Mohon tunggu...
Herman Hasyim
Herman Hasyim Mohon Tunggu... -

Wartawan bertanya "ada apa". Filosof bertanya "mengapa". Dan orang kreatif bertanya "apa jadinya bila".

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ternyata Kompasiana Memang Tidak Profesional

15 Juli 2011   05:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:39 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya saya mengira Kompasiana dikelola secara profesional, tetapi perkiraan saya meleset.

Tanpa bermaksud mengurusi dapur orang lain, sebagai bentuk rasa memiliki terhadap media sosial ini, mohon dimaklumi jika apa yang saya sampaikan kali ini rada sensitif.

Sudah banyak kompasianer yang berkeluh kesah soal kondisi Kompasiana, mulai pemilihan headline dan highlight yang tidak wajar hingga penayangan iklan tertentu yang mengakibatkan ketidaknyamanan menulis dan membaca. Keluh kesah itu wajar adanya, tapi belum menyentuh pokok persoalan yang sesungguhnya.

Kita nyaris tidak tahu bagaimana sesungguhnya Kompasiana dikelola. Jika kita percaya pada pepatah klasik “tak ada asap jika tak ada api”, maka bolehlah kita menumbuhkan rasa curiga atas ketidakberesan pengelolaan Kompasiana.

Baiklah, saya akan menyoroti bagaimana Kompasiana memperlakukan tenaga kerjanya. Yang saya maksud tenaga kerja di sini adalah para administrator pembantu atau di Kompasiana disebut sebagai admin staff. Siapa saja mereka, cari sendiri informasinya.

Apakah para tenaga kerja Kompasiana itu diperlakukan secara professional?

Jawabannya: tidak!

Berbekal informasi yang saya dapatkan, para pekerja tersebut dikontrak secara lisan, tanpa perjanjian tertulis. Perjanjian kerja model begini sangat gampang diingkari oleh pihak yang lebih kuat (pengusaha) dan tentu sangat tidak menguntungkan buat pihak yang lebih lemah (pekerja). Di samping itu, bila salah satu pihak yang dirugikan hendak berburu keadilan, dia akan kesulitan karena tidak punya dokumen otentik untuk mendukung argumennya.

Di Kompasiana, korban atas perjanjian kerja secara lisan sudah ada. Sebagai pihak yang dilemahkan melalui perjanjian lisan tersebut, dia tak berkutik. Sebaliknya, pihak manajemen Kompasiana tenang-tenang saja, dan bahkan dapat mengulanginya sewaktu-waktu kepada para pekerja lainnya.

Mari kita menengok Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja. Berdasarkan UU tersebut, perjanjian kerja terbagi menjadi dua, yakni perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Di Kompasiana, seorang pekerja dikontrak secara lisan untuk waktu tertentu. Jelas, hal ini melanggar Pasal 57 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis.

Seharusnya, sebagai pihak yang memberi kerja, manajemen Kompasiana membuat perjanjian kerja tertulis yang isinya sesuai Pasal 54 UU Ketenagakerjaan. Paling tidak, kedua belah pihak harus tahu jenis pekerjaan yang diperjanjikan, besarnya upah dan cara pembayarannya, hak dan kewajiban, serta jangka waktu perjanjian. Surat perjanjian tersebut seharusnya dibuat rangkap dua, yang berkekuatan hukum sama, dan diberikan kepada kedua pihak yang menandatangani perjanjian kerja.

Lantas, bagaimana bila manajemen Kompasiana memutuskan hubungan kerja secara sepihak padahal jangka waktu perjanjian masih ada?

Kembali lagi kita mengacu pada UU Ketenagakerjaan. Pasal 62 UU tersebut berbunyi:

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Sementara itu, Pasal 61 ayat (1) berbunyi:

Perjanjian kerja berakhir apabila:

(a) pekerja meninggal dunia;

(b) berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

(c) adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

(d) adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Di Kompasiana, pemberian upah kepada para pekerjanya sangat unik. Tidak ada istilah upah bulanan. Yang diberlakukan adalah upah harian yang diberikan kepada para pekerja tiap pekan.

Meskipun demikian, saya yakin tidak sukar bagi manajemen Kompasiana untuk memberikan “upah sisa” kepada pekerja yang diputus hubungan kerjanya. Tentu saja bila manajemen Kompasiana memiliki itikad baik.

Nyumbang saran

Di samping perjanjian kerja yang hanya dilakukan secara lisan, langkah manajemen Kompasiana menjadikan para admin staff sebagai pekerja waktu tertentu sesungguhnya tidak tepat. Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menegaskan:

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Ya, bisa jadi manajemen Kompasiana mengacu kepada poin d. Tetapi, apakah Kompasiana memenuhi kriteria itu? Apakah Kompasiana masih dalam masa percobaan atau penjajakan?

Saat ini beberapa pekerja di Kompasiana sudah ada yang bekerja lebih dari setahun. Tidak jelas status mereka: apakah pekerja waktu tertentu atau pekerja waktu tidak tertentu. Selain itu tidak jelas pula masa depan mereka, terutama mengenai kenaikan gaji dan tunjangan berkala, jenjang karir, dan sebagainya.

Jadi, jika pihak manajemen ingin serius mengelola Kompasiana, langkah paling tepat adalah menjadikan para pekerjanya sebagai pekerja waktu tidak tertentu alias karyawan tetap. Dalam hal ini, pihak manajemen boleh memberlakukan masa uji coba, tetapi cukup tiga bulan saja.

Sungguh, saya sangat berharap Kompasiana bisa lebih berkembang dari sisi bisnis dan lebih profesional dari segi pengelolaan tenaga kerja. Karena itu, ke depan, manajemen Kompasiana tidak boleh lagi memperlakukan pekerjanya secara sewenang-wenang. Sekali lagi, tidak boleh sewenang-wenang!

Rawamangun, 15 Juli 2011

Tulisan ini saya persembahkan untuk seorang sahabat di Palmerah. Jangan menyerah, Kawan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun