tele itu menjadi begini:
Kedua perjanjian tersebut mengenai perlindungan, pendampingan, dan bantuan hukum yang diberikan kepada WNI/TKI yang berada di wilayah kerja KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah.
Kita meloncat ke paragraf berikutnya. Tatap mata saya. Halah, keliru lagi. Tatap kalimat berikut ini:
Kedua perjanjian tersebut dihadiri dan disaksikan oleh Duta Besar RI di Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur dan juga Konsulat Jendral di Jeddah, Zakaria Anshar, serta seluruh staf perwakilan, pihak Kemenlu dari Jakarta mewakili Direktorat hukum dan Dirjen protokol, serta Satgas TKI.
Saking kacau balaunya kalimat itu, ingin sekali saya meminjam telapak kaki Syahrini untuk menampar si penulis berita. (Wah, itu mah sengsara membawa laknat. Dijamin lieur euy!).
Hei, mana ada perjanjian yang dihadiri dan disaksikan duta besar? Yang dihadiri mah penandatangan perjanjian. Gitu, kan, Teh?
Terus, orang nomor satu di KJRI itu namanya konsulat jendral ya? Kata Teteh, itu ngawur pisan. Yang bener mah konsul jendral. Konsulat jendral adalah nama institusi.
Eit, masih ada satu lagi kalimat yang teramat sukar dilahap nalar. Coba perhatiin: “.…pihak Kemenlu dari Jakarta mewakili Direktorat hukum dan Dirjen protokol”.
Halo, Teh, masih kuat mengayunkan kaki, kan? One more time dong, Teh…
Waduh, Teteh kok menolak permintaan saya sih? Teteh nggak konsisten dong. Mirip banget dengan penulisan kata “arab saudi” di paragraf ini:
Humphrey menjelaskan, sejak saat ini WNI/TKI di Arab Saudi sudah mempunyai pengacara tetap dan siap memberikan pendampingan dan bantuan hukumnya sejak awal mereka mendapat masalah hukum di arab saudi, baik sebagai korban ataupun sebagai pelaku kejahatan.
Plakkkk….!!!
Lho, Teh, kenapa malah saya yang kena tabok? Saya salah omong ya? Saya kan cuma beropini, seperti halnya si penulis berita pada paragraf ini:
Hal itu sebelumnya ini tidak pernah ada bahkan tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini suatu kemajuan yang sangat berarti dan memang sangat diharapkan dan dinantikan oleh para TKI kita.
Oh, penulis berita itu nggak boleh mengumbar opini ya, Teh? Terus, kalau mau beropini gimana dong?
“Gini lho, Sayang,” kata Syahrini. (Please, jangan iri. Kalimat ini saya bikin sendiri.)
“Iya, Teh, gimana?”
“Ada dua cara yang bisa ditempuh. Pertama, pakailah kutipan langsung. Ambil pernyataan narasumber secara apa adanya.”
“Hemmm… Gitu ya. Cara yang kedua gimana, Teh?”
“Pakailah kutipan tidak langsung. Saya beri contoh ya: Menurut Syahrini,Herman Hasyim adalah lelaki yang sangat takut pada istri.”
“Waduh, ternyata Teteh tahu rahasia itu ya? Pupus dah harapan saya untuk memadu Teteh Syahrini…”
“Saya Sutini, bukan Syahrini tauuuu!”
PLAKKK!!!
Rawamangun, 17 Desember 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H